Menempuh jalan yang biasa ku tapaki, sesuatu yang tak asing memang. Aku telah berhasil mengikuti alur hidup dan kata hati, untuk mencintai dia yang mencintaiku. Tapi, apakah perjalanan ku sudah selesai dan sempurna?
- Belum,
Iya, mereka benar. Hidupku belum selesai sampai disini, meski cinta yang menaungi cintaku telah lama ku genggam. Iya, telah ku genggam dengan erat. Apakah yang sudah ku genggam selama ini, tidak akan pernah lepas dari tangan mungilku ini?
- Tentu saja, bisa saja ia tetap tergenggam atau lepas dari genggaman.
Iya, mereka masih benar. Aku terlalu takut akan kata kehilangan. Laksana phobia, yang menggerogoti perasaan si penderita akan hal-hal yang menakutkan.
Kehilangan. Jangan kan untuk memikirkannya, untuk mengucapkan kata ini pun aku tak sanggup. Aku takut!
Apakah suatu saat nanti aku akan merasakan kehilangan itu?
- Tentu saja, semua yang berada di kolong langit ini pasti akan kehilangan sesuatu yang dimiliki, apapun itu. Siapa yang tahu?
Iya, lagi-lagi mereka benar. Semuanya tak selalu indah. Genggaman ku tak sekuat dahulu atau bisa jadi sesuatu yang ku genggam itu telah berontak, memilih untuk melepaskan diri dari genggaman. Jika sesuatu yang digenggam bisa lepas, apakah mungkin jika sesuatu yang tak digenggam dan ku biarkan bebas itu akan selalu ada?
- Tak ada yang tahu, semua terkendali oleh perasaan.
Sepertinya mereka salah, kali ini. Perasaan apa yang bisa mengendalikannya? Perasaan mana yang bisa engkau jadikan alasan untuk meninggalkan genggaman ini? Perasaan yang mana yang mampu merenggut engkau?
- Perasaan yang sama. Rasa suka yang merasuk menjadi cinta pada sesuatu yang baru, dan bukan kamu!
Untuk pertama kalinya, aku mendapat jawaban darinya.
Sesuatu yang mungkin pernah ia rasakan terhadapku, yang kini telah berulang di rasakan kembali pada sesuatu yang baru dan berbeda. Iya, sesuatu yang merenggutnya dari genggamanku.
Sesuatu yang bisa saja lebih baik dariku atau bahkan, sesuatu yang bisa saja tidak lebih baik dariku. Entahlah, apakah ia akan hidup di atas kebahagiaan yang kekal?
- Entahlah, apa yang menjadi tolak ukur kebahagiaan seseorang? Tak ada yang tahu bukan, mungkin hanya segelintir kebahagiaan saja yang dapat ia rasakan.
Untuk kesekian kalinya, mereka benar!
Apakah ia yang ingkar, pergi dan hilang dari sesuatu yang selama ini ada untuknya, akan bisa berbahagia. Apakah bisa berbahagia di atas kepedihan hati yang dirasakan olehku?
Aku berharap pada sesuatu yang merenggut engkau, agar senantiasa menemanimu dalam hidup yang takkan pernah kekal dengan kebahagiaan, agar senantiasa bisa membawamu dalam ke kekalan hidup yang bahagia.
Bagiku, ini hanya kisah tentang yang meninggalkan dan ditinggalkan. Teruntuk engkau, semoga ia adalah sesuatu yang terbaik dari yang baik untuk hidupmu --
Waaah, makasi banyak dear Aulia ...
BalasHapusaku pasti bikin postingan tentang liebster award nya, tapi nanti yaa soalnya aku lagi sibuk ngerampungin skripsi. Tapi thank untuk awards nya :)