Waktu itu tepat pukul 24.00, handphone ku tak henti-hentinya berdering. Banyak pesan dan telpon masuk silih berganti. Ku balas dan ku jawab semua pesan dan telpon ucapan selamat ulang tahun, dari teman-temanku. Aku senang sekaligus bersyukur, karena memiliki dan dikelilingi orang-orang yang peduli padaku. Tapi kesenangan pada dini hari itu, tak lengkap ku rasa. Karena, aku belum menerima ucapan selamat darimu. Dari kamu, seseorang yang selalu menyita waktuku.
Gara-gara ucapan yang cukup banyak dan bermacam-macam do'a yang ku dapat itu, aku jadi susah untuk terpejam kembali. Aku terjaga. Dengan segala tentangmu yang bertebaran di atmosfer pikiran ku. Aih, kenapa sampai jam segini kamu belum juga memberikan ucapan padaku?
Apakah kamu tertidur pulas, sampai lupa hari ulang tahun perempuan yang selalu ada untukmu?
Atau, kamu memang sengaja melupakan hari kelahiran perempuan ini? Perempuan yang tak sengaja pernah menyakitimu. Maafkan aku!
Ku coba menenangkan diriku sendiri, ku tutup mukaku dengan selimut berharap aku bisa terhindar dari bayanganmu. Percuma, hanya menambah sesak dadaku saja. Ku putuskan untuk keluar dari kamar, sengaja aku membuat kopi hangat di dapur untuk menemani kesendirian ku di ruangan yang terdapat beberapa gambar rupamu yang ku pajang di dinding itu. Lagi-lagi ku melawan sendu dengan secangkir kopi yang ku buat sendiri tanpa kehadiranmu.
Pukul 01.00, cangkirku sudah kering. Tak ada setetes pun yang tersisa. Handphone ku juga sudah redup tak berdering lagi. Mungkin ucapan dan do'a yang ku terima sudah cukup. (Masih) tak jua ku temukan pesan atau telpon darimu. Aku kalut, bagaimana bisa kamu yang selalu ada dan memberikan kejutan di hari ulang tahunku tak ada untuk kali ini. Kecewa, ternyata kamu tak seistimewa itu. Atau jangan-jangan, aku yang tak istimewa lagi bagimu?
Baiklah, cukup aku menunggu sesuatu yang tak mugkin terjadi. Ku putuskan untuk tidur kembali, takkan lagi ku biarkan diriku terjaga malam ini. Tolong, jangan ganggu aku!
***
Saat itu (mungkin) aku sedang tak sadarkan diri. Jiwaku sedang berada di dimensi yang lain, orang-orang biasa menyebutnya dunia mimpi.
Entah mimpi atau bukan, tiba-tiba saja handphone ku berdering. Dengan keadaan setengah sadar ku menekan tombol dan menjawab telpon itu. Terdengar suara seorang lelaki yang tak asing lagi ditelinga ku.
"Hallo" Ucapnya mengejutkan ku yang masih mengumpulkan nyawa yang entah dimana.
"Iya?"
"Hai, selamat ulang tahun. Semoga semesta merayakan dan mendo'akan apa-apa yang terbaik dan pantas untukmu."
"Kamu ! ....."
Kami berbincang sangat lama, menghabiskan dini hari yang cukup dingin saat itu. Menghancurkan kebisuan yang ada, menggantinya dengan kata dan tawa yang renyah. Ia bercerita tentang kehidupannya setelah jauh dan menjauh dariku. Ia juga berkata bahwa ia masih belum bisa memaafkanku, sekaligus melepaskanku. Aku akan tetap mengikatmu dalam kebahagiaan, ungkapnya kepadaku. Inilah yang membuatku membiarkan diri untuk jatuh, jatuh dan terjatuh pada cintanya, lagi dan lagi. Semua kesenduan yang sempat ada, itu hanya hal yang biasa bagiku pun baginya.
Perbincangan yang sangat ku rindukan, perbincangan yang ku nantikan setelah hampir satu semester berlalu. Semenjak kamu memilih pergi untuk melanjutkan study di luar kota. Saat itu, kamu berkata masih berada di kota Bandung. Oke, tak mengapa. Yang ku inginkan hanya bisa berbincang lagi denganmu, tak banyak dan tak lebih, hanya itu.
Tapi, apa yang terjadi?
Di ujung telpon ku dengar suaramu, menyuruhku untuk keluar rumah. Gila, untuk apa aku keluar rumah saat dini hari seperti ini? Kamu pikir aku hansip penjaga poskamling, hah?!
Kamu hanya tertawa, menertawakan kicauanku yang menolak perintahmu untuk pergi keluar. Kamu terus memaksa, aku tak berdaya.
Ku ambil sweater di lemariku, entah sweater mana yang ku pakai saat itu. Bergegas aku menuruni tangga sampai lupa menutup pintu kamarku. Aku sedikit berlari menuju teras rumah dengan handphone yang masih ku genggam, tak ku dengar lagi suaramu disana. Saat ku membuka sedikit tirai dari balik jendela, ku temukan sesosok lelaki yang sedang berdiri membelakangi pintu rumahku. Ku buka pintu rumahku, dan apa ini yang ku lihat? Ku temui sosokmu disana, memberiku senyuman dan mengelus rambutku. Tak banyak yang aku lontarkan. Begitu juga dengan mu, tak banyak yang kamu ucapkan kala itu.
Yang masih ku ingat, kamu tersenyum dan berkata "Selamat ulang tahun perempuanku, semoga kau menua dengan kecantikan yang selalu ku rindukan." sembari memberikan sebuah kotak kecil dan setangkai mawar berwarna merah muda yang sampai sekarang ku simpan di ruangan kamarku ini. Terima kasih, wahai Tuan yang selalu hadir dengan berjuta-juta kejutan untuk hidupku.
Sengaja ku tuliskan sedikit tentang perbincangan kita di teras rumahku pada dini hari itu. Pukul 02.00, waktu yang ingin ku hentikan sejenak dan waktu yang akan selalu ku rindukan hingga saat ini. Mengenai perbincangan dini hari yang teramat singkat itu, aku mengakui bahwa kamu adalah kejutan yang selalu aku nantikan di setiap hari-hariku. Terima kasih atas segala kiriman do'a yang (mungkin) selalu kamu panjatkan pada Tuhan. Maafkan aku, yang hanya bisa mengirimkan selembar surat ini dengan balutan segala do'a didalamnya. Untukmu, hanya do'a untukmu.
Semoga dia membacanya :)
BalasHapusAku harap juga seperti itu.
HapusTerima kasih fikri, sudah berkunjung :)