Selasa, 28 Oktober 2025

Mengulang Musim

Apa bingkisan yang paling pantas untuk seseorang yang gemar memelihara kenangan?
Apa kejutan yang paling menyenangkan untuk seseorang yang gemar memupuk rindu?
Beribu kali pertanyaan-pertanyaan serupa muncul berhamburan di akar pikiran wanita yang sangat keras kepala ini.
Terkesan bebal, seperti tuli yang enggan mendengar teriakkan orang lain yang menyuruhnya segera "sadar".

Sadar dari sosok bayang yang telah lalu.
Sadar dari segala angan yang takkan pernah berbuah nyata.
Sadar dari semua lamunan yang membuang waktunya.
Sadar bahwa semuanya telah menjadi sia-sia.

Dalamnya hati takkan pernah bisa di ukur.
Besarnya rindu takkan pernah bisa di takar.
Lalu, mengapa ada sosok manusia yang dengan mudahnya menebak isi hati dan mencuri rindu pada diri si wanita ini?
Sial, masih saja ia terjatuh pada lubang yang sama, namun dengan perangkap yang berbeda.

Tubuh mungilnya mulai merasakan dinginnya menahan rindu, hingga menggigil ia menampik rasa itu.
Hatinya bergejolak, perlahan hangat, seperti ada letupan cinta yang sudah lama tertahan di jiwanya.
Sedang pikirannya selalu terjaga, untuk membuatnya tetap waras dan memberi sinyal "perhatian".

Perhatian pada dirinya, agar tak mengulang kegalalan lagi.
Perhatian pada dirinya, agar tak tersandung batu kekecewaan lagi.
Perhatian pada dirinya, agar tak perlu mengais tangisan lagi.
Perhatian  pada dirinya, agar tak usah memulai sembuh karena luka lagi.

Cinta dan luka, sepaket rasa yang pasti akan selalu ada disetiap kehidupan seseorang.
Hari ini mencinta, esok (bisa saja) pasti terluka.
Hari ini terluka, esok (bisa saja) pasti dicinta dan mencinta.
Wanita ini seperti sedang berjudi memainkan dadu keberuntungan untuk kehidupan cinta yang masih gamang.

Semua jiwa, menginginkan seseorang yang akan selalu menetap dan tetap untuk hidupnya!
Tapi apakah semua orang akan selalu menetap dan tetap dengan seseorang yang tepat?
Lagi-lagi wanita ini melemparkan dadu, bermain judi kehidupan yang entah akan membawa nya pada cinta atau luka.

Di musim yang sama, ia bertemu sosok yang membuatnya hidup kembali.
Entah jatuh cinta atau jatuh berkeping-keping, yang akan ia dapatkan nanti.
Yang pasti, ini bukan suatu atmosfer baru untuknya.
Sebelumnya, di masa lampau, ia pernah melumat habis keraguan untuk membuka hati dan mencintai seseorang.
Ya, kisah sebelumnya terlalu getir untuk dikisahkan kembali.

Tapi di musim ini, tak apa kan, jika ia mengulang sesuatu yang ia benci?
Hanya untuk mengingatkan, betapa sakitnya, betapa hancurnya, betapa rapuhnya, betapa tololnya, betapa buruknya ia karena sempat percaya pada seseorang yang berjanji.

Hanya itu, hanya untuk berjaga-jaga dari segalanya yang (mungkin) akan melukai hidup si wanita ini.
Ia bukan tak tahu apa yang ia butuhkan.
Ia bukan tak tahu apa yang ia inginkan.
Ia hanya tak ingin, untuk mengulang musim.
Seperti di masa lalu, musim semi yang penuh cinta, namun seketika harus gugur sebelum waktunya karena badai yang tak pernah ia duga.

Kini yang ia harap hanya satu musim, yang bisa menjaganya tetap bahagia dengan kehangatan dan kenyamanan kecil, pun sederhana.
Musim yang akan selalu membawanya pada sebuah kebahagiaan, yang ia idamkan selama ini.

Entah bagaimana caranya, wanita ini hanya memeluk dirinya sendiri lebih erat dari sebelumnya.
Di musim kali ini, ia berusaha mencintai dirinya sendiri agar tak mengulang musim yang penuh tangisan yang pedih dan sedih.

Minggu, 02 Maret 2025

Buka Hati

Di waktu yang larut, aku masih terjaga. Mengepalkan tangan sembari mengucapkan kalimat-kalimat magis yang ku hantarkan untuknya.
Untuk dirinya seseorang yang baru dan biasa, namun mampu mendatangkan letupan-letupan hangat di hati ini.

Entah sudah berapa lama aku memelihara kekosongan di hidup ku.
Entah sudah beberapa musim aku memanen kesendirian ku ini.
Rasanya, aku tak memiliki alasan untuk memulai kembali untuk jatuh hati.
Rasanya, aku tak cukup perlu untuk kembali memperhatikan seseorang selain diriku sendiri.

Hingga cahaya yang membawa kehangatan itu pun datang, menyadarkan aku dari kegelapan dan keterpurukkan akan cinta yang telah lalu.
Katanya, aku masih bisa mencintai.
Katanya, aku masih bisa dicintai (tanpa tapi).
Katanya, aku masih layak untuk diinginkan.
Katanya, aku masih berhak untuk menginginkan.

Semua ia ucapkan begitu lugas, tanpa aba-aba ia tunjukkan kurang lebihnya kesempurnaan rasa yang ia miliki untukku.
Perlahan namun pasti, ia membantu ku untuk melumat seluruh rasa ketidakkeyakinan ini.
Ia rapalkan do'a yang penuh keajaiban, untukku dan untuk nya. Untuk kita, katanya.

Lagi dan lagi, bertubi-tubi ia tunjukkan penawar racun dari luka dan sakitku ini.
Ku kira, aku takkan pernah bisa merasakan hal-hal yang ajaib ini.
Aku pun mengira, bahwa rasa dihati ini sudah tewas terbawa kenangan yang telah lalu.
Bagaimana bisa seorang wanita yang biasa membawa luka lebam kemana pun ia pergi, dipertemukan dan bertemu dengan seorang pria yang bersikukuh akan dapat membahagiakan si wanita malang ini?
Sungguh konyol, bukan? 

Ku coba segala cara, untuk tetap sadar.
Sungguh takut mengartikan rasa manis yang ia bawa dan suguhkan untukku.
Aku takut terjatuh dan merawat luka sendiri lagi.
Walau di satu sisi dan di relung hati terdalam, aku sudah menginginkannya untuk selalu ada didekat ku dan bersamaku, hingga akhir waktu.

Wahai hatiku, bisakah engkau meyakini bahwa cinta akan selalu menemukan?
Wahai diriku, bisakah engkau meyakini bahwa tak ada salah dalam kata cinta?
Wahai hatiku, bisakah engkau meyakini bahwa cinta akan selalu setia?
Wahai diriku, bisakah engkau meyakini bahwa selalu ada percaya dalam kata cinta?
Tanpa perlu ada rasa kecewa lagi dan lagi.

Duhai semesta, tolong beri aku pertanda, haruskah aku membuka hati untuknya?
Mempersilakan ia masuk dan menetap selamanya.
Jika memang ia yang terbaik dan terpantas untuk ku, mohon beri jalan dan jawaban untuk diriku pun dirinya.
Sehingga tercipta dua hati yang saling menjaga hati. Yang sangat berhati-hati untuk tidak saling menyakiti dan selalu berjanji, bahwa hanya akan ada dua hati yang bersatu untuk saling melengkapi dan mencintai.
Cukup aku dan dirinya.