Selasa, 17 Juni 2014

Harapan jiwa yang ringkih

Untuk jiwa-jiwa yang mulai ringkih dengan harapan. (Bisa jadi engkau, bisa jadi aku, bahkan bisa saja mereka)
Harapan yang ku tangguhkan ada padamu, senantiasa ku yakini dalam hati meski nalar memberi arti dengan sesuatu yang tak bisa terjadi.
Aku laksana kaktus berduri, yang kuat menahan terik matahari, yang kuat berdiri di daratan yang gersang, mengharapkan hujan kan membasahiku dan berharap awan teduh kan memayungiku. Aku tak tahu, apakah pengandaian itu pantas untukku yang selalu mengharapkanmu.

Tuan, disaat-saat seperti ini aku selalu menggila. Menggila, memikirkan semua hal tentang mu, membayangkan semua hal tentang mu. Tak jarang, aku juga menyelipkan harapan tentang mu disela puja puji yang ku ucapkan pada Tuhan. Disaat mentari mulai menunjukkan sedikit sinarnya pada dunia dan disaat sang bulan meredupkan semesta, selalu aku tak pernah berhenti mengharapkanmu.

Aku tahu, tak selalu yang diinginkan oleh seseorang harus terjadi dan menjadi nyata. Bahkan keinginan ku untuk bisa bersanding denganmu pun, tak harus jadi nyata. Benar kan?
keinginan ku untuk menjadi orang yang pertama menyapamu dengan senyuman di pagi hari pun, tak harus jadi nyata. Benar kan?
keinginan ku untuk menjadi orang yang terlahir menjadi cinta terakhirmu pun, tak harus jadi nyata. Benar kan?

Benar Tuan, benar .... harapan sejatinya hanya sebuah harapan, yang akan berkamuflase menjadi mimpi dan menjadi obsesi. Selayaknya manusia yang terobsesi akan mimpi itu, aku takkan berhenti diam dan hilang dari kehidupanmu, tidak Tuan.
Tapi aku akan mencoba, menjadi peri yang meng-amin-kan setiap harapan yang kau inginkan terjadi di semesta ini. Entah harapan memiliki hidup yang bahagia, entah harapan menjadi mahluk yang berharga atau harapan memiliki bidadari yang menemanimu dalam hidup dan mati.

Tuan, harapanku sama sepertimu. Sama!
berharap dapat menikmati dan menjalani hidup normal, bahagia karena memiliki harapan yang bukan sekedar harap.
Harapan dicintai dan mencintai oleh seseorang yang disayangi dan menyayangi kita, tanpa alasan tanpa kata karena tapi memang untuk mewujudkan harapan itu.
Andai saja ini semua bukan sekedar harapku. Tapi tak mengapa, hiduplah dengan harapan sepuasmu. Hingga jiwamu merasa ringkih dan tak kuat menopang lagi.

Engkau segala harapku-