Sabtu, 27 September 2014

Alika Yang Cantik (Cinta Yang Mati)

Alika yang cantik, kini aku berdiri sendiri disini. Mencoba menikmati senja dengan tiupan angin yang menurutmu syahdu itu. Aku sulit untuk merasakan apa-apa yang kau rasakan selama ini. Tapi untukmu, aku rela berlelah-lelah mencobanya.

Alika yang cantik, aku juga sedang mencoba menikmati suasana itu. Suasana hujan yang mungkin selalu merusak senjamu. Yang menurutmu riuh suara hujan yang datang bergerombol itu, selalu mengganggu ingatanmu tentang ku. Aku sedikit merasakannya, kenangan yang dengan mudahnya di atur oleh rintikan hujan yang jatuh itu. Itu sungguh tidak menyenangkan, karena untuk kali pertama, aku bisa mengenangmu dalam rintik hujan.

Alika yang cantik, aku tak pernah mengerti mengapa kau menyukai sudut di kedai kopi itu. Kata mereka, kau sangat gemar duduk-duduk sambil memperhatikan ku dari arah sini sambil menikmati secangkir kopi. Maaf, apa enaknya memperhatikan seseorang dari jauh? Apa enaknya melihat seseorang dari sisi lain yang gelap? Mengapa waktu itu tak kau tunjukkan saja sosokmu? Kenapa Alika?

Alika yang cantik, dilain waktu aku mencoba untuk menikmati ice cream chocolate kegemaran mu. Rasanya manis, aku suka. Rasanya bisa dibilang sama seperti perasaanmu terhadap ku. Iya, manis. Aku pun tahu perasaanmu dari mereka, dari kabar berita yang beredar. Jika memang perasaanmu manis, mengapa kau tak jujur dan menemuiku?

Alika yang cantik, kau pernah melihat karang yang diterpa ombak? Terus menerus diterpa, hingga lambat laun karang itu terkikis. Tapi setidaknya, sosok karang itu tegar. Sekarang, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau memiliki sifat setegar karang itu? Lagi-lagi aku dengar dari mereka, tentang engkau yang berjuang dan bertahan mencintaiku secara diam-diam. Tentang engkau yang berdiri dan berharap secara tenang. Kau terkejut tidak, aku mengetahui hal itu?

Alika yang cantik, sepertinya engkau sangat cerdas. Cerdas menyembunyikan perasaanmu, cerdas menutupi kekagumanmu, cerdas memelihara cintamu, cerdas menjaga ketulusanmu, bahkan cerdas dapat mengasihiku dengan baik. Bagiku ini istimewa, Alika ... Meski aku tak pernah tahu tentang semua itu darimu.

Alika yang cantik, disini aku belajar untuk berbincang dengan dinding kamar. Ibu mu bilang, kamu sering melakukan hal itu, hanya untuk mengutarakan perasaanmu kepadaku. Mengapa semiris itu, Alika?
Tahukah kau, aku disini sulit utuk melakukan hal itu. Kau memang hebat, Alika. Seperti kewarasan mu telah terenggut oleh rasa suka mu terhadapku. Terima kasih, Alika. Padahal aku tak sehebat yang engkau pikirkan dalam lamunan.

Alika yang cantik, setelah aku tahu semua hal tentangmu, aku belajar untuk terbangun di pertengahan malam. Mencoba sepertimu yang selalu mengadahkan tangan pada Sang penguasa waktu untuk melindungi apa-apa yang kau cintai, pada setiap pertengahan malam. Aku tahu sekarang, Alika. Untuk kesekian kali, aku mendengar dari obrolan mereka tentangmu. Dari saudaramu, keluargamu dan sahabat-sahabatmu. Kau sungguh luar biasa, Alika.

Alika yang cantik, engkau tahu tidak, kali ini aku sedang mencoba menirukan tingkahmu. Iya benar, menirukan tingkahmu! Menirukan tingkahmu, yang bangga dan senang bila melihat senyumanku. Tingkahmu yang ceria bila tak sengaja berpapasan denganku. Tapi, maaf Alika... Meski aku sudah mencoba hal ini, aku tak bisa menirukannya. Aku tak bisa menirukan tingkahmu itu. Ku kira, engkau pasti tahu alasannya, bukan?
Ini sulit, Alika..

