Kamis, 06 Juli 2023

Mengudara Bersamaku!

Senandung sapaan lembut menerpa.
Menyentuh relung hati terdalam, menerka-nerka kicauan apa lagi yang akan kau hadirkan untukku?
Tajamnya tatapanmu telah tepat menghujam jantungku, berdebar hati ini, senyum simpul yang timbul memberikan rasa manis di setiap hariku.
Akankah, engkau menjadi selamanya untukku?

Perangaimu yang tegas, membuatku yakin dan meyakini kehadiranmu.
Tempatku melepas penat, tempatku menggantungkan rindu, tempatku melahirkan cita dan cinta, tempatku melarungkan perih, (dan mungkin) tempatku pulang.
Segala sesuatu tentangmu memang selalu menarik setiap poros hati dan pikiranku. 
Oh, apakah kau sebenar-benarnya pemilik hati si wanita angkuh ini?

"Anggun" Ucapmu.
Bagaimana bisa, seorang lelaki yang teramat sempurna, terjerumus pada perangkap wanita yang memelihara monster dijiwanya?
"Menawan" Ucapmu.
Dasar bodoh, cepat atau lambat kau akan tersadar betapa berbahayanya aku. 
Aku yang jika sedikit saja tergores luka, akan membalas dengan keji. 
Inilah aku, yang mampu memberi sayatan sayatan luka yang tak akan kau temui obat atau penawarnya, selain mencintai dan menerima segala tentangku (lagi).
Apa kau siap dengan semua resiko mencintaiku?

Engkau layaknya buku bacaan yang selalu bisa ku lumat habis disetiap lembar ceritanya.
Terkadang, kau seperti anak kecil yang menaiki biang lala.
Dan aku adalah balon warna warni, permen gula-gula dan mainan kegemaranmu yang sulit kau bagi dan kau beri pada yang lain.
Takkan pernah kau bagi!
Takkan rela untuk diberi pada yang lain!
Apakah engkau, begitu takut kehilanganku?

Bagaimana jika, maut datang menghampiriku?
"Akan ku tantang maut dan ku rayu dia, untuk membawaku ke tempatmu juga"  Ucapmu.
Ya Tuhaaan, manusia macam apa yang berani bermain dengan maut?
"Manusia pemberani" Katamu tegas.
Aku menatapmu penuh, tak seinci pun ku lewati setiap guratan di wajahmu. 
"Tampan" Gumamku.
Lalu kita tertawa dan menertawakan kebodohan yang ada.
Seolah bangga dengan dirimu, yang bisa menaklukan hati wanita yang penuh trauma ini. :')

Bisakah kita menjadi sesuatu?
"Sudah" Ungkapmu.
Bisakah kita berlari liar, bergerak bebas, berbicara lantang pada semesta tentang kupu-kupu ber-irama cinta, di kedua dada kita?
"Selalu, aku sudah mengudara sejak pertama bertemu denganmu!" Sebuah pengakuan konyol darimu.
Aku terdiam sejenak, seolah waktu terhenti hanya untukku (maap, maksudku untuk kita juga).
Apakah ini nyata atau hanya sekadar canda?
Tubuhmu yang tegap nan gagah, memeluk hangat tubuh mungil ini.
Begitu tenang, kata itulah yang terucap dari bibir ini.

Usahamu yang selalu sungguh, terlampau tulus selalu melindungi dan menyelimutiku dengan perasaan aman dan nyaman.
Hangatnya begitu terasa pada setiap malam yang terlalu kelam untukku.
Apakah kita selalu bisa mengungkapkan segalanya?
Akankah kita selalu bisa merasakan semuanya?
Apa-apa yang selalu menjadi inginmu, apa-apa yang selalu menjadi anganku, akankah kita melangkah bersama selamanya?

Tapi katamu, tak perlu ragu menyebrang pulau dan membelah lautan denganmu, bukan?
Jangankan hal sepele seperti itu, untuk terbang kelangit ketujuh pun, kau selalu mengatakan mampu dan sanggup selama bersamaku.
Lagi-lagi kau hadirkan tenang sampai ke alam bawah sadarku.

Magis, entah do'a-do'a apa yang kau rapalkan.
Yang pasti aku selalu bersyukur telah menemukan dan dipertemukan denganmu.
Manusia yang tak pernah sekalipun ku bayangkan, untuk menjadi seseorang dihidupku yang carut marut ini.
Tetap tegar menghadapiku, ya...
Tetap manis dihadapanku, ya...
Tetap setia denganku, ya...

Akan ku pastikan, aku bisa membalas segalanya.
Untuk cinta kasih, rindu yang setiap detiknya selalu meletup-letup, sentuhan lembut, sapaan hangat serta senyuman manis darimu, ku haturkan terima kasih, Tuan...
Bersamamu aku hempaskan luka derita, karena bersamamu aku selalu terbang gembira, mengudara bersama semua kebahagiaan di setiap atmosfer bumi.
Satu pintaku, kekal lah aku dihatimu!
Hingga aku akan selalu berakhir dipelukanmu.



Minggu, 06 November 2022

Sulung

Bahagia tak lagi sederhana bagiku.
Dulu, aku cukup bahagia meski hanya sekadar memiliki permen gula-gula yang memenuhi genggaman.
Aku juga sudah sangat bahagia kala itu, meski hanya sekadar memiliki balon warna warni yang masa hidupnya tak berlangsung lama. 
Satu persatu balon itu akan mengempis, karena jatah udara di dalamnya sudah habis.
Banyak hal-hal kecil, sepele bahkan tak begitu berarti, namun bisa membuat lengkungan indah di bibirku.
Aku yang dulu, begitu bahagia dengan hal-hal kecil yang remeh temeh. Begitu sederhana, bukan?

Masih terngiang, ucapan Ibu yang selalu memanggilku jika aku bermain terlalu jauh dari jarak pandang Ibuku.
"Hati-hati" katanya, 
"Pelan-pelan jalannya, jangan sampai jatuh, ya.." Ucapnya lagi.
Tak jarang, Ibu menggandeng tanganku, saat kami melewati beberapa jalan yang terjal.
Aku masih mengingatnya, setiap detail kejadian saat Ibu selalu ada untukku.
Baginya, aku adalah si Sulung yang sangat berharga. 
Puja puji selalu beliau lontarkan padaku, katanya aku sangat cerdas, aku sangat pandai memahami setiap hal baik yang Ibu ajarkan kepadaku.
Tapi menurutku, bukan aku yang cerdas, melainkan memang Ibu yang istimewa. 
Ibu adalah seorang guru yang serba bisa, teramat baik untukku, sabar dan penuh kasih sayang.

"Bu, bolehkah aku kembali ke masa kecilku, saat aku berusia 3 tahun?"
Hari ini, saat warna langit berubah jingga, tak sengaja aku membuka album foto semasa dulu.
Atmosfer kenangan masa kecilku menyeruak, memenuhi dinding kamar putri sulungmu yang sudah beranjak dewasa.
"Anakmu ini sungguh imut ya, Bu??" 
Menari, memegang buah ceri sambil tersenyum di pesta ulang tahun yang ketiga.
Bisa tidak, aku kembali menjadi manusia lugu nan polos seperti di foto itu?
Aku terlihat sangat senang dan bangga menggunakan gaun pesta berwarna orange.
Terima kasih ya, Bu.. 
Sudah selalu membahagiakan aku sedari kecil.

Kalau boleh aku bercerita, mungkin karena kenangan-kenangan masa kecil itu lah, yang membuatku bertahan hingga saat ini.
"Bu, mengapa dunia orang dewasa yang dulu aku kira bisa memberikan kebahagiaan yang lebih, begitu berbeda dengan yang aku bayangkan?" 
Duniaku kini telah berubah, menjadi sedikit rumit dengan bumbu-bumbu drama yang ku dapatkan dari manusia-manusia di sekelilingku.
Tak jarang, aku menghindari mereka. Manusia yang kadang sengaja atau tidak sengaja akan menyakitiku. Dan tak jarang, aku membenci sebagian dari mereka.
"Bu, bisa tidak semua manusia di bumi ini memiliki perilaku sepertimu?"
Yang selalu menjaga, menyayangi, mencintaiku dengan tulus, pun selalu menerima aku apa adanya.

"Menjadi dewasa itu menakutkan ya, Bu?"
Semakin bertumbuh, aku semakin takut dan benci dengan kegagalan, takut akan tersakiti, takut kehilangan serta takut akan perpisahan.
"Bu, mampukah engkau selalu ada menemaniku di dunia yang fana ini?"
Bisakah, Ibu tetap dengan perawakan yang seperti ini, tanpa menua sedetik pun?
Biar aku, yang tumbuh dewasa, biar aku yang menua. 
Agar seumur hidup aku selalu bisa melihatmu. Semoga semesta bisa mengabulkan keinginan absurd-ku ini ya, Bu.

"Bu, apakah punggung anak sulungmu ini mampu memikul setiap cobaan hidup yang ada?"
"Aku yang pertama kan ya, Bu?"
"Aku anak yang paling kuat dibanding adik-adikku kan ya, Bu?"
Maaf ya, Bu.. Jika sepertinya aku tak setangguh yang Ibu harapkan. 
Tak jarang, aku menyembunyikan tangisan yang menyedihkan itu. 
Tak sekali dua kali aku mengutuk sesuatu yang membuatku hancur dan kecewa.
Aku tak cukup kuat dan sabar untuk mengatasi kesakitan yang ku miliki, Bu.
Selalu aku berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang membahagiakan, tapi hingga detik ini, yang selalu aku dapatkan hanya kesakitan.

"Maafkan aku ya, Bu.."
Aku tak begitu pandai menjaga diri sendiri.
Acap kali hatiku tersayat oleh orang asing.
Seseorang yang ku anggap pangeran, ternyata ia hanya seorang manusia brengsek yang berani-beraninya telah menyakiti anakmu.
Entah seberapa dewasanya aku, tetap saja aku tak begitu pandai memahami maksud kedatangan seseorang di dalam hidupku.
Aku masih menerka-nerka, apa yang akan diberikan dan apa yang akan aku dapat dari dia (seseorang yang baru) di dalam hidupku.
Tapi Ibu tak perlu khawatir, biasanya saat aku sedang patah, aku akan bisa menyembuhkan lukaku sendiri.
Entah dengan cara apa aku pulih, entah butuh berapa lama aku untuk bangkit. 
Yang pasti, anakmu ini akan tetap bertahan dengan sayap-sayap cinta yang tersisa.

Ibu pernah berkata, berjalan dan bertindak dengan tuluslah engkau. 
Walau tak semua isi semesta bisa memberi hadiah yang manis kepadamu, setidaknya kau mampu menanam benih kebaikan untuk setiap orang yang kau temui.
"Bu, mengapa engkau selalu mengajarkan kebaikan, ketulusan, kejujuran kepada anakmu ini?"
Apakah Ibu tak mengetahui, jika seisi semesta ini nyaris menggila?
Setiap orang yang memberi kebaikan, ketulusan bahkan kejujuran, akan selalu kalah dan menjadi payah.
Ya, karena terkadang aku selalu bertemu dengan seseorang yang tak sepadan denganku.
Aku baik, dia jahat.
Aku tulus, sedangkan dia tidak.
Bahkan aku melahirkan kejujuran untuknya, sedang dia membinasakan aku dengan penuh kebohongan.
Haruskah aku menjadi seseorang yang sama jahatnya, seperti dia?
Aku merasa seperti orang yang bodoh, yang di olok-olok oleh mereka yang mencurangiku.

"Tapi, tenang saja ya, Bu.."
Meski kegetiran ini harus aku telan banyak-banyak, percayalah bahwa aku akan tetap berusaha menjadi aku.
Aku, anak sulungmu yang bertindak tegas namun tetap memiliki sisi lembut dan pemaaf.
"Aku tidak akan menjadi lemah, hanya karena memaafkan dia dan mereka kan, Bu?"
Jika di waktu yang lalu aku menyuarakan kutukan untuk mereka yang kurang ajar kepadaku, kini aku lebih memilih menyorakkan karma kebaikan untuk mereka, agar semua yang baik akan kembali kepadaku juga.
Satu persatu aku maafkan, satu persatu aku coba lepaskan, satu persatu sudah bisa aku relakan.

Bukankah, hidup tenang lebih sempurna dari pada hidup berbahagia?
Persis seperti yang Ibu katakan, suka dan duka takkan pernah kekal. Setiap waktu akan berganti, sesuai porsinya setiap kita yang hidup akan merasakan suka dan duka.
Tetapi jika jiwamu tenang, maka hidupmu akan abadi dalam kedamaian.
"Lantas, kapan aku bisa memanen ketenangan itu, Bu?"
"Harus berapa lama lagi aku menunggu ketenangan yang kekal itu datang ya, Bu?"

"Bu, mimpi-mimpiku akan terwujud kan, ya?"
"Aku tak akan selalu berhadapan dengan mimpi buruk kan ya, Bu?"
Aku percaya Tuhan teramat baik terhadapku & keluarga kita.
Aku meyakini kenyataan yang ada akan lebih baik dari apa yang ada di dalam impianku.
"Bu, tetap perhatikan anak sulungmu ini, ya.."
Kalau boleh aku memohon, "Bisakah Ibu tidak perlu risau perihal teman hidup untuk si sulung ini?"
Cepat atau lambat magis asmara itu akan datang menjemputku, di waktu yang tepat.
Dia akan menepati sumpah dan tak sekadar berjanji untuk selalu bersama anakmu dalam suka dan duka, tapi dia akan hadir di saat ini hingga waktu aku menua nanti, dia akan selalu ada. 

Akan ku pastikan, aku juga bisa memiliki seorang raja yang akan menjadikan aku sebagai ratu satu-satunya di hidup dan dunianya.
"Sama sepertimu kan ya, Bu?" 
Bapak yang selalu menjadikan Ibu sebagai ratu paling beruntung di jagat raya ini.
Bapak cinta pertama bagi anak sulungmu ini. aku beruntung memiliki kalian berdua di semesta yang (kadang) gersang dengan segala kisah yang mengejutkan.

"Bu, terima kasih ya.."
Ibu selalu menghangatkan saat duniaku begitu dingin dan kelam.
Engkau selalu memberi cahaya di setiap alur nadi dihidupku.
Untuk Bapak, "Terima kasih juga ya, Pak.."
Karena Bapak sudah menjadi seorang pria yang selalu siap menjadi tameng dan garda terdepan bagi keluarga kita. 
Terima kasih karena kalian telah berhasil menciptakan keluarga, sebagai tempat yang pantas untuk aku pulang. 
Sejauh kaki ini melangkah, sejauh apapun jarak yang ada, kalian adalah rumah terbaik & ternyaman tempatku berpulang.

"Janji, untuk hidup lebih lama & berumur panjang ya, Pak... Bu!" 
Aku masih ingin dan akan selalu ingin melewati lorong waktu bersama Ibu dan Bapak, mohon untuk tetap sehat, kuat dan bahagia.
Karena putri sulungmu ini masih berproses untuk memiliki hidup yang lebih baik dan lebih bahagia, dengan ketenangan yang hadir dari damai dalam dirinya. 
Jika hari itu telah tiba, tolong ikhlaskan aku untuk pergi berpetualang dengan pangeran yang kalian restui, ya..
Aku dan dia juga akan berjanji membangun istana yang kami idamkan selama ini.
Aku dan teman hidupku nanti juga akan bertumbuh dan bersama seperti kalian, berdua, beriringan serta memiliki buah hati yang menggemaskan.

"Selalu dan tetap merapalkan do'a bagi putri sulung dan anak-anakmu yang lain ya, Pak.. Bu."
Karena setiap kata dari do'a-do'a mustajabmu, akan selalu terdengar dan di dengar oleh sang Maha Kuasa. 
Aku bangga menjadi putrimu, Aku menyayangi Ibu dan Bapak, selamanya. ♡






Minggu, 12 Juni 2022

Yang Tak Seharusnya Dirindukan

Rindu (si)apa yang sedihnya paling kekal?
Bukan rindunya tanah tandus pada segerombolan hujan, sayang..
Juga bukan rindunya sebuah pohon pada hembusan angin.
Rindu mana yang memiliki jarak terjauh di muka bumi ini?
Rindunya seseorang yang diam-diam memelukmu dalam do'a.
Rindunya seseorang yang tak henti-hentinya membisikkan namamu dalam do'a.
Tak terlihat oleh mata siapapun, tak diketahui oleh siapapun.
Semenyiksa itu, merindukan seseorang yang tak selayaknya dirindukan.

Berjuta-juta kali sayatan kekecewaan hadir di hati, tak jua pudar rasa tulus mencintai ini.
Apa yang diharapkan dari seseorang yang penakut? 
Dari seseorang yang gemar bersembunyi dan menyembunyikan?
Entah mantra apa yang menutupi mata ini, sehingga masih saja dibutakan oleh rasa ingin memiliki.
Walau jelas tak ada upaya, memperbaiki atau mengobati, yang kau lakukan hanya mengucap maaf beribu-ribu kali. 
Tak setimpal dengan kekecewaan yang ku dapat, bukan?

Mencoba untuk singkirkan aroma rindu ini, acap kali aku berhasil, walau terkadang gagal dan terperosok dalam genangan kenangan yang kelam.
Tidak, tak seharusnya aku mengingat kebodohan yang pernah ada. 
Bagimu menyenangkan, membanggakan, sedang bagiku menyedihkan dan memalukan.
Bisakah aku menghilang dari semesta ini?
Atau jangan biarkan aku ditemukan oleh sosok sepertimu.

Merindukan setiap inci peristiwa yang pernah dilahirkan, sesak dalam dada pun tak dirasa. 
Aku merindukanmu dengan cara yang berbeda, aku merindukanmu bukan untuk dihadiahkan dengan pertemuan sakral.
Aku merindukanmu untuk pembelajaran hidup, bahwa cinta tak pernah terasa cukup.

Tak akan bisa sepasang manusia yang saling mencinta menjadi genap, bila tak sama-sama berkaca.
Coba tanya pada dirimu, mampu kah kau berupaya lebih untuk kebahagiaanmu dan orang asing yang kau inginkan hidup bersamamu selamanya?
Coba bicara dengan dirimu, berkaca pada cermin yang usang itu!
Mampukah kau meyakinkan dunia, untuk apa-apa yang menjadi sumber ketenangan dihidupmu?
Nyatanya, (aku) kau tak akan mampu. 
Entah tak mampu atau belum mampu, yang pasti kita sudah menjadi payah sejak awal.

Kini semua menempuh jarak terjauh.
Menyisakan teka-teki yang harus dipecahkan oleh hidup masing-masing.
Sebisa mungkin tak kembali, tak menoleh pada apa-apa yang berada dibelakang.
Walau arahmu sudah terbaca olehku, sedari awal kau hanya ingin singgah.
Tak sedikitpun membawa rasa sungguh dan tak berniat menjadikan ku, satu-satunya tempatmu untuk berpulang.

Aku terus bersusah payah, menyingkirkan semua bayang tentangmu.
Mengambil serpihan-serpihan hati yang masih bisa ku perbaiki sendiri, ini sungguh melelahkan!
Salahku yang tak bisa menjadi sepertimu.
Andai saja aku bisa sepertimu, yang bebas berlari dan melompat kepada jiwa-jiwa baru untuk menyembuhkan luka.
Untuk kali ini, kau hebat dengan segala skenario yang kau buat.
Tapi dilain hari, mungkin saja engkau yang akan menjadi aku.
Menjadi aku yang terlampau sungguh, pada sesuatu yang tak pernah menjadikanku utuh.



Selasa, 03 Mei 2022

Perbincangan Dini Hari

Seharusnya, sedari awal tak ku taruh harap selain pada-Mu.
Seharusnya aku tahu, sesuatu yang ku takutkan itu akan terjadi. 
Akan berakhir sama, persis seperti yang sudah-sudah.
Maaf, lagi-lagi aku lalai memenuhi perintah-Mu.
Lagi-lagi aku terbuai pada kebahagiaan yang semu.

Aku tahu kau benci jika aku menduakan-Mu.
Tak ada cinta dan kasih yang selalu ada dari saat aku menutup mata di malam kelam hingga membuka mata di pagi terang, selain cinta dan kasih-Mu.
Maaf, lagi-lagi aku bersimpuh dalam keadaan lemah tak berdaya.
Mengadu perihal keinginan yang tak sesuai, menangis dan menyesali kebodohan yang aku lakukan.

Di hadapan kemegahan kuasa-Mu, Tuhan...
Kembali ku katakan semua keluh kesahku, aku rindu berdialog dengan-Mu di dini hari seperti ini.
Heningnya malam, membuatku nyaman mengalirkan air mata.
Aku menangisi salah satu ciptaan-Mu, Tuhan...
Aku mendo'akan segala kebaikan untuknya.
Walau aku tahu, dia telah menyakitiku dan aku juga pasti menyakitinya.
Aku tetap merapalkan do'a-do'a magis untuknya.

Aku hamba-Mu yang lemah dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang aku miliki, aku bersimpuh pada-Mu, buatlah aku menjadi mudah.
Biarkan aku tenang dengan segala takdir-Mu, Tuhan...
Ku yakini, Engkau maha pemberi segala yang terbaik dan terpantas untukku.
Aku tahu, Engkau selalu menghindarkan aku dari segala sesuatu yang buruk.
Jika ini memang takdirku, mohon berikan jalan yang lapang. 

Ijinkan aku melepasnya karena-Mu.
Ijinkan aku melupakannya karena-Mu.
Ijinkan aku merelakannya karena-Mu.
Biarkan aku meleburkan segala perasaan yang ada.
Biarkan aku menyembuhkan segala lukaku yang menganga.
Biarkan aku berdiri pada diriku yang selalu lebih mencintai-Mu, Tuhan...
Jangan biarkan aku merasakan sakit pada cinta yang salah (lagi).

Terbangkan ia pada langit ingatan yang jauh dari pikiranku.
Simpan ia pada tempat di hatiku yang paling dalam, yang sulit ku jangkau.
Pelihara ia sebagaimana hamba yang Engkau sayang, Tuhan...
Bimbing ia untuk selalu berada di jalan-Mu.
Sehingga aku bisa dengan tenang meninggalkan segala apapun tentangnya.

Aku paham betul, seseorang yang Engkau datangkan padaku bisa saja menjadi ujian dalam hidupku.
Tapi jika boleh aku meminta, untuk yang selanjutnya, bolehkah Engkau datangkan seseorang yang tepat untukku?
Seseorang yang Engkau restui dan ridhoi hidupnya hanya untukku!

Jika yang selanjutnya, adalah seseorang yang tepat untukku.
Ijinkan kami untuk saling menemukan.
Pertemukan kami, dekatkan kami, persatukan kami karena-Mu, Tuhan...
Ijinkan kami menyempurnakan separuh agama kami. 
Permudah itu semua, Tuhan... 
Aku memohon dengan sungguh. 

Namun, jika aku tak pantas menerima hal itu dari-Mu.
Jika Engkau berkehendak, untuk maut datang lebih dulu kepadaku, mohon bawa aku dalam keadaan yang sebaik-baiknya dengan pengampunan dosa dari-Mu.
Aku terima semua takdirku, hanya Engkau penolong dan pelindungku.
Sang pemilik alam semesta, tak ada sesuatu yang mustahil bagi-Mu.
Aku percaya pada semua alur hidup yang Engkau beri untukku, wahai Ilahi robbi.




Kamis, 21 April 2022

Kamuflase

Bersembunyi jika memang kau merasa takut. 
Tak apa, aku takkan berbicara pada darat ataupun lautan.
Jika diam bisa membuatmu tenang untuk sementara, silakan untuk mematung sejenak.
Apakah, tujuanmu selalu berlari dari masalah yang ada?
Jangan berpikir, semua hal adalah sederhana.
Jangan pernah merasa kata "maaf" cukup untuk mengubah segalanya. 

Ya ... Lagi pula, apa yang bisa dilakukan oleh seseorang yang gemar berkamuflase?
Peranmu cukup hebat, ya? :')
Entah jiwa-jiwa lugu mana lagi yang sedang kau incar.
Entah siapa lagi yang akan menjadi incaran anak panahmu.
Di sini, tak sedikitpun aku melihat ke arahmu.
Aku berbalik, bertolak belakang jauh dari tempatmu berada.

Tapi entah, mengapa selalu ada suara-suara yang ramai, seolah mengumumkan segala baik dan burukmu?
Apa semesta sengaja, melakukan itu kepadaku?
Sepertinya aku belum diperbolehkan untuk rehat dari apa-apa tentangmu.

Kalau boleh seorang Puan ini bertanya, sedang apa kau di sana?
Masih sering bermain dan bersembunyi?
Apakah kau menikmati malam demi malam, waktu dimana kau merencanakan sesuatu?
Untuk kali ini, kamuflase apalagi yang akan kau lakukan?

Maap Tuan, untuk setiap pertanyaan lancangku terhadapmu.
Aku sudah cukup sadar diri, dengan semua kenyataan yang ada.
Kau tahu, aku sedang kembali menjadi aku.
Aku kembali bercerita, aku bernyanyi, aku menari, aku memeluk diriku lagi.
Aku terlahir kembali, menjadi seseorang yang mencintai diriku.

Kini, aku akan membuat masalah untuk semua hal yang ada disekitarku.
Aku takkan lagi memikirkan perasaan manusia yang lain.
Darimu aku belajar, untuk tidak menjaga perasaan seseorang. 
Karena untuk apa aku menjaga perasaan orang lain, sedang mereka (dan engkau) tak sedikitpun menjaga perasaanku.

Mulai detik ini, aku akan berkamuflase menjadi seseorang yang bodoh, yang berpura-pura tak mengetahui apapun.
Aku akan menjadi seseorang yang mati rasa. 
Aku akan menjadi pandai sepertimu, yang sangat betah dan nyaman berkamuflase.



Sabtu, 16 April 2022

Petuah

Konon katanya, lebih baik dicintai daripada mencintai.
Benarkah demikian?
Aku rasa tidak, nyatanya dicintai tak melulu membawa seseorang pada puncak kebahagiaan.
Karena, percuma jika kau hanya cukup dicintai tanpa diupayakan dan tidak diinginkan secara utuh.
Masihkah kau berbangga dengan dicintai oleh seseorang?

Yang bisa membuatmu tetap hidup dan merasa cukup hanya saling mencinta. 
Sejajar, setara, berkedudukan sama. 
Jika dua insan yang berbeda saling mencinta, mungkin saja energi semesta akan lebih mudah mempersatukan. 
Dan dua insan itu pun, akan berupaya saling melengkapi, saling menerima dengan sungguh tanpa ada kata tapi.

Pernahkah kau mendengar, seseorang bijak yang berkata "Dengan duka, kau akan lebih kuat dan menghargai suka".
Apakah untuk menjadi lebih kuat dan bisa meramaikan suka cita, aku harus terus menerus menimbun duka?
Harus melangkah, bertemu dan membuka hati untuk siapa lagi, agar aku bisa lebih kokoh dan kuat untuk menghadapi kekonyolan dunia?
Harus berapa luka lagi yang ku takar, hanya untuk mendapat suka cita yang abadi?

Katanya, kita abadi yang fana itu waktu.
Nyatanya waktu yang mengabadikan kefanaan perasaan yang ada.
Perasaan yang mengganggu, yang kadang datang di jam-jam sunyi saat purnama.
Sebuah rasa yang mengundang tawa, mengandung tanya dan tak jarang di akhiri dengan air mata.
Seandainya waktu bisa terulang, akan ku hapus semua ingatan yang payah ini.

Berkali-kali aku disuapi kalimat penenang.
Kata mereka "sembunyikan percintaanmu, agar terhindar dari si pengganggu".
Sudah kulakukan seperti apa yang mereka sarankan.
Tak berniat pula aku umumkan pada semesta, tentang apa-apa yang aku punya dan ku capai.
Sampai satu persatu bukti menyeruak, merusak pertahanan dinding kepercayaanku.

Nyatanya, mau disembunyikan atau dirayakan, seseorang pecundang akan selalu menjadi pecundang.
Si perusak yang merusak segalanya.
Oh, tak lupa juga seorang pengganggu akan selalu ada dan siap mencari celah pada hati si pecundang.
Mereka berbondong-bondong agar aku percaya pada cintaku.
Sedang cinta yang ku percayai ini, terus menerus menipuku.

Petuah mana lagi yang harus aku dengar dan ku lumat habis setiap kalimatnya?
Mereka hanya mampu berucap, tanpa mau melihat, mendengar dan menyelami apa-apa yang aku rasa.
Tapi mungkin aku masih beruntung, masih memiliki banyak orang yang memperhatikan setiap gerak gerik yang ku lakukan.

Tapi tolonglah, jangan memaksaku untuk selalu mendengar apa kata mereka.
Yang katanya "Merelakan akan membawamu pada ketenangan".
Seandainya semua cucu Adam dan Hawa ini mau mengerti, bahwa merelakan tidak sesederhana itu.
Merelakan tak semudah yang terucap.
Seperti aku yang sudah merelakannya, walau dengan luka yang masih menganga.

Jumat, 25 Maret 2022

Pupus

Merebah jiwa-jiwa yang lelah.
Luluh lantah di terpa nestapa.
Bahagia-bahagia sekadar asa.
Hati mati tak lagi kenal rasa.

Kekal hidup dalam ingatan.
Hancur jadi santapan kenyataan.
Memimpikan utuh untuk tumbuh.
Ternyata jatuh berkali-kali rapuh.

Terjerat rindu tak berujung temu.
Do'a-do'a magis tak terbendung.
Tangis berderai menandakan runtuh.
Terbata merapal kalimat yang sendu.

Seluruh tanya menjalar di pikiran.
Perihal lelaki di ujung tanduk.
Serta perempuan di paruh waktu.
Berbalik, berpisah, berbeda arah.

Asmara punah menjadi abu.
Di larung haru ke laut biru.
Semesta diam berkabung.
Sakralnya cinta kini telah terkubur.