Selamat sore, Tuan ...
Disini awan mendung kembali merajai duniaku. Sendu penuh pilu yang berselimut menjadi rindu. Rinduku padamu, Tuan ..
Yang hingga kini masih tersimpan dan mengendap di dalam dada. Sulit rasanya untuk mengutarakan apa yang ku rasa ini, Tuan ...
Tuan, bagaimana keadaanmu disana?
Ku harap baik-baik saja. Tuan, entah kau akan menganggapku pengecut atau pecundang. Bagiku sama saja, sama-sama tak ada harganya, tak berharga. Menyimpan cinta dan menyembunyikan kasih sayang untuk mu.
Tuan, tunjukkan cara agar aku bisa melupakanmu. Jika kau tak bisa menunjukkannya, setidaknya tunjukkan padaku cara untuk berpaling darimu. Aku mulai letih mencintaimu, maaf!
Tuan, aku bukan perempuan yang memiliki segala. Bukan pula perempuan yang selama ini engkau dambakan. Tapi Tuan, apakah dengan keadaanku yang serba kekurangan ini, aku tak berhak mencintaimu? Katakan saja yang sejujurnya. Tak mengapa Tuan ... jika itu kehendakmu, jika aku tak berhak akan hal itu, aku akan mencoba untuk perlahan-lahan menjauh darimu. Maaf, ku hanya mampu melakukannya secara perlahan, karena aku tak mampu menjauh dari mu.
Aku kalut, tersiksa dengan perasaan terpendam yang terpaksa ku pendam. Entah sampai kapan aku kuat bersembunyi dan menyembunyikan perasaan ini dari mu. Tuan, bagiku kaulah isi semestaku. Penuh, ramai, selalu menarik perhatian, aku tak pernah merasa bosan untuk mencintaimu (meski lelah). Bagiku, kau lah pemilik hatiku meski takkan pernah bisa ku miliki.
Aku sebenarnya malu, Tuan .. berbicara panjang lebar tak tentu arah. Tanpa bisa mendapat jawaban tentang ini semua. Tentang perasaan yang ku miliki, yang takkan pernah kau rasakan. Maaf, aku masih bersembunyi di keramaian, melihat dan memandangmu dari kejauhan. Tapi tenanglah, Tuan ... Aku takkan melakukan sesuatu yang gila, yang mungkin akan membuatmu risih dan membenci ku.
Selama ini, aku selalu mengamankan diri dan perasaanku. Jangan sampai ada orang yang tahu, terutama engkau. Aku tak ingin engkau tahu, tapi di sisi lain, aku ingin engkau mengetahui ini semua. Sungguh, bimbang perasaanku. Aku terlalu takut untuk menunjukkan siapa diriku, tapi aku ingin engkau menyadari keberadaanku. Tuan, aku memang pengecut. Tak kuasa berkata jujur padamu.
Tuan, maafkan aku yang jauh dari segala harapmu. Maafkan aku yang jauh dari segala dambamu. Tak banyak kata dan cerita yang bisa ku ungkapkan, selain tanda cinta melalui surat kaleng ini. Do'akan aku, Tuan ... Agar suatu saat nanti, aku mampu menorehkan pena di secarik kertas ini dan menuliskan namamu di atasnya. Sampai jumpa di lain waktu, Tuanku ...
Salam Rindu, dari yang selalu merindukanmu.
Salam Rindu, dari yang selalu merindukanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar