Senin, 29 Desember 2014

Inilah Yang Baru

Kapan kesendirian ini berakhir?
Bukan, bukan itu. Maksudku, kapan kau mengakhiri kesendirian ini? Tak jenuhkah dengan kesendirian, atau jangan-jangan engkau sudah berkawan lama dengan kesendirian?

Apa yang membuatmu ragu?
Kesempatan untuk bahagia kembali sudah hadir di depan mata. Tapi mengapa tak kau hiraukan itu?
Mengapa kau selalu saja menghiraukan sesuatu yang telah lalu?

Itu tidak adil, dengan memikirkan sesuatu di masa lalu itu, kau hanya memperkeruh keadaanmu sendiri. Tak ada jalan keluar disana, hanya jalan buntu. Apa yang kau cari?
Tak inginkah, kau keluar dari masa lalu itu?

Keluar dan masuklah pada kehidupanmu yang baru, bersama seseorang yang baru dengan sesuatu yang baru. Siapa yang tahu, itu bisa saja membuatmu bahagia. Bisa saja, yang baru itu adalah hal yang selama ini kau nanti. Siapa yang tahu?

Engkau takkan pernah tahu, ia akan membuatmu terkesima atau membuatmu kecewa. Tapi jika kau tak mencoba, kau takkan pernah merasakan dan mendapatkan hal yang baru. Tak perlu takut untuk jatuh dan merintih kesakitan lagi. Bukankah, kau sudah terbiasa dengan hal itu?

Beranikan hatimu untuk menerimanya, membiarkannya masuk dan mengetuk pintu hatimu secara perlahan. Cukup perlahan saja, pelan-pelan. Tak perlu terburu-buru. Karena ia pun tahu, tahu akan kesakitan dan kekecewaan yang tertanam dalam hatimu selama ini.

Tegarkan dan yakinkan hatimu, bahwa ini adalah masa depan mu. Masa baru bagi jiwa, hati dan tentu saja cinta yang baru. Yang semoga saja, bisa sesuai dengan apa yang kau harapkan selama ini. Berbahagialah, karena kau pun pantas untuk bahagia dan dibahagiakan olehnya, seseorang yang baru bukan yang dulu.

Sabtu, 27 Desember 2014

Di sini, Di sana. Di Istana !

Di sini sendu, samar-samar terdengar rasa yang merindu. Menggebu-gebu karena lama tak terbalaskan. Entah memang tak terbalas atau tak sempat di balas. Yang pasti di sini ada rindu yang tak terpaut waktu. Mengenai hati yang menunggu, yang tak pernah jelas mengenai waktu untuk mengakhiri rindu itu.

Di sini mendung, awan bergumpalan di atas. Menaungi sanubari yang semakin hari semakin ringkih. Ringkih ditelan waktu, menunggu dan menunggu tanpa ada kata jenuh. Tetap menunggu meski telah jelas-jelas jatuh dan tertatih. Ini sulit tapi tak ada kesulitan yang berarti. Sangking terbiasanya bermain dengan kesunyian dalam menunggu sang penawar rindu.

Di sini pilu, kelu bahkan sudah membeku. Sejauh mata melihat, hanya ada satu yang terlihat. Sesosok bayang semu, tak nyata tapi mampu memberi senyum. Seketika hati itu merekah kembali, memancing kebahagiaan masuk dan mengisi semua rongganya. Entah apa ini benar atau salah, tapi sosok itu fiktif tak dapat disentuh oleh raga hanya bisa dirasa oleh jiwa hingga menjelma dalam sebuah bayang. Bayangan sosok itu, itulah yang ditunggu. Yang membuatnya selalu menunggu.

***

Di sana penuh haru. Meski tak pernah bertemu, tapi hati ini yakin bahwa sosok yang ditunggu itu, selalu penuh dengan kejutan. Kebahagiaan tak pernah bosan menemaninya. Segala kebaikan Tuhan selalu larut di dalamnya. Hati yang menunggunya inilah yang meronta-ronta pada Tuhan, untuk melindungi sosok yang ditunggu yang menurutnya sangat berarti di semesta ini.

Di sana selalu dihiasi senda gurau. hidupnya tak pernah peduli pada hati yang menunggu. Geraknya sangat bebas, hingga menciptakan jarak yang jauh dengan hati yang menunggunya itu. Tak pernah tahu dan mau tahu mengenai apa yang terjadi pada hati yang menunggu. Baginya, hidup ini sudah cukup sempurna tanpa hati yang menunggu. Yang hanya bisa menganggu.

Di sana biru, teduh. Tak seperti di sini yang abu. Cerah, berbinar-binar penuh dengan warna warni menyejukkan rasa. Tak kenal pilu dan kelu. Bahkan sosok yang ditunggu itu tak pernah akrab dengan kata sendu dan rindu. Karena ia tak pernah tahu apa itu menunggu. Hidupnya normal cenderung sempurna, tak pernah berharap pada sesuatu yang semu. Karena ia sumber pengharapan bagi hati yang menunggu.

***

Di sini dan di sana. Perbedaannya sungguh terasa, kacau. Tak bisakah untuk memberi penghargaan sedikit saja pada hati yang menunggu?
Di sana, mungkin tak menginginkan. Tapi di sini sangat menginginkan, sangat! Di sini rapuh, tak tahukah wahai yang di sana?

Di sana, acuh. Selalu mengacuhkan. Sedangkan di sini terlampau peduli, tak bisa membalas untuk mengacuhkan yang di sana. Menunggu dan menunggu meski berakhir kelabu, tak pernah ia mengeluh meski terkadang ia menuntut kebahagiaan untuk hidupnya juga.

Di sini dan di sana. Tak bisakah bertemu atau di pertemukan? 
Bertemu di suatu ruang yang penuh, penuh akan rasa haru dan warna biru yang mampu menyejukkan keduanya. Terutama menyejukkan hati yang selama ini menunggu. Bertemu dan di pertemukan di suatu tempat, tempat yang berisi kebahagiaan dan harapan bagi keduanya. Terutama bagi hati yang selama ini menunggu. Mungkin ruang dan tempat itu bisa di ibaratkan istana. Ya, istana!

Di istana yang mungkin tak bisa bertahan lama. Yang mungkin tak bisa bertahan lama, tak seperti rasa rindu yang kekal, yang dimiliki hati yang menunggu itu. Yang mungkin pula tak bisa bertahan lama, tak seperti keberuntungan yang kekal pada hati yang ditunggu itu. Keberuntungan untuk yang di sana, yang ditunggu. Karena beruntung selalu diharapkan dan di inginkan oleh hati yang menunggu, di sini.

Selasa, 16 Desember 2014

Membiasakan Untuk Biasa

Disini aku mencoba untuk menguntai kembali ingatan-ingatan tentangmu, yang kini telah hancur berserakan. Terbuang oleh waktu yang terus menerus memaksa ku untuk menghadapi masa depan. Masa depan yang mungkin tidak begitu menyenangkan. Masa depan yang belum tentu ku dambakan. Karena disana, tak ku dapati lagi sosokmu yang teduh itu.

Laksana lembayung, wajahmu indah untuk ku kenang. Tingkahmu selalu dapat ku ingat. Tak sulit untuk mencintaimu. Bahkan, aku selalu tahu bagaimana cara untuk membuat diriku jatuh pada cintamu (lagi dan lagi). Meski seisi semesta tahu, tak ada sedikitpun cintamu yang dapat kau balaskan untukku. Tenanglah, seberapa besar dan inginku untuk memilikimu, takkan ku buat engkau untuk bisa mencintaiku. Karena aku tak ingin cinta dengan paksaan, aku pun ingin bahagia dengan cinta yang tulus. Meski, cinta yang tulus itu bukan terpusat darimu.

Jika kemarin, disetiap harinya aku mendambakan mu, mungkin tidak untuk hari ini. Maaf, bukan maksud ku untuk mengacuhkan mu. Tapi, ini semua ku lakukan demi hati yang masih bisa aku selamatkan. Iya, aku harus menyelamatkan hatiku sendiri dari semua bayang tentang mu. Tak ingin lagi, aku merasakan sesak yang teramat sangat karena terlalu mendambakan mu. Hati ini layak, bahkan sangat layak untuk merasakan ketenangan.

Jika dahulu, disetiap waktu ku habiskan untuk memikirkan mu, mungkin berbeda dengan hari ini. Maaf, bukan maksud ku untuk tak peduli pada apa-apa tentangmu. Tapi harus bagaimana lagi?
Aku harus membiasakan diri untuk tidak menganggapmu ada. Maaf, jika aku sejahat ini. Mungkin, aku pun di cemooh oleh hatiku sendiri karena jelas-jelas memaksanya untuk melupakan mu. Melupakan seseorang yang menjadi penyambung semangat hidup itu sangat sulit. Getir rasanya. Aku pun tak sanggup, menjalaninya. Tapi aku akan mencoba, harus!

Aku harus membiasakan ini semua. Membiasakan hati yang penuh cinta, menjadi hati yang terisi perasaan biasa saja. Membiasakan pikiran yang selalu penuh dengan bayang mu, menjadi pikiran yang kosong, yang tak terisi sedikitpun bayang tentang mu.
Semua ku lakukan demi aku, demi hidupku sendiri. Karena aku tersadar, tak mungkin selamanya hidup dalam pengharapan. Pengharapan yang selamanya hanya akan menjadi harap, tanpa ada harapan lain yang menjemputnya untuk menjadi nyata.

Jika boleh jujur, sebenarnya aku tak ingin memiliki perasaan yang biasa saja terhadapmu. Aku, masih ingin memiliki perasaan yang luar biasa terhadapmu. Seandainya engkau tahu itu, mungkinkah kau kan datang padaku?
Menghampiri ku, dengan mata yang berbinar-binar itu. Menjemput perempuan yang selama ini tulus mencintaimu dari setiap sisi dan ruang yang ada pada hidupmu. Dari setiap kelebihan mu, tanpa peduli dan ingat kekurangan serta kelemahanmu, apakah engkau akan menghampiri ku?

Jika, suatu saat nanti engkau telah mengetahui semua. Tentang aku, si perempuan dengan harapan, cinta dan sesuatu yang luar biasa ini, dan bermaksud menggapai jemarinya untuk meraih kebahagiaan yang hakiki, maka datanglah padaku. Ketuk lagi pintu itu, pintu yang dahulu ku ijinkan engkau untuk masuk kedalamnya. Semoga saja belum terlambat, karena nanti (mungkin) perasaan ku tak seperti dulu, (mungkin) perasaan ku padamu sudah biasa saja. Tak ada lagi pengharapan yang tinggi terhadap sosokmu. Karena hati ini telah lelah menahan rasa yang terendap lama, pada seseorang yang tak dapat membalas ketulusan cintaku.

-- Semoga aku terbiasa untuk berpaling dari segala tentangmu --

Rabu, 26 November 2014

Bahagia Dalam Kebahagiaan

Kerutan dibawah kelopak mata nya semakin terlihat, terutama saat ia tersenyum. Aku, selalu senang melihatnya tersenyum, meski kerutan itu melengkapi senyumnya. Berbeda dengannya, yang setiap pagi sehabis mandi, ia berkaca sambil menghitung kerutan yang ada di bawah kelopak matanya. 
"satu, dua, tiga .. aduh, kerutannya semakin hari semakin bertambah ya" Ucapnya depan cermin
Aku tertawa dibalik pintu kamarnya, ternyata ia begitu memperhatikan setiap detail perubahan yang terjadi dalam diri dan hidupnya.

Tubuh ideal yang ia banggakan saat memperlihatkan foto-foto di album kenangannya pun, selalu ia bandingkan dengan berat badannya yang sekarang. Benar-benar konyol, bukan?
"Dulu, baju ini masih pantas dipakai. Coba kalau sekarang, pasti sudah tak cukup."
Aku hanya tersenyum, mendengar celotehannya sambil membuka halaman tiap halaman di album itu.

Bahkan, rambut hitam tebal nan bergelombang yang biasa ia urai dan dijadikan sanggul saat ia mengajar murid-murid di TK nya dulu pun, sudah berubah. Sekarang, ia sudah mulai menyuruhku untuk memperhatikan helai demi helai rambutnya. Karena ia merasa kalau beberapa helai rambutnya itu sudah berubah warna menjadi putih. 
"Coba deh, lihat rambut bagian belakang. Sudah ada ubannya belum sih?"
Aku hanya melihat, memegang rambutnya dengan lembut dan mencari, apakah yang di khawatirkan olehnya itu benar. :)

Tulang punggung dan pinggang yang dulu dirasakannya begitu kuat, kini mulai melemah. Terkadang, saat ia merasakan sakit dibagian pinggangnya, aku hanya bisa membalurnya dengan obat gosok dan memijitnya sekedar untuk menghilangkan rasa sakitnya. Semoga saja ia cukup bahagia dengan apa yang aku lakukan.
"Dulu ya, tiap hari dari rumah ke tempat ngajar selalu jalan. Belanja ini itu ke pasar. Sekarang, jalan kaki dari rumah ke depan Gg aja udah pegel. Ngangkat ini itu ga bisa banyak-banyak. Mungkin ini faktor U, ya?"
Ahahahaha aku selalu tertawa jika ia mulai mengeluh seperti itu.

Wanita ini, yang sekarang mulai memiliki kerutan di bawah kelopak matanya, yang mulai memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya, yang mulai risih dengan rambut hitamnya yang mulai memudar, yang sekarang sudah mulai merasakan sakit di pinggangnya, pasti memiliki kisah hidup yang penuh makna. Iya, aku yakin itu!

Dahulu, mata dengan kerutan itu selalu awas mengawasi tiap gerak satu persatu anaknya, menjadi pengintai setiap tingkah polah anaknya, bahkan sampai anak tertuanya berumur 22 tahun. Ia tetap memperhatikan buah hatinya tersebut, hingga saat ini dan nanti.

Meski tubuhnya sudah berubah tak seperti dulu, aku tetap bangga padanya. karena setauku, tubuhnya lah yang selalu menghangatkanku saat terlelap, saat dingin, saat ku menangis bahkan saat aku berada dalam keadaan yang terpuruk. Iya, tubuhnya yang selalu memelukku. Aku selalu rindu dan merindukan pelukannya.

Mengenai rambutnya yang mulai memputih pun, aku tak peduli. Aku selalu ingin menunjukkan pada dunia, siapakah wanita ini. Aku selalu bangga memperkenalkan pada dunia, mengenai siapa wanita ini. Iya, aku selalu menyayanginya, bangga sekaligus bahagia bahwa hingga kini, aku masih bisa membelai rambutnya. Meski, ia lebih sering membelai rambutku. :)

Bahkan mengenai sakit di bagian pinggang yang ia rasakan, meski ia sedikit mengeluh, ia tak pernah sedikit saja mengurangi kegiatannya untuk melayani orang-orang yang ia kasihi. Ia tak pernah mengurangi kebiasaannya untuk menemani orang-orang yang ia kasihi. Tahukah engkau, bahwa orang-orang yang kau kasihi ini, selalu memohon pada sang penguasa waktu untuk memperpanjang waktu untuk kehidupanmu?
Semoga, segala kenikmatan, kebahagiaan dan ketentraman selalu mengiringi hidupmu.

Aku percaya dan berterimakasih padamu, Tuhan. Sungguh takdir dan kuasa-Mu telah menghadirkan peri pelindung bagiku. 46 tahun yang lalu, telah lahir salah satu ciptaan-Mu. Yang bagiku nyaris tak memiliki celah kekurangan didalam dirinya. Benar, ia adalah Ibuku. Wanita tangguh, berhati lembut, memiliki ucapan yang selalu mujarab untuk diaminkan oleh Tuhan. 

Wanita yang selalu aku banggakan, aku cintai, dan aku do'akan agar selalu ada dalam perlindungan Tuhan. Karena ia adalah peri pelindungku. Terima kasih Ibu, selamat menikmati usia baru, bahagia dengan hidup penuh kebahagiaan itu kekal dan pantas untukmu, Ibu. Maaf bila anakmu ini masih belum bisa membahagiakanmu, tapi anakmu ini berjanji pada Ilahi. Untuk selalu berusaha membuat hidupmu penuh dengan letupan-letupan kebahagiaan, Ibu :')


Minggu, 23 November 2014

Kepada Sang Pengkhayal

Kepada seseorang dengan seribu khayal di kepala. 
Apakah engkau mengerti, bahwa hidup tak selalu tentang cinta?
Apakah engkau mengerti, bahwa hidup ini penuh dengan beda?
Apakah engkau mengerti, bahwa hidup bukan tentang apa yang menurutmu benar?
Apakah engkau mengerti, bahwa hidup ini sesuai takdir?

Ayolah, mengerti dan mulai menata hidupmu. Terima semua kenyataan yang ada, meski itu semua terasa pahit. Mau tak mau engkau harus melumat habis semua yang terjadi pada hidupmu. Saat khayalan mu memberi kekuatan, memberi mu dunia yang indah, kenyataan tetap memberikan mu pelajaran. Entah pelajaran dan makna hidup dari seseorang yang kau benci, entah dari seseorang yang kau cintai atau mungkin dari seseorang yang kau kagumi. Semua itu sama saja. Sama-sama memberikan mu hal yang nyata, yang terlihat bukan sekedar sesuatu yang abstrak seperti khayalan mu selama ini.

Engkau terlalu memaksakan kehendak, bertingkah sesukamu, tanpa perlu berpikir panjang akan apa yang mungkin terjadi nanti. Yang ada dalam isi kepalamu hanya dia yang jauh, yang acuh, dan tanpa segan membencimu. Iya, hanya itu!
Apa kau tak peduli bahwa yang kau lakukan itu hanya sesuatu yang membuang waktu, hanya sesuatu yang akan berujung sia-sia. Ironis bukan?
Bagaimana bisa engkau mencintai seseorang yang membencimu, wahai lelaki pengkhayal?

Seberapa besar dan kuat engkau mengganggu dan meyakinkan seseorang yang kau cintai itu, tetap saja ia takkan pernah bisa menganggapmu ada dan menerima mu. Karena ia seseorang yang mengerti akan takdir, karena ia bukan seseorang yang seperti engkau pikirkan. Kembalilah pada hidupmu yang normal dan tak perlu lagi kau mengusik kehidupannya yang sudah bahagia dengan takdirnya. Pergilah dengan kehormatan, jangan menghilang dengan caci dan makian.
Karena Cinta adalah takdir yang jelas diberikan Tuhan. Karena cinta bukan melawan takdir, seperti apa yang kau lakukan.

Senin, 03 November 2014

Di Antara Jarak

Awalnya semua biasa saja, tak ada yang perlu di khawatirkan. Bahkan semua berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Sampai semuanya berbenturan dengan jarak, yang dominan memberikan batas, jeda hingga beda di antara mereka.

***
"Dencrist ku, pagi ini aku akan pergi jogging bersama teman-teman. Siangnya aku mau pergi ke toko buku dekat kampus, sore jam 17.00 sampai selesai (mungkin malam) aku di kampus ada keperluan rapat BEM. Semoga harimu menyenangkan disana, good luck dan semangat kerjanya, ya ..."
Pesan yang ku terima pagi ini dari Naya. Cukup singkat, padat dan jelas. Setelah aku memutuskan untuk bekerja diluar kota, Naya pun mengambil keputusan untuk melanjutkan sekolah ke salah satu universitas negeri di Jakarta. Pergilah kami berdua meninggalkan kota Bandung. Kota yang banyak menyimpan kenangan serta menjadi saksi perjalanan cinta ku dengan Naya. Jarak yang cukup menyita waktu, bahkan cukup menyita perasaan kami berdua akhir-akhir ini. 

Bukan tak berdaya untuk mengalahkan jarak. Jika memang ingin, aku bisa saja membeli tiket pesawat dari Yogyakarta menuju Jakarta hanya untuk bertemu dengan Naya. Tapi sampai saat ini, niat itu selalu aku urungkan. Banyak hal yang harus ku pikirkan jika ingin bertemu dengannya, dari mulai kesibukan Naya, kewajiban Naya untuk kuliah, waktu Naya bersama teman-teman barunya disana, selalu aku pikirkan dan aku hargai. Aku tak mau mengganggu kegiatannya dengan kehadiran ku disana. 

Untuk mengobati rindu dan penghilang pilu, kami sering bertukar kabar dan cerita melalui sms atau jika waktunya memungkinkan, kami sering berlama-lama mengobrol via telepon dan skype. Tapi itu dulu, dulu saat keadaan tak seperti sekarang. Sekarang yang menurutku terasa begitu singkat, sekarang yang menurutku terasa begitu sempit, sekarang yang menurutku sedikit dan terkadang terasa begitu pelik. Benar, cinta dua orang insan yang terhalang oleh jarak tak selamanya indah dan kuat untuk dirasa serta dipertahankan. Tapi disini, aku takkan berhenti berjuang, menjaga semua yang kami bangun selama tiga setengah tahun terakhir ini. Niat ku untuk menikahi perempuan yang satu ini sangat kuat dan akan ku buktikan.

***
"Pagi Naya, semoga harimu pun menyenangkan disana. tetap semangat dan tersenyum ya .. Maaf jika akhir-akhir ini aku terlalu sibuk, itu karena sampai minggu depan aku harus kerja lembur untuk memenuhi target perusahaan bulan ini. Aku harap kamu mengerti, jaga dirimu baik-baik."
Semenjak Dencrist diterima kerja diperusahaan otomotif sebagai supervisor di Yogyakarta, aku harus membiasakan diri dengan semua kata-kata maaf yang ia ucapkan padaku. Mengenai kata maaf yang ia ucapkan karena tak bisa lagi selalu ada disaat aku membutuhkannya. Mengenai kata maaf karena tak bisa lagi meluangkan waktunya untuk bersama denganku. Mengenai kata maaf yang ia kirimkan dengan kado ulang tahun yang ia berikan untukku karena tidak bisa lagi menemaniku untuk meniup lilin di kue tart ulang tahunku. 

Sudah hampir tiga setengah tahun aku bersamanya, meski dua tahun terakhir ini aku hanya bersama pesan singkat darinya dan hanya ditemani suaranya dari ujung telepon ku. Sejak kelas 3 SMA aku berpacaran dengan Dencrist, saat itu Dencrist masih menjadi mahasiswa semester 4 di  salah satu Universitas negeri di Bandung. Hingga akhirnya ia lulus menyelesaikan kuliah D3 nya, dan mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan ternama di Yogyakarta. Saat itu, aku masih belum bisa menerima kenyataan. Kenyataan untuk menjalani hubungan jarak jauh. Tapi, karena aku percaya dan mempercayai nya, aku memutuskan untuk tak pernah mengakhiri hubungan denga lelaki itu hingga saat ini.

Meski sekarang aku mulai merasakan perubahan pada sikap dan kebiasaan Dencrist, aku tetap berusaha mempertahankan semuanya. Aku rasa, sekarang penuh perubahan dalam hubungan kami. Tak ada lagi ucapan mesra, rayuan hangat bahkan sapaan sederhana yang membuat hubungan kami berwarna. Kini, semuanya berganti rasa curiga, ungkapan kekecewaan bahkan tak jarang diselingi amarah yang membuncah di antara kami berdua. Dan jika itu terjadi, lagi dan lagi ia mengungkapkan kata maaf kepadaku.

Terkadang, aku merasa jenuh. Saat jenuh menghampiri, aku memilih untuk tidak mempedulikan Dencrist. pesan singkat, telepon bahkan chatting di sosial media darinya pun tak sekalipun ku gubris. Jika itu terjadi, maka sudah pasti aku beradu argumen dengannya. Soal sikap yang berbeda di antara kami berdua, soal perhatian di antara kami berdua yang semakin hari semakin berkurang selalu aku banding-bandingkan dengannya. Ah, aku benci dengan jarak. Menyiksa jiwa yang rindu, mencambuk hati yang rapuh akan harapan yang ingin lekas bertemu.

***

Naya, layaknya perempuan biasa. Terkadang aku melihatnya mengeluh di account sosial media yang ia miliki, sekedar kalimat sederhana yang ringkih atau sebait puisi yang amat banyak menggambarkan perasaannya yang gundah saat itu. Mengenai jarak yang selalu jadi permasalahan, mengenai kepercayaan yang takut di khianati, sampai kelelahan akibat kesabaran yang ia berikan padaku yang entah sampai kapan akan terus ia miliki. Semoga, semoga Naya ... kesabaranmu akan selalu ada dan muncul untukku, untuk hubungan ini, untuk cinta ini. Semoga!

Sempat terlintas dibenakku untuk merelakan Naya bebas dengan seseorang yang baru, tapi lagi dan lagi aku berpikir, apa mungkin, aku sanggup melihat perempuan yang selama ini aku cintai bahagia dengan lelaki lain selain aku?
Hati kecilku menjawab, tidak. Aku tidak harus melakukan hal konyol seperti itu. Melepaskan seseorang yang benar-benar aku cintai. Tapi aku tak bisa melihat ia bersedih saat merindukan aku. Sedih meratapi jarak yang ada diantara kami berdua. Maafkan aku, Naya ...

Berkali-kali kami bertengkar hebat. Pernah, tak sengaja Naya meminta maaf, karena sempat menduakan aku. Awalnya, aku anggap itu hanya candaan semata, yang hanya untuk membuatku khawatir dan kesal sesaat. Tapi, setelah ia melanjutkan ceritanya dan menjelaskan alasannya, disitu aku tersadar. Ternyata benar, benar Naya telah menduakan aku kemarin. Firasatku yang merasa ada hal yang disembunyikan olehnya, rasa curiga yang begitu besar tak seperti biasanya menjadi pertanda dan keyakinan, bahwa Naya memang benar telah menduakan aku. 

Sakit rasanya mendengar pengakuan itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur, Naya telah mengakui kesalahannya dan telah jujur meminta maaf padaku atas semua tingkah nya tempo hari. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk tetap mempertahankan hubungan ini. Hubungan yang mungkin tak tentu arah, hubungan yang mungkin tak selalu dipenuhi kebahagiaan yang kekal. Tapi aku yakin, suatu saat nanti kami akan memetik hasil dari hubungan yang penuh ujian dan perjuangan ini. Iya, pelaminan. Itu hasil yang ku harapkan dari hubungan kami, yang penuh dengan kejutan karena jarak.

***

Aku masih ingat, waktu itu kami berdua berjanji untuk bertemu di Bandung. Kebetulan saat itu libur hari tenang setelah UAS dan hari itu pun Dencrist libur, kami sepakat untuk kembali ke kota yang memiliki sejuta pesona yang dibalut kenangan. Aku sampai lebih dahulu di rumah orang tuaku, karena perjalanan Jakarta Bandung tak terlalu jauh. Sedang Dencrist masih menunggu keberangkatan pesawatnya beberapa jam lagi. Aku tak tahu apakah saat itu Dencrist benar-benar libur atau ia sengaja mengambil cuti, aku tak peduli yang penting sekarang ia bisa sampai dengan selamat disini dan bisa segera pergi ke bukit moko, agar segera bisa mengetahui kejutan yang kubuat khusus untuk menyambut kedatangannya. 

Aku telah membuatkan kue Brownies coklat untuk Dencrist, sejak dulu ia sangat menyukai makanan ini. Terlebih Brownies buatanku, ia sangat menyukainya. Ku masukkan beberapa potong Brownies kedalam kotak makanan, tak lupa ku selipkan kertas kecil di dalamnya, sekedar kata romantis untuk menambah rasa cinta kami agar semakin dalam. Semoga ia lahap menikmati kue ini dan bahagia membaca isi dari kertas yang ku tuliskan itu.
Tapi, tiba-tiba handphone ku berbunyi. Telepon dari Dencrist. Aku semangat memulai percakapan, berharap tahu dimana keberadaan Dencrist sekarang. Ku kira, ia menelepon untuk mengabari bahwa sebentar lagi ia akan sampai di Bandung. Ternyata dugaan ku meleset, ia menelepon hanya untuk meminta maaf padaku.

"Halo, Naya? Aku masih di bandara. Sayang, maaf. Maafkan aku karena tak bisa menepati janji. Untuk kali ini, aku batalkan janji kita. Aku batalkan janjiku untuk bertemu dengan mu. Maaf, semua diluar rencanaku. Baru saja aku ditelepon, aku mendapat tugas dadakan dari perusahaan. Ini urgent sayang, maaf aku terpaksa membatalkan ini semua. Semoga kamu mengerti ya, sayang ... Salam untuk mama dan papamu disana, I love you, Naya ..."
Mendengar apa yang di ucapkan Dencrist di telepon itu, aku hanya bisa menjawab "iya, aku tahu. aku mengerti" setelah itu aku diam dan ku biarkan Dencrist menutup teleponnya begitu saja. Saat itu, aku merasa dipermainkan. Merasa perempuan paling bodoh di muka bumi ini, apa yang kau pikirkan dan apa yang ada dipikiranmu, Naya?
Sudah jelas, ia sibuk. Tak bisa meluangkan waktunya untukku. Tapi mengapa aku mau untuk mengiyakan apa-apa yang ia inginkan?!
Disitulah aku mulai enggan padanya, mulai tak percaya pada setiap ucapan yang dilontarkan oleh mulutnya. Entah, apakah kami masih pantas bersama atau memang sudah harus mengakhiri ini semua.

Semenjak saat itu, aku mulai mencoba membuka hatiku untuk seseorang yang baru. Seseorang yang bisa mengalihkan kerinduanku kepada Dencrist, seseorang yang selalu ada dan nyata di hadapan ku. Meski terkadang masih tak bisa ku pungkiri, bahwa aku masih dan sangat merindukan Dencrist disini. Sesekali ia menaruh curiga terhadapku. terhadap perhatian ku yang berkurang, terhadap aku yang acuh pada kekhawatiran yang diberikan olehnya. Maafkan aku, Dencrist ... Aku tak bermaksud melukai mu, hanya ingin memberikan pembalasan padamu akan sakitnya di nomor duakan.

***

Serba salah, itu yang kurasakan saat ini. Aku terlalu takut akan apa-apa yang mungkin terjadi nanti. Aku takut akan kepergian, aku takut akan kehilangan, aku takut akan kesakitan, aku takut akan kekecewaan. Aku takut Naya akan mengkhianati ku (lagi) tapi aku takut terlalu mengekangnya akan larangan ini itu padanya. Oh, Tuhan .. apa yang pantas aku lakuan untuk menyelamatkan perasaan ini?

Aku berangsur-angsur memperbaiki semuanya, meski begitu sulit. Ku luangkan waktu di setiap harinya hanya untuk menelepon Naya, seperti saat pertama kami berjauhan karena jarak. Aku selalu intens memberinya kabar tentang keadaan ku, dan menanyakan kabar tentangnya. Meski terkadang Naya jarang membalasnya. Aku tak tahu, apakah semua usaha ini masih pantas dilakukan atau semua ini telah percuma untuk aku lakukan sekarang?!
Tak peduli, yang terpenting aku ingin mengobati rasa sakit hatinya Naya, karena keegoisan ku yang terlalu sibuk bekerja hingga mengacuhkan seseorang yang ku sayangi.

Entah, Naya mengerti atau tidak akan semua perubahan sikapku yang drastis ini. Mungkin ia risih, karena aku selalu ingin tahu kegiatan dan bersama siapa ia disana. Tapi, mengertilah Naya ... itu semua ku lakukan untuk menyelamatkan hubungan kita, untuk memperbaiki hati kita, untuk tetap membuat cinta itu ada diantara kita. Walaupun cara yang ku lakukan ini tak selalu benar dan mungkin salah.

***

Dencrist benar-benar membuatku heran. Sikapnya kekanak-kanakan kali ini, ia selalu melarang ku jika ingin berpergian dengan teman lelaki yang hendak membantuku. Padahal aku pergi dengan mereka hanya untuk mengerjakan tugas kampus, kepentingan project komunitas, tidak ada sama sekali niat untuk mengkhianati nya. Tapi tetap ia tak percaya padaku. Aku sungguh tersiksa akan tingkahnya akhir-akhir ini. Mungkin ini karma, mungkin ia takut. Takut dikecewakan oleh ku (lagi).

Aku hanya perempuan biasa, yang lemah menahan rindu yang tertahan berlama-lama. Hanya perempuan biasa, yang membutuhkan bukti bukan janji. Hanya perempuan biasa, yang ingin selalu di perhatikan oleh tindakan bukan sekedar oleh ucapan. Disini aku mencoba meredam emosi ku, mencoba menuruti keinginan Dencrist yang tidak mengijinkan ku untuk pergi bersama lelaki lain, meski hanya sekedar teman.

Pernah aku kesal, hingga mengucapkan kata-kata yang tak seharusnya aku lontarkan. Ia selalu melarang ku, ia cenderung mengekang ku, ia selalu menaruh rasa curiga di atas segalanya. Aku tahu, dibalik itu semua ada perang batin yang berkecambuk didalam hatinya. Ia tak ingin aku pergi bersama lelaki lain, ia tak ingin aku merasa kesepian. Tapi, ia juga tak bisa selalu bersamaku disini. Ia juga tak bisa menemani ku dan selalu memberikan perhatian yang nyata terhadapku, hingga akhirnya ia relakan aku menyelesaikan urusan dan tugas kuliahku dengan lelaki lain, meski dengan perasaan yang tak ikhlas dan penuh rasa curiga. Ia melarangku dengan yang lain, tapi ia juga tak bisa melakukannya untukku. Sungguh egois.

Tuhan, kapan semua ini berakhir?
Aku (mungkin  juga) Dencrist, sudah lelah disiksa oleh jarak yang nyata terbentang pada hubungan kami.
jika memang, ini yang terbaik untukku dan Dencrist adalah satu-satunya lelaki yang pantas untukku, aku ikhlas dan mencoba bersabar menghadapi semua yang akan terjadi nanti. Entah itu suatu perkara yang bisa memunculkan pertengkaran di antara kami (lagi) atau itu suatu kejutan yang kau berikan pada hubungan kami, agar kami tetap bersama.

Disini, aku mencoba tegar. Mencoba menerima semua kekurangan Dencrist dan memahami keadaan. Karena aku sadar, aku hanya seorang perempuan, seorang manusia, seorang mahluk yang diciptakan sang penguasa hidup, yang harus selalu terus berjuang mempertahankan apa-apa yang ku anggap pantas dipertahankan. Dan selalu mengharapkan ini semua tak sekedar harap semata, meski akhirnya (mungkin) semua akan kalah dan mengalah pada jarak. Semoga perjuangan kami tak sia-sia.

***
"Teruntuk engkau yang lelah disiksa jarak dan waktu, berjuanglah mempertahankan segala. Segala yang selama ini sempat membuatmu bahagia, berharga dan berarti. Tak perlu kau menaruh cemas pada jarak. Jarak memang tak pernah bisa kau rengkuh, namun selalu bisa kau tempuh. Jangan pernah mengekang dan menabur curiga padanya, kau tak perlu bersusah payah untuk hal itu. Cintamu yang terhalang jarak ibarat pasir, jangan pernah menggenggam pasir karena ia akan tetap jatuh disela jarimu. Tetaplah untuk menopangnya dengan tangan terbuka hingga ia benar-benar jatuh ditanganmu. Karena cinta percaya, karena cinta berjuang, karena cinta memahami, karena cinta bertahan dan mempertahankan."
                                                                                                               --- Di Antara Jarak ---

Minggu, 19 Oktober 2014

Perempuan Yang Satu Itu

Aku iri dengan perempuan yang satu itu. Aku cemburu dengan perempuan yang satu itu, Tuan. Bagaimana bisa, dia selalu ada untukmu dalam keadaan apapun. Bahkan di keadaan terburuk pun, dia selalu ada menopang rasa resah yang menggeliat didalam hidupmu. Perempuan itu, benar-benar perempuan yang kuat ya?!

Aku tak bisa setabah perempuan yang satu itu. Aku tak kuasa setulus perempuan yang satu itu, Tuan. Bagaimana mungkin aku bisa menyainginya, dalam kehidupan mu. Dia begitu sempurna untukmu, bukan? Jelas perempuan itu sempurna, disetiap ucap yang terlontar dari mulutnya berkamuflase menjadi do'a yang selalu akan dijadikan nyata oleh Tuhan. Lagi, perempuan itu benar-benar perempuan yang hebat ya?!

Aku bahkan tak bisa menahan rindu. Aku tak bisa selalu memperhatikan mu dalam setiap waktu. Tapi perempuan itu, dia selalu bisa menyembunyikan rindu padamu. Selalu percaya padamu, bahwa apapun yang kau lakukan, pasti terbaik untuk hidupmu kelak. Dia selalu mempunyai cara untuk memperhatikan dan memberi perhatiannya padamu. Lagi dan lagi, perempuan itu benar-benar perempuan yang penuh dengan kelembutan ya?!

Aku tahu, dia perempuan yang kuat, hebat dengan kelembutan yang selalu menaungi setiap tingkah lakunya. Yang luar biasa bisa mengendalikan setiap senyum dan amarah dalam hidupmu. Dia yang selalu rela mengorbankan apapun untukmu. Bahkan telapak tangannya, pasti selalu menyapu air mata yang mungkin saja tak sengaja kau jatuhkan ke pipimu. Iya, benar sekali. Benar yang kau akui hari ini. Dia, perempuan yang satu itu, memang istimewa. 

Meski aku belum pernah mengenalnya secara langsung, tapi aku yakin dia perempuan yang pantas yang selalu ada untukmu, yang Tuhan percayai untuk merawat dan memanjakanmu hingga akhir waktu yang dia miliki. Selamat Tuan, engkau telah memiliki Mama yang penuh dengan keajaiban yang luar biasa untuk selalu ada disampingmu. Hari ini, ijinkan aku meramaikan hari kelahiran Mamamu dengan mengucapkan sedikit kata yang terbalut do'a untuknya.

"Mama, terima kasih telah mengandung dan melahirkan sebuah maha karya Tuhan yang dapat memperindah semestaku. Terima kasih telah menjaga dan menyayangi seseorang yang ku sayangi dengan tulus selama ini. Mama terima kasih atas keanggunan dan kesabaranmu dalam mendidik nya menjadi pria yang teramat luar biasa dimataku. Terima kasih Mama, semoga kebahagiaan selalu kekal berada dikehidupanmu. Selamat bertambah usia, Mama ..."

Untuk Tuan & Mama (yang belum ku kenal seutuhnya) ---
:')

Sabtu, 27 September 2014

Alika Yang Cantik (Cinta Yang Mati)

Alika yang cantik, kini aku berdiri sendiri disini. Mencoba menikmati senja dengan tiupan angin yang menurutmu syahdu itu. Aku sulit untuk merasakan apa-apa yang kau rasakan selama ini. Tapi untukmu, aku rela berlelah-lelah mencobanya.

Alika yang cantik, aku juga sedang mencoba menikmati suasana itu. Suasana hujan yang mungkin selalu merusak senjamu. Yang menurutmu riuh suara hujan yang datang bergerombol itu, selalu mengganggu ingatanmu tentang ku. Aku sedikit merasakannya, kenangan yang dengan mudahnya di atur oleh rintikan hujan yang jatuh itu. Itu sungguh tidak menyenangkan, karena untuk kali pertama, aku bisa mengenangmu dalam rintik hujan.

Alika yang cantik, aku tak pernah mengerti mengapa kau menyukai sudut di kedai kopi itu. Kata mereka, kau sangat gemar duduk-duduk sambil memperhatikan ku dari arah sini sambil menikmati secangkir kopi. Maaf, apa enaknya memperhatikan seseorang dari jauh? Apa enaknya melihat seseorang dari sisi lain yang gelap? Mengapa waktu itu tak kau tunjukkan saja sosokmu? Kenapa Alika?

Alika yang cantik, dilain waktu aku mencoba untuk menikmati ice cream chocolate kegemaran mu. Rasanya manis, aku suka. Rasanya bisa dibilang sama seperti perasaanmu terhadap ku. Iya, manis. Aku pun tahu perasaanmu dari mereka, dari kabar berita yang beredar. Jika memang perasaanmu manis, mengapa kau tak jujur dan menemuiku?

Alika yang cantik, kau pernah melihat karang yang diterpa ombak? Terus menerus diterpa, hingga lambat laun karang itu terkikis. Tapi setidaknya, sosok karang itu tegar. Sekarang, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau memiliki sifat setegar karang itu? Lagi-lagi aku dengar dari mereka, tentang engkau yang berjuang dan bertahan mencintaiku secara diam-diam. Tentang engkau yang berdiri dan berharap secara tenang. Kau terkejut tidak, aku mengetahui hal itu?

Alika yang cantik, sepertinya engkau sangat cerdas. Cerdas menyembunyikan perasaanmu, cerdas menutupi kekagumanmu, cerdas memelihara cintamu, cerdas menjaga ketulusanmu, bahkan cerdas dapat mengasihiku dengan baik. Bagiku ini istimewa, Alika ... Meski aku tak pernah tahu tentang semua itu darimu.

Alika yang cantik, disini aku belajar untuk berbincang dengan dinding kamar. Ibu mu bilang, kamu sering melakukan hal itu, hanya untuk mengutarakan perasaanmu kepadaku. Mengapa semiris itu, Alika?
Tahukah kau, aku disini sulit utuk melakukan hal itu. Kau memang hebat, Alika. Seperti kewarasan mu telah terenggut oleh rasa suka mu terhadapku. Terima kasih, Alika. Padahal aku tak sehebat yang engkau pikirkan dalam lamunan.

Alika yang cantik, setelah aku tahu semua hal tentangmu, aku belajar untuk terbangun di pertengahan malam. Mencoba sepertimu yang selalu mengadahkan tangan pada Sang penguasa waktu untuk melindungi apa-apa yang kau cintai, pada setiap pertengahan malam. Aku tahu sekarang, Alika. Untuk kesekian kali, aku mendengar dari obrolan mereka tentangmu. Dari saudaramu, keluargamu dan sahabat-sahabatmu. Kau sungguh luar biasa, Alika.

Alika yang cantik, engkau tahu tidak, kali ini aku sedang mencoba menirukan tingkahmu. Iya benar, menirukan tingkahmu! Menirukan tingkahmu, yang bangga dan senang bila melihat senyumanku. Tingkahmu yang ceria bila tak sengaja berpapasan denganku. Tapi, maaf Alika... Meski aku sudah mencoba hal ini, aku tak bisa menirukannya. Aku tak bisa menirukan tingkahmu itu. Ku kira, engkau pasti tahu alasannya, bukan?
Ini sulit, Alika..

Alika yang cantik, ku harap engkau takkan bersedih lagi karena ku. Karena ku yang (mungkin) terlalu sulit untuk kau miliki. Tapi Alika, inilah aku adanya. Aku hanya pria biasa, yang tak bisa peka begitu saja pada seseorang yang mencintaiku dalam diam. Bukan maksudku tak ingin mengenalmu, sungguh! Jika saja, waktu bisa ku putar kembali, ingin rasanya aku berada dimasa itu. Masa-masa dimana engkau disini memperhatikan dan mempedulikanku. Tak seperti waktu sekarang, yang sudah terlalu terlambat untuk semuanya.

Alika yang cantik, tahukah engkau, bahwa sudah beberapa kali aku mengunjungi rumahmu. Meski tak kudapati sosokmu disana. Meski disana aku hanya bisa mendengar sosokmu dari kakak dan Ibundamu. Alika, seandainya takdir tak merampas semua itu, mungkin sekarang aku tengah berbincang denganmu (disini). Menikmati senja di teras rumahmu, sambil sesekali memperhatikan kecantikan parasmu. Iya, seandainya saja Alika.

Alika yang cantik, tahukah engkau, bahwa sulit untukku percaya akan semua peristiwa yang terjadi belakangan ini. Sulit untuk membuatku percaya pada cerita mereka tentangmu. Sulit untuk membuatku percaya dan menyadari perasaanmu. Sulit untuk mengatakan hal ini pada keluargamu. Sulit Alika, sungguh... Aku takut untuk mengakui ini semua, aku bagaikan seorang penjahat. Iya, seorang penjahat. Penjahat yang menyiksamu dalam sebuah kesakitan batin. Kesakitan memendam perasaan pada seseorang, yang membuat sekarang seperti ini.

Alika yang cantik, beribu-ribu kata penyesalan takkan mengubah segala. Maafkan karena aku tak tahu menahu tentang cintamu itu. Maaf jika aku tak sempat mengenalmu. Maaf jika aku tak pernah bertemu denganmu. Maaf jika hingga saat ini aku tak bisa membalas ketulusanmu. Maaf untuk semua tingkah yang tak sengaja melukai hatimu. Maaf untuk semua takdir itu.

Alika yang cantik, seandainya kau bisa mendengar dan menjawab semua ucapanku tadi. Mungkin rasa bersalah ku takkan sedalam ini. Jika saja kau tak diam disini. Jika saja kau tak pergi kesana. Jika saja kau tak terpejam untuk selamanya, seperti sekarang. Mungkin aku bisa belajar untuk mengenalmu, untuk dekat denganmu, untuk bisa mengasihimu, atau mungkin untuk membalas cintamu (jika bisa). Tapi sayang, Tuhan telah menjagamu disana. Tuhan telah memeliharamu dengan kebahagiaan di surga. Tuhan telah melindungimu dariku, yang takkan mungkin lagi melukai hatimu dengan perasaan cinta yang kau pendam terhadapku.

Alika yang cantik, terima kasih untuk semua pengalaman yang penuh dengan ketulusan dalam mencintaiku (meski dalam diam). Terima kasih telah membuatku kagum dengan cerita mereka tentang rasa cintamu terhadapku. Terima kasih untuk segala yang telah kau lakukan selama ini. Kini rindu ku tak berguna untukmu, bahkan rasa keingintahuan ku tentangmu pun tak ada guna. Kini hanya secarik kertas yang menggambarkan sosok cantikmu. Dengan rinduku yang berubah lara.

Alika yang cantik, tenanglah di alam sana. Pergilah dengan kebahagiaanku tentangku. Maaf atas segala kebodohan dan ketidaktahuan ku. Ouh ya, satu pintaku padamu. Di kejauhan sana, jangan lupa untuk selalu mendo'akan yang terbaik untukku. Disini, aku akan mengirimkan do'a agar kau selalu tenang di pangkuan Tuhan. Alika, dengar janjiku ini. Semoga kita bisa bertemu di surga nanti. Terima kasih, Alika... untuk semua tingkahmu yang mencintaiku (dalam diam) secara luar biasa!

"Yang selalu kau cintai dalam diam. Teguh"

Rabu, 24 September 2014

Yang Bergerak Dan Melangkah Pergi.

Seperti awan yang bergerak dan melangkah pergi. Pergi ke suatu dataran dan bergerombol menutupi sinar mentari.  Menciptakan mendung yang berderu di kejauhan. Mengundang ribuan air langit untuk turun ke bumi.

Seperti hujan yang bergerak dan melangkah pergi. Pergi setelah meninggalkan jejak basah. Basah, tanah-tanah beraroma kenangan yang lalu dan kelam. Mengundang warna-warni pelangi untuk sedikit memberi keceriaan.

Seperti daun yang berguguran. Bergerak dan melangkah pergi. Tua, layu, ringkih tertiup angin. Pergi meninggalkan pohonnya dan bertebaran di tanah. Jatuh, diam begitu saja. Mengundang dedaunan baru untuk tumbuh dan menggantikan peran.

Seperti burung yang meninggalkan sangkarnya. Bergerak dan melangkah pergi. Sekedar melihat luasnya dunia. Terbang, terbang setinggi dan sejauh apapun yang ia suka. Mengundang apapun dan siapapun untuk mengharapnya kembali.

Seperti engkau yang bergerak dan melangkah pergi. Lambat laun, diam-diam, tanpa disadari sesuatu itu menjauh. Pergi, meninggalkan apa-apa yang selama ini dirasa bahagia. Terus bergerak, melangkah, hingga ke titik paling jauh. Melangkah lah sepuas kakimu, agar engkau tahu alasan untuk kembali. Mengundang rasa yang kini hambar, untuk kembali menjadi sesuatu yang penuh rasa.


--- Teruntuk engkau yang (selalu) begerak dan melangkah pergi. Mengapa kau memutuskan untuk datang? Mengapa memutuskan untuk datang, jika memang tak bisa diam dan tinggal disini? Tapi, tak mengapa. Bergeraklah menuju kebebasan, melangkahlah kemana pun kau ingin melangkah. Tapi ingatlah, berapa lama pun engkau pergi, sejauh apapun engkau melangkah. Hanya aku. Hanya aku satu-satunya tempat yang pantas untuk kau kembali. Hanya aku satu-satunya tempat yang layak untuk kau tempati. Untuk mu, aku mohon. Diam dan tinggallah disini. ---

Minggu, 14 September 2014

(Kejutan) 14 September, Di Setiap Tahun

"Malam ini, ku coba kembali menguatkan diri untuk mengahadapi kenyataan."

Tuan, kali ini hampir habis kata dan daya ku untuk mengungkapkan setiap bait kalimat yang sudah lama ku rangkai dalam hati. Iya, kalimat yang ku buat untukmu. Iya, kalimat yang sangat ingin ku ucapkan padamu di hari kelahiranmu saat ini.

Tepat pukul 24.00 wib di setiap tahunnya, 14 September selalu menjadi tanggal yang istimewa untukmu, bukan? Aku pun!!!
Bagiku, 14 September itu adalah tanggal dimana aku selalu merasakan perasaan yang tak biasa, perasaan yang bercampur dengan segala, perasaan yang membuncah ke permukaan.

Entah, rasa bahagia karena melihat mu (meski dari kejauhan) yang semakin dewasa menjalani hidup. Entah, rasa terharu karena aku masih bisa membayangkan lengkungan senyuman di bibirmu itu. Entah, rasa kesedihan yang tak dapat ku ukur lagi, karena aku tak bisa dengan nyata mengucapkan, merayakan kelahiranmu ini. Entah, rasa takut yang dari hari kehari semakin menggerogoti perasaanku, karena sampai saat ini aku masih memilih untuk mengagumi mu dari jauh. Tuan, maafkan. Aku masih selalu dan akan terus mengagumi mu.

Mungkin, bila saja engkau menoleh ke arah ku dan tak sengaja membaca penggalan kisahku ini, apakah engkau akan mengerti, Tuan?
Apakah kau akan mengerti, betapa berartinya engkau bagi diriku yang takkan pernah berarti dihidupmu?
Apakah kau akan mengerti, betapa tulusnya hati ini selalu mengucap jampi-jampi pada penguasa semesta untuk selalu membahagiakan hidupmu?
Apakah kau akan mengerti, betapa kuatnya aku? Betapa kuatnya aku menahan dan menyimpan rasa yang tulus terhadapmu selama ini.

Pasti, engkau takkan pernah mengerti dan peduli dengan keberadaan ku. Aku terus menerus mencintaimu (maaf) sedangkan kau terus menerus melupakanku.
Maaf Tuan, jika di hari kelahiranmu ini, aku membuat ulah. Mungkin engkau benci pada tulisan mellow yang ku buat ini.
Tapi Tuan, aku hanya ingin kau tahu. Aku hanya ingin menunjukkan, bahwa disini ada seseorang yang selalu mengharapkan kebaikan, kebahagiaan dan keindahan (apapun itu) terjadi disetiap alur kehidupan yang kau jalani.

Aku tak ingin melihatmu bersedih, aku tak ingin melihatmu lemah, aku tak ingin melihatmu merasakan sakit. Biarlah aku saja yang merasakan sedih, lemah dan kesakitan itu.
Tuan aku tak pernah memaksamu untuk membalas apa-apa yang ku curahkan ini. Tidak, Tuan!
Aku hanya ingin kau mampu berdamai dengan aku. Dengan aku seseorang di masa lalu mu, yang dulu selalu engkau sapa, bahkan pernah kau ajak bersenda gurau. :')

Tuan, senang mendengar engkau kembali kesini. Tak seperti tahun lalu, tahun ini kau merayakan ulang tahunmu di kota ini. Jujur, jantungku berdetak lebih kencang saat mengetahui hal itu. Kira-kira, jika aku boleh tahu, sedang apa kau sekarang, Tuan?
Sedang menikmati secangkir kopi, sembari ditemani beberapa batang rokok?
Sedang bertukar cerita klasik dengan Mama?
Atau sedang asyik bersama teman sejawatmu, menanti pergantian umur mu yang semakin dewasa?

Ah, selamat Tuan!
Ditahun ini (23th) engkau telah meraih salah satu mimpimu, untuk mendapat gelar sarjana. Entah kejutan apalagi yang akan hadir di hidupmu dan yang akan kau dapat di tahun ini. Ya, kejutan dari orang-orang yang selalu menyayangimu dan (mungkin) saja dari seseorang yang kau sayangi. Mungkin, aku tak tahu, siapa seseorang yang beruntung untuk kau sayangi itu. Tapi Tuan, aku berharap ia mampu membuat dirimu lebih sempurna, membuat hidupmu lebih berwarna, membuat keadaanmu selalu dalam keadaan yang bahagia dan penuh suka cita. Iya, semoga Tuan ... Semoga! Tak henti-hentinya aku berdo'a.

Tak perlu kau memikirkan ungkapan ku ini, Tuan. Tak perlu ...
Bahkan, kau tak usah ambil pusing dengan tingkah ku ini. Seperti biasa, aku selalu ambil bagian untuk membuat atau memberikan kejutan kecil nan tak berharga ini di setiap hari ulang tahunmu, bukan?
Pasti, lama-kelamaan engkau akan terbiasa dengan hal yang ku lakukan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Ini gila. Benar-benar gila, bukan?
Meski hanya ucapan selamat dan segelintir do'a yang kuberikan via telepon, sms atau yang ku panjatkan langsung pada penguasa semesta namun, ku harap itu akan bisa menjadi kejutan di hari istimewa mu ini.

Tuan, selamat menjalani kehidupan dengan bertambahnya usiamu. Semoga kesehatan, rezeki dan kebahagiaan selalu kekal ada disetiap kehidupanmu. Maaf, jika ini tak seberapa. Maaf, jika ini mengganggu mu. Maaf, jika ini membuatmu risih. Sekali lagi, selamat ulang tahun, Tuan :')

- Sory, Thanks, I love you -


Sabtu, 23 Agustus 2014

Apa Gunanya (Kita) Memiliki ?

Kita masih rutin berbincang, bahkan saat teriknya siang telah menjadi dinginnya malam.
Kita masih selalu bertukar gelak tawa, meski terkadang sesuatu itu tak terlalu lucu untuk ditertawakan.
Kita masih sering menyandarkaan bahu satu sama lain, menerawang sisi demi sisi pikiran kita masing-masing.
Kita masih rajin mengusap air mata, entah apa yang membuat kita bersedih, tapi kekuatan selalu menaungi.
Kita masih tidak akan pernah bosan untuk bersama, bahkan saat jarak mengganggu. Kita masih bisa meluangkan waktu untuk bertatap muka atau bahkan untuk memberi sebuah pelukan hangat yang selalu kita rindukan.

Engkau mengetahui apa-apa yang ada didalam nalar ku, begitu juga aku. Aku selalu bisa melihat celah-celah yang engkau sembunyikan dariku. Ya, ya, ya ... Sudah berapa lama kita bersama?
Saling melengkapi, mengisi bahkan melindungi satu sama lain, selama kita bersama semua akan baik-baik saja, persis seperti apa yang selalu engkau katakan, bukan?
Dalam keadaan yang buruk dan tidak tepat sekalipun, engkau masih selalu benar bagiku.
Ini bukan sekedar seberapa lama dan seringnya kita menghabiskan detik tiap detiknya jalan kehidupan, tapi tentang apa yang telah kita lakukan, korbankan dan rasakan selama ini.

Banyak sekali ocehan diluaran sana yang terkadang sering membuat ego kita memuncak. Iya ego, ego untuk saling memiliki. Dimana bagi sebagian individu, kejelasan dalam kebersamaan itu diperlukan. Bagiku, tak perlu seperti itu. Bagaimana denganmu?
Engkau pun sama, bukan?
Kita memiliki suatu prinsip yang lain, dimana sebuah status itu tak terlalu penting hukumnya. Jijik, aku yakin mereka terbelalak saat membaca tulisan ini. :')

Tapi, sekali lagi. Kita adalah kita dengan segala kesempurnaan dan keburukan yang kita miliki, dengan keindahan yang kita miliki, dengan cerita-cerita klasik yang kita miliki, yang membuat mereka iri.
Selalu mengerti, dan selalu takut untuk saling memiliki. Kita terlalu pengecut untuk menghadapi apa-apa yang mungkin terjadi di kemudian hari.
Takut akan saling menyakiti, Takut akan saling disakiti. Benar bukan?
Tak mengapa, dengan seperti ini saja aku dan engkau sudah cukup bersyukur menikmati indahnya perasaan yang diam-diam selalu menari di dalam hati kita.

Kita selalu mengolok-olok mereka yang selalu mencerca hubungan yang mereka jalani sendiri. Saling meluapkan kalimat kasar, saling melindungi diri, saling lantang meneriakkan "aku yang tersakiti" jika diantara mereka telah berpisah. Benar-benar konyol bukan? Jika sudah seperti itu, apa gunanya memiliki?
Padahal sebelumnya mereka asyik merayu dan melemparkan kata-kata penuh cinta yang besifat sementara, karena setelah itu mereka pasti berpisah dan membakar hati masing-masing dengan bara kebencian.

Aku tahu, itu yang selama ini kita takutkan, bukan? :')
Pangeran, kita tak harus bahkan tak perlu bertindak seperti mereka. Kita tak perlu bangga seperti mereka menjalani hubungan yang singkat waktunya. Kita juga tak pantas mengeluarkan kata kasar sampai sumpah serapah pada orang yang kita sayangi, bukan?
Engkau sangat dan selalu menyayangiku, begitu juga denganku. Selamanya kita akan melakukan semua dengan kasih yang kita miliki.

Engkau selalu berkata "Genggam tapi jangan terlalu erat. Cukup digenggam saja." Kalimat itu yang selalu meneduhkan hatiku, saat (terkadang) rasa ego untuk memiliki itu memuncak dalam pikiranku.
Aku pun mempunyai cara untuk meredam ego yang kau miliki, cukup berada disisimu saat engkau membutuhkan, cukup memberikan perhatian-perhatian kecil yang selalu engkau rindukan. Ya, hanya itu yang aku lakukan untuk selalu mempertahankan kebersamaan kita.

Kita selalu setuju dengan pernyataan ini "Jika memiliki hanya untuk memberikan batasan dan ketidak bebasan, untuk apa rasa itu dibiarkan besar menjalar sampai hati yang paling dasar?"
Sekali lagi, apa gunanya kita memiliki? :')
Memiliki, untuk apa? Bila tidak memiliki saja, dua insan bisa berdampingan, selalu ada, melengkapi, tanpa harus menyakiti dengan batasan.
Hahahaha kita adalah kita dengan kegilaan yang selalu membuat kita bahagia. Aku selalu percaya padamu, tak perlu aku memiliki engkau saat ini. Tapi janjimu, pasti! Untuk memiliki ku seutuhnya, suatu saat nanti.
Terima kasih untuk sesuatu dan segala yang mengesankan, yang selalu kau hadirkan untukku. :')

--Semoga--

Senin, 18 Agustus 2014

Liebster Award (Again) Thank You !!!

Wah, untuk yang kedua kalinya saya mendapatkan Liebster Award dari teman sesama blogger. Sebelumnya saya sudah memposting mengenai Liebster Award yang saya dapatkan pertama kali disini http://strandsharmony.blogspot.com/2014/07/liebster-award-thank-you.html.

Kali ini, saya mendapatkan Liebster Award dari Rahardian Shandy. Terima kasih, Shandy :')
Yuk, lanjut .... Langsung jawab 11 pertanyaan dari si Tuan pemberi Award !!!

1. Orang yang menginspirasi membuat blog
- Banyak sih, tapi paling suka blog nya Raditya Dika

2. Yang membuat kamu suka ngeblog sampai saat ini
- Hal yang membuat saya masih rajin update blog karena saya suka menuangkan apa-apa yang saya pikirkan kedalam sebuah tulisan.

3. Capek ngga ngeblog terus
- Capek? hahaha ngga lah, ngeblog itu seru ... apalagi saat tulisan kita dikomentari.

4. Harapan kamu pada blog ini
- Harapannya ... apa ya? Yang pasti bisa menjadi media untuk mencurahkan apa-apa yang saya rasakan dan pikirkan. Kalau harapan terbesar sih, semoga semakin banyak yang mengunjungi blog saya. :')

5. Pernah mengikuti kompetisi blog
- Kompetisi ??? mungkin lebih berpartisipasi saja, di #PeopleAroundUs

6. Paling suka ngintip blog siapa
- Banyak, tapi suka main-main ke blog nya Raditya Dika dan Iit Sibarani. Tulisannya keren-keren.

7. Suka nulis sejak kapan
- Dari SMP mulai bikin cerpen tapi cuma buat dibaca sendiri :))))

8. Suka posting foto-foto makanan ngga, alasannya kenapa
- Suka tapi ngga selalu ya ... alasannya cuma pengen nunjukin ke orang lain aja, istilahnya merekomendasikan makanan-makanan yang enak dan pantas untuk di coba. hohoho

9. Siapa penulis favorit kamu
- Dewi Lestari dan Moammar Emka

10. Lebih suka nulis pake pensil, pulpen atau ngetik
- Pulpen. Kalo pensil ribet gampang tumpul kalo kerajinan dipake. Kalo ngetik bukan nulis dong namanya :p

11. Kenapa api panas dan Es dingin
- Karena terdapat gas karbon dioksida yang bertemu dengan zat metana sehingga .... #rrrrrrr agak ngga jelas ya pertanyaan sama jawabannya! Hahahaha Sudah takdir, memang Tuhan menciptakan mereka seperti itu.

Terima kasih untuk semua teman-teman blogger. Semoga Liebster Award ini bisa memotivasi kita semua untuk menghasilkan karya melalui tulisan yang sederhana namun berguna dan menghibur untuk kita semua. Thanks Shandy :)

Selasa, 12 Agustus 2014

Jangan Beritahu Jean

Terjadi kesalahan pada suatu peristiwa dalam hidupku. Kesalahan yang sangat fatal, bagiku. Iya, fatal. Benar-benar fatal, hingga melukai hati tiap-tiap jiwa yang menyayangi ku.
Sungguh ini jauh di luar dugaan, aku tak berniat melakukan ini semua. Entahlah, peristiwa itu terjadi begitu saja, dan sekarang aku harus menanggung semuanya. Buah dari hasil yang telah aku perbuat, meski bukan keinginanku.

Aku Satria, di umurku yang ke 25 tahun ini, aku telah memiliki putri bernama Chalista dari seorang wanita yang menurutku cukup tangguh, ia adalah Jean.
Layaknya seorang istri dan Ibu bagi suami dan seorang anak yang baru lahir, Jean mampu menghadapi setiap cobaan yang menerjang kehidupan rumah tangga kami.
Bagi seorang pria, memiliki anak dalam umur 25 tahun itu tergolong muda. Karena bagi kebanyakan kaum adam, umur 25 tahun itu adalah umur kejayaan untuk mencari bekal hidup, memperkaya diri atau bahkan menikmati surga dunia yang berwujud para wanita. Sungguh gila bukan, pemikiran pria-pria ini? Tapi tenang, untungnya tak semua setuju dengan pernyataan yang terakhir.

***

"Satria, nanti malam kamu bisa pulang cepat, kan?
"Aku tak tahu. Jika tak ada meeting, mungkin aku bisa cepat pulang ke rumah."
"Baiklah, beri aku kabar jika kau akan pulang cepat, ya !" Ucap Jean sambil menyimpulkan senyumnya padaku.
"Akan aku usahakan, Jean" Bergegas aku pergi ke kantor.

***

Aku terpaksa bekerja untuk menghidupi wanita yang aku