Sepertinya aku harus berlapang dada kali ini. Tingkah mu yang cukup sulit ku baca, membuat perasaan gelisah selalu membuncah di dalam dada. Terkadang kau selalu ada, tak lama kemudian kau pun menghilang, begitu terus sampai kau bosan. Terkadang aku merasa seperti sesuatu yang selalu kau butuhkan. Tapi tak jarang pula aku merasa seperti sesuatu yang hanya kau lihat saat kau merasa bosan, semacam mainan penghibur diri disaat jenuh menerpa hidupmu.
***
Malam itu, kebahagiaan sedang betah berada di dalam hatiku. Hatiku seakan penuh dengan bunga-bunga baru yang bermekaran, harumnya semerbak. Mengundang kupu-kupu itu datang dan terbang di atasnya. Benar kan, suasana hatiku pada malam itu sangat penuh?
Aku tak henti-hentinya tersenyum, sembari membaca pesan singkat darimu. Hal biasa, sesuatu yang sangat sederhana tapi untuk kesekian kalinya, mampu membuat bibirku melengkung. Itu adalah salah satu tingkah yang kau miliki, yang selalu aku sukai dan akan aku sukai sampai kapan pun. Kau mampu membuat semuanya menjadi istimewa. Ya, kurasa begitu.
Kau bercerita sambil sesekali bertanya apa saja yang terjadi padaku hari ini, meski hanya dalam sebuah pesan singkat. Ku jawab, semuanya cukup baik. Masih sibuk dengan rutinitas ku seperti biasa, menjadi seorang asisten dosen dan menjadi pemburu pekerjaan yang selama ini aku inginkan. Aku ingin menjadi seorang Auditor. Kau sudah tahu bukan tentang cita-cita ku ini?
Setelah berjam-jam kita saling mengirimkan dan membalas pesan singkat, tiba-tiba saja kau mengantuk dan memutuskan untuk menyudahi perbincangan malam itu.
" Utari, aku pamit ya. Hari ini aku merasa lelah sekali, terima kasih atas cerita-cerita lucu untuk malam ini. Aku tidur duluan ya, good night Tari ..."
Oh, baiklah. Lagi-lagi aku harus menuruti keinginan mu dan mengalah. Kau memutuskan untuk pergi tidur, sementara aku? Aku masih merindukan candaan mu, aku masih ingin berlama-lama ditemani oleh mu. Tapi tak mengapa. Biarlah, aku mengerti Tuan. Aku izinkan kau untuk tertidur nyenyak malam ini, dan semoga kita bertemu di dalam mimpi.
***
Aku sedang sibuk berkutat dengan laptop tua ku, menyelesaikan beberapa pekerjaan ku yang sudah menumpuk. Jika sudah seperti ini, pundak dan leher ku terasa pegal karena terlalu lama menunduk. Sesekali aku melemaskan jari jemari, melihat jam di tanganku, dan meminum kopi di cangkir ku. Tak jarang aku mengecek handphone, berharap ada pesan yang aku terima dari Davin.
Dan, coba kalian tebak!! Apakah saat ini ada pesan untukku dari Davin?
Ya, salah satu diantara kalian benar!
Tak ada satupun pesan yang ku terima darinya, semua pesan di kotak masuk hanya pesan singkat biasa dari teman-teman ku yang lain.
***
Davin, dia adalah seseorang yang sudah lama menyita seluruh waktu dan pikiran ku selama ini. Hampir 3 tahun aku mengenal dan dekat dengannya. Hubungan diantara kami begitu akrab, saling mengisi kekosongan antara satu dengan yang lain. Entah kekosongan apa yang ku maksud. Mungkin, jika aku tak salah mengartikan, kami saling mengisi kekosongan hati yang kami rasakan selama ini.
Aku suka Davin, aku menyukainya. Aku sayang Davin, aku menyayanginya. Dan lebih dari itu, aku ingin memilikinya dan menjadi miliknya. Sangat ingin!
Tetapi sebesar apapun perasaan yang ku miliki padanya, aku takkan pernah bisa memilikinya. Bukan tak bisa, maksud ku .. Aku takut jika harus mengatakan perasaanku yang sebenarnya pada Davin. Kecemasan selalu bahkan terlalu menguasai hatiku, jika aku mengatakan "aku mencintaimu", apakah mungkin dia akan selalu ada untukku?
Ah, dari pada aku sibuk memikirkan hal itu, aku lebih baik fokus untuk selalu membahagiakannya meski hanya lewat kalimat sederhana atau sekedar kepedulian ku padanya. Cinta dalam diam, tak mengapa. Dari pada suatu saat nanti aku harus menjauh, atau Davin yang menjauhi ku karena perasaan ku yang berlebih ini.
***
Siang itu aku sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampus, ada materi kuliah tambahan yang harus aku berikan pada mahasiswa semester 7. Tiba-tiba, handphone ku berbunyi.
"Hallo, Tari."
"Iya, ada apa Vin?" jawabku
"Kamu dimana, sebentar lagi aku akan sampai di depan rumah mu. Kamu ada di rumah kan?"
What? Apa yang dia katakan, Davin akan datang ke rumah ku. sekarang?! Ucapku dalam hati.
"Hallo, nona Tari ... Nona Utari Mustika Dewi, kok diem sih?"
"ah, iya hallo. sorry, sorry .. aku ada di rumah kok."
"Oke, kalo begitu. Coba lihat keluar sekarang, aku sudah di depan gerbang rumah mu."
Dari kaca jendela, aku melihat keadaan diluar. Dan benar, benar Davin sudah ada di depan rumah ku. Segera aku keluar dan menghampirinya.
"Daviiiiiiiiin" aku teriak sekeras mungkin sambil memeluknya yang lagi bersandar pada mobilnya.
"hmm, Tari .. kebiasaan deh, selalu histeris seperti ini jika kita bertemu" Ucapnya sambil mengelus-ngelus rambutku.
"Aku kangen, aku rindu" Bisik ku pelan
Iya pun membalasnya, "Aku pun. Merindukan mu, Utari ..." sambil perlahan melepaskan pelukannya dariku sembari membukakan pintu mobil, menyuruhku untuk masuk.
Aku bertanya padanya, mau kemana kita hari ini. Dia hanya menjawab, kita akan pergi ke suatu tempat dan dia berharap aku menyukai tempat itu.
Davin ... Davin, kemana pun, ke tempat mana pun jika aku bersamamu pasti aku menyukainya. Tak ada tempat yang paling indah, selain berada di dekatmu. Aku mencintaimu, Davin.
Dan niat ku untuk pergi ke kampus, terpaksa aku batalkan. Demi bersama Davin.
***
Sudah dua minggu berlalu, semenjak Davin mengajakku pergi ke sebuah cafe yang berkonsep taman kopi. Cafe itu sengaja berlokasi di taman terbuka dengan menyediakan menu dari berbagai kopi. Minuman, ice cream dan cake yang terbuat dari kopi. Davin tau cara memanjakan ku, aku perempuan penikmat kopi, pecinta kopi, sangat tepat sekali jika ia mengajak ku kesana.
Tapi setelah hari itu, Davin menghilang. Tak ada kabar darinya lagi, berkali-kali aku mencoba menghubungi nya tapi telponnya selalu tak aktif terkadang sibuk. Entah siapa yang sedang dia telpon, dan siapa yang selalu dia hubungi. Bahkan, sengaja aku tinggalkan beberapa pesan singkat untuknya. Mungkin saja, dia sedang sibuk sehingga tak sempat menjawab telpon dariku, tapi perkiraan ku salah. Tak satu pun, pesan ku yang di balas olehnya. Ada apa denganmu, Davin? Apa ada perempuan lain, yang sedang atau sudah menarik hatimu?
Aku cemburu, dan mulai resah karena termakan rasa curiga.
Aku tahu, aku bukan siapa-siapa baginya. Tapi, apa salah jika aku meminta hak untuk selalu mengetahui apa-apa tentangnya. Apa itu salah?
Jika itu hal yang salah, maafkan aku, Davin. Aku tak bisa membunuh perasaan ku yang berlebih ini terhadapmu.
***
Malam ini, aku sedang menulis surat cinta yang mungkin takkan pernah ku kirimkan kepadamu, Davin. Terima kasih atas segala kebahagiaan yang pernah kau hadirkan di dalam hidupku. Tapi maaf, untuk kali ini, aku harus membuka mata. Aku harus menerima kenyataan, bahwa aku takkan pernah bisa memiliki mu, bahwa aku (mungkin) takkan bisa menjadi milikmu. Bukan karena aku sudah tak mencintai mu lagi. Tapi karena sekarang, aku tahu. Aku tahu bahwa selama ini, kau tak pernah memprioritaskan perasaanku. Aku tahu, bahwa selama ini kau sudah memiliki hati yang lain. Aku tahu, bahwa selama ini kau menjadikan ku sebagai tempat pelarian. Tempat pelarian disaat kau bosan dengan cinta pertama mu, pelarian disaat kau sedang jenuh menjalani hubungan dengannya.
Jangan pernah bertanya padaku, tentang dari mana aku mengetahui hubungan mu dengan perempuan itu. Jangan pernah tanyakan itu. Jangan pernah menghubungi ku lagi, jika kau memerlukan candaan yang bisa membuatmu tertawa. Jangan pernah mencari ku lagi, jika kau sedang merasakan jenuh akan hubungan percintaan mu dengannya. Jangan pernah datang lagi padaku, jangan pernah. Karena mungkin, saat kau mencari dan ingin datang menemui ku nanti, aku takkan pernah ada disini lagi. Aku takkan ada di tempat yang sama lagi. Aku akan pergi, setelah aku tersadar bahwa selama ini aku hanya dijadikan seseorang yang kedua bagimu.
Tapi sebelum aku pergi, mau kah kau menjawab pertanyaan ku? :')
Sejak kapan kau mulai mengenalnya dan memutuskan untuk bersamanya, sejak kapan?
Tetapi sebesar apapun perasaan yang ku miliki padanya, aku takkan pernah bisa memilikinya. Bukan tak bisa, maksud ku .. Aku takut jika harus mengatakan perasaanku yang sebenarnya pada Davin. Kecemasan selalu bahkan terlalu menguasai hatiku, jika aku mengatakan "aku mencintaimu", apakah mungkin dia akan selalu ada untukku?
Ah, dari pada aku sibuk memikirkan hal itu, aku lebih baik fokus untuk selalu membahagiakannya meski hanya lewat kalimat sederhana atau sekedar kepedulian ku padanya. Cinta dalam diam, tak mengapa. Dari pada suatu saat nanti aku harus menjauh, atau Davin yang menjauhi ku karena perasaan ku yang berlebih ini.
***
Siang itu aku sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampus, ada materi kuliah tambahan yang harus aku berikan pada mahasiswa semester 7. Tiba-tiba, handphone ku berbunyi.
"Hallo, Tari."
"Iya, ada apa Vin?" jawabku
"Kamu dimana, sebentar lagi aku akan sampai di depan rumah mu. Kamu ada di rumah kan?"
What? Apa yang dia katakan, Davin akan datang ke rumah ku. sekarang?! Ucapku dalam hati.
"Hallo, nona Tari ... Nona Utari Mustika Dewi, kok diem sih?"
"ah, iya hallo. sorry, sorry .. aku ada di rumah kok."
"Oke, kalo begitu. Coba lihat keluar sekarang, aku sudah di depan gerbang rumah mu."
Dari kaca jendela, aku melihat keadaan diluar. Dan benar, benar Davin sudah ada di depan rumah ku. Segera aku keluar dan menghampirinya.
"Daviiiiiiiiin" aku teriak sekeras mungkin sambil memeluknya yang lagi bersandar pada mobilnya.
"hmm, Tari .. kebiasaan deh, selalu histeris seperti ini jika kita bertemu" Ucapnya sambil mengelus-ngelus rambutku.
"Aku kangen, aku rindu" Bisik ku pelan
Iya pun membalasnya, "Aku pun. Merindukan mu, Utari ..." sambil perlahan melepaskan pelukannya dariku sembari membukakan pintu mobil, menyuruhku untuk masuk.
Aku bertanya padanya, mau kemana kita hari ini. Dia hanya menjawab, kita akan pergi ke suatu tempat dan dia berharap aku menyukai tempat itu.
Davin ... Davin, kemana pun, ke tempat mana pun jika aku bersamamu pasti aku menyukainya. Tak ada tempat yang paling indah, selain berada di dekatmu. Aku mencintaimu, Davin.
Dan niat ku untuk pergi ke kampus, terpaksa aku batalkan. Demi bersama Davin.
***
Sudah dua minggu berlalu, semenjak Davin mengajakku pergi ke sebuah cafe yang berkonsep taman kopi. Cafe itu sengaja berlokasi di taman terbuka dengan menyediakan menu dari berbagai kopi. Minuman, ice cream dan cake yang terbuat dari kopi. Davin tau cara memanjakan ku, aku perempuan penikmat kopi, pecinta kopi, sangat tepat sekali jika ia mengajak ku kesana.
Tapi setelah hari itu, Davin menghilang. Tak ada kabar darinya lagi, berkali-kali aku mencoba menghubungi nya tapi telponnya selalu tak aktif terkadang sibuk. Entah siapa yang sedang dia telpon, dan siapa yang selalu dia hubungi. Bahkan, sengaja aku tinggalkan beberapa pesan singkat untuknya. Mungkin saja, dia sedang sibuk sehingga tak sempat menjawab telpon dariku, tapi perkiraan ku salah. Tak satu pun, pesan ku yang di balas olehnya. Ada apa denganmu, Davin? Apa ada perempuan lain, yang sedang atau sudah menarik hatimu?
Aku cemburu, dan mulai resah karena termakan rasa curiga.
Aku tahu, aku bukan siapa-siapa baginya. Tapi, apa salah jika aku meminta hak untuk selalu mengetahui apa-apa tentangnya. Apa itu salah?
Jika itu hal yang salah, maafkan aku, Davin. Aku tak bisa membunuh perasaan ku yang berlebih ini terhadapmu.
***
Malam ini, aku sedang menulis surat cinta yang mungkin takkan pernah ku kirimkan kepadamu, Davin. Terima kasih atas segala kebahagiaan yang pernah kau hadirkan di dalam hidupku. Tapi maaf, untuk kali ini, aku harus membuka mata. Aku harus menerima kenyataan, bahwa aku takkan pernah bisa memiliki mu, bahwa aku (mungkin) takkan bisa menjadi milikmu. Bukan karena aku sudah tak mencintai mu lagi. Tapi karena sekarang, aku tahu. Aku tahu bahwa selama ini, kau tak pernah memprioritaskan perasaanku. Aku tahu, bahwa selama ini kau sudah memiliki hati yang lain. Aku tahu, bahwa selama ini kau menjadikan ku sebagai tempat pelarian. Tempat pelarian disaat kau bosan dengan cinta pertama mu, pelarian disaat kau sedang jenuh menjalani hubungan dengannya.
Jangan pernah bertanya padaku, tentang dari mana aku mengetahui hubungan mu dengan perempuan itu. Jangan pernah tanyakan itu. Jangan pernah menghubungi ku lagi, jika kau memerlukan candaan yang bisa membuatmu tertawa. Jangan pernah mencari ku lagi, jika kau sedang merasakan jenuh akan hubungan percintaan mu dengannya. Jangan pernah datang lagi padaku, jangan pernah. Karena mungkin, saat kau mencari dan ingin datang menemui ku nanti, aku takkan pernah ada disini lagi. Aku takkan ada di tempat yang sama lagi. Aku akan pergi, setelah aku tersadar bahwa selama ini aku hanya dijadikan seseorang yang kedua bagimu.
Tapi sebelum aku pergi, mau kah kau menjawab pertanyaan ku? :')
Sejak kapan kau mulai mengenalnya dan memutuskan untuk bersamanya, sejak kapan?
Keep Writing mba, salam literasi dan salam sama nama hihi :)
BalasHapusTerima kasih, kamu juga tetep semangat menulis nya ya.
HapusSalam kenal kembali, mba Risma :)
Semangat nulisnya, Kak. :D
BalasHapushttp://www.cewealpukat.me/
Iya, semangat juga buat kamu, cewe alpukat. Ngomong-ngomong, aku suka juice alpukat :))
Hapusberawal dari jenuh bisa jadi selingkuh ya. :( semoga nggak ketemu yang begituan di dunia nyata.
BalasHapusberawal dari jenuh bisa jadi selingkuh ya. :( semoga nggak ketemu yang begituan di dunia nyata.
BalasHapusDi Amin-kan. Saya mengaminkan do'a mu, mba.
HapusTerima kasih sudah berkunjung :)
Hadueh.....ceritanya.....
BalasHapusAda apa dengan ceritanya?
HapusTerima kasih sudah berkunjung :)
kasihan, di duain sama davin.
BalasHapusah, di duain emang nggak enak...
tau dari mana ngga enak?
Hapuspernah di duain, jev?
Terima kasih sudah berkunjung :)