Alika yang cantik, ku harap engkau takkan bersedih lagi karena ku. Karena ku yang (mungkin) terlalu sulit untuk kau miliki. Tapi Alika, inilah aku adanya. Aku hanya pria biasa, yang tak bisa peka begitu saja pada seseorang yang mencintaiku dalam diam. Bukan maksudku tak ingin mengenalmu, sungguh! Jika saja, waktu bisa ku putar kembali, ingin rasanya aku berada dimasa itu. Masa-masa dimana engkau disini memperhatikan dan mempedulikanku. Tak seperti waktu sekarang, yang sudah terlalu terlambat untuk semuanya.

Alika yang cantik, tahukah engkau, bahwa sudah beberapa kali aku mengunjungi rumahmu. Meski tak kudapati sosokmu disana. Meski disana aku hanya bisa mendengar sosokmu dari kakak dan Ibundamu. Alika, seandainya takdir tak merampas semua itu, mungkin sekarang aku tengah berbincang denganmu (disini). Menikmati senja di teras rumahmu, sambil sesekali memperhatikan kecantikan parasmu. Iya, seandainya saja Alika.

Alika yang cantik, tahukah engkau, bahwa sulit untukku percaya akan semua peristiwa yang terjadi belakangan ini. Sulit untuk membuatku percaya pada cerita mereka tentangmu. Sulit untuk membuatku percaya dan menyadari perasaanmu. Sulit untuk mengatakan hal ini pada keluargamu. Sulit Alika, sungguh... Aku takut untuk mengakui ini semua, aku bagaikan seorang penjahat. Iya, seorang penjahat. Penjahat yang menyiksamu dalam sebuah kesakitan batin. Kesakitan memendam perasaan pada seseorang, yang membuat sekarang seperti ini.

Alika yang cantik, beribu-ribu kata penyesalan takkan mengubah segala. Maafkan karena aku tak tahu menahu tentang cintamu itu. Maaf jika aku tak sempat mengenalmu. Maaf jika aku tak pernah bertemu denganmu. Maaf jika hingga saat ini aku tak bisa membalas ketulusanmu. Maaf untuk semua tingkah yang tak sengaja melukai hatimu. Maaf untuk semua takdir itu.

Alika yang cantik, seandainya kau bisa mendengar dan menjawab semua ucapanku tadi. Mungkin rasa bersalah ku takkan sedalam ini. Jika saja kau tak diam disini. Jika saja kau tak pergi kesana. Jika saja kau tak terpejam untuk selamanya, seperti sekarang. Mungkin aku bisa belajar untuk mengenalmu, untuk dekat denganmu, untuk bisa mengasihimu, atau mungkin untuk membalas cintamu (jika bisa). Tapi sayang, Tuhan telah menjagamu disana. Tuhan telah memeliharamu dengan kebahagiaan di surga. Tuhan telah melindungimu dariku, yang takkan mungkin lagi melukai hatimu dengan perasaan cinta yang kau pendam terhadapku.

Alika yang cantik, terima kasih untuk semua pengalaman yang penuh dengan ketulusan dalam mencintaiku (meski dalam diam). Terima kasih telah membuatku kagum dengan cerita mereka tentang rasa cintamu terhadapku. Terima kasih untuk segala yang telah kau lakukan selama ini. Kini rindu ku tak berguna untukmu, bahkan rasa keingintahuan ku tentangmu pun tak ada guna. Kini hanya secarik kertas yang menggambarkan sosok cantikmu. Dengan rinduku yang berubah lara.

Alika yang cantik, tenanglah di alam sana. Pergilah dengan kebahagiaanku tentangku. Maaf atas segala kebodohan dan ketidaktahuan ku. Ouh ya, satu pintaku padamu. Di kejauhan sana, jangan lupa untuk selalu mendo'akan yang terbaik untukku. Disini, aku akan mengirimkan do'a agar kau selalu tenang di pangkuan Tuhan. Alika, dengar janjiku ini. Semoga kita bisa bertemu di surga nanti. Terima kasih, Alika... untuk semua tingkahmu yang mencintaiku (dalam diam) secara luar biasa!

"Yang selalu kau cintai dalam diam. Teguh"

Rabu, 24 September 2014

Yang Bergerak Dan Melangkah Pergi.

Seperti awan yang bergerak dan melangkah pergi. Pergi ke suatu dataran dan bergerombol menutupi sinar mentari.  Menciptakan mendung yang berderu di kejauhan. Mengundang ribuan air langit untuk turun ke bumi.

Seperti hujan yang bergerak dan melangkah pergi. Pergi setelah meninggalkan jejak basah. Basah, tanah-tanah beraroma kenangan yang lalu dan kelam. Mengundang warna-warni pelangi untuk sedikit memberi keceriaan.

Seperti daun yang berguguran. Bergerak dan melangkah pergi. Tua, layu, ringkih tertiup angin. Pergi meninggalkan pohonnya dan bertebaran di tanah. Jatuh, diam begitu saja. Mengundang dedaunan baru untuk tumbuh dan menggantikan peran.

Seperti burung yang meninggalkan sangkarnya. Bergerak dan melangkah pergi. Sekedar melihat luasnya dunia. Terbang, terbang setinggi dan sejauh apapun yang ia suka. Mengundang apapun dan siapapun untuk mengharapnya kembali.

Seperti engkau yang bergerak dan melangkah pergi. Lambat laun, diam-diam, tanpa disadari sesuatu itu menjauh. Pergi, meninggalkan apa-apa yang selama ini dirasa bahagia. Terus bergerak, melangkah, hingga ke titik paling jauh. Melangkah lah sepuas kakimu, agar engkau tahu alasan untuk kembali. Mengundang rasa yang kini hambar, untuk kembali menjadi sesuatu yang penuh rasa.


--- Teruntuk engkau yang (selalu) begerak dan melangkah pergi. Mengapa kau memutuskan untuk datang? Mengapa memutuskan untuk datang, jika memang tak bisa diam dan tinggal disini? Tapi, tak mengapa. Bergeraklah menuju kebebasan, melangkahlah kemana pun kau ingin melangkah. Tapi ingatlah, berapa lama pun engkau pergi, sejauh apapun engkau melangkah. Hanya aku. Hanya aku satu-satunya tempat yang pantas untuk kau kembali. Hanya aku satu-satunya tempat yang layak untuk kau tempati. Untuk mu, aku mohon. Diam dan tinggallah disini. ---

Minggu, 14 September 2014

(Kejutan) 14 September, Di Setiap Tahun

"Malam ini, ku coba kembali menguatkan diri untuk mengahadapi kenyataan."

Tuan, kali ini hampir habis kata dan daya ku untuk mengungkapkan setiap bait kalimat yang sudah lama ku rangkai dalam hati. Iya, kalimat yang ku buat untukmu. Iya, kalimat yang sangat ingin ku ucapkan padamu di hari kelahiranmu saat ini.

Tepat pukul 24.00 wib di setiap tahunnya, 14 September selalu menjadi tanggal yang istimewa untukmu, bukan? Aku pun!!!
Bagiku, 14 September itu adalah tanggal dimana aku selalu merasakan perasaan yang tak biasa, perasaan yang bercampur dengan segala, perasaan yang membuncah ke permukaan.

Entah, rasa bahagia karena melihat mu (meski dari kejauhan) yang semakin dewasa menjalani hidup. Entah, rasa terharu karena aku masih bisa membayangkan lengkungan senyuman di bibirmu itu. Entah, rasa kesedihan yang tak dapat ku ukur lagi, karena aku tak bisa dengan nyata mengucapkan, merayakan kelahiranmu ini. Entah, rasa takut yang dari hari kehari semakin menggerogoti perasaanku, karena sampai saat ini aku masih memilih untuk mengagumi mu dari jauh. Tuan, maafkan. Aku masih selalu dan akan terus mengagumi mu.

Mungkin, bila saja engkau menoleh ke arah ku dan tak sengaja membaca penggalan kisahku ini, apakah engkau akan mengerti, Tuan?
Apakah kau akan mengerti, betapa berartinya engkau bagi diriku yang takkan pernah berarti dihidupmu?
Apakah kau akan mengerti, betapa tulusnya hati ini selalu mengucap jampi-jampi pada penguasa semesta untuk selalu membahagiakan hidupmu?
Apakah kau akan mengerti, betapa kuatnya aku? Betapa kuatnya aku menahan dan menyimpan rasa yang tulus terhadapmu selama ini.

Pasti, engkau takkan pernah mengerti dan peduli dengan keberadaan ku. Aku terus menerus mencintaimu (maaf) sedangkan kau terus menerus melupakanku.
Maaf Tuan, jika di hari kelahiranmu ini, aku membuat ulah. Mungkin engkau benci pada tulisan mellow yang ku buat ini.
Tapi Tuan, aku hanya ingin kau tahu. Aku hanya ingin menunjukkan, bahwa disini ada seseorang yang selalu mengharapkan kebaikan, kebahagiaan dan keindahan (apapun itu) terjadi disetiap alur kehidupan yang kau jalani.

Aku tak ingin melihatmu bersedih, aku tak ingin melihatmu lemah, aku tak ingin melihatmu merasakan sakit. Biarlah aku saja yang merasakan sedih, lemah dan kesakitan itu.
Tuan aku tak pernah memaksamu untuk membalas apa-apa yang ku curahkan ini. Tidak, Tuan!
Aku hanya ingin kau mampu berdamai dengan aku. Dengan aku seseorang di masa lalu mu, yang dulu selalu engkau sapa, bahkan pernah kau ajak bersenda gurau. :')

Tuan, senang mendengar engkau kembali kesini. Tak seperti tahun lalu, tahun ini kau merayakan ulang tahunmu di kota ini. Jujur, jantungku berdetak lebih kencang saat mengetahui hal itu. Kira-kira, jika aku boleh tahu, sedang apa kau sekarang, Tuan?
Sedang menikmati secangkir kopi, sembari ditemani beberapa batang rokok?
Sedang bertukar cerita klasik dengan Mama?
Atau sedang asyik bersama teman sejawatmu, menanti pergantian umur mu yang semakin dewasa?

Ah, selamat Tuan!
Ditahun ini (23th) engkau telah meraih salah satu mimpimu, untuk mendapat gelar sarjana. Entah kejutan apalagi yang akan hadir di hidupmu dan yang akan kau dapat di tahun ini. Ya, kejutan dari orang-orang yang selalu menyayangimu dan (mungkin) saja dari seseorang yang kau sayangi. Mungkin, aku tak tahu, siapa seseorang yang beruntung untuk kau sayangi itu. Tapi Tuan, aku berharap ia mampu membuat dirimu lebih sempurna, membuat hidupmu lebih berwarna, membuat keadaanmu selalu dalam keadaan yang bahagia dan penuh suka cita. Iya, semoga Tuan ... Semoga! Tak henti-hentinya aku berdo'a.

Tak perlu kau memikirkan ungkapan ku ini, Tuan. Tak perlu ...
Bahkan, kau tak usah ambil pusing dengan tingkah ku ini. Seperti biasa, aku selalu ambil bagian untuk membuat atau memberikan kejutan kecil nan tak berharga ini di setiap hari ulang tahunmu, bukan?
Pasti, lama-kelamaan engkau akan terbiasa dengan hal yang ku lakukan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Ini gila. Benar-benar gila, bukan?
Meski hanya ucapan selamat dan segelintir do'a yang kuberikan via telepon, sms atau yang ku panjatkan langsung pada penguasa semesta namun, ku harap itu akan bisa menjadi kejutan di hari istimewa mu ini.

Tuan, selamat menjalani kehidupan dengan bertambahnya usiamu. Semoga kesehatan, rezeki dan kebahagiaan selalu kekal ada disetiap kehidupanmu. Maaf, jika ini tak seberapa. Maaf, jika ini mengganggu mu. Maaf, jika ini membuatmu risih. Sekali lagi, selamat ulang tahun, Tuan :')

- Sory, Thanks, I love you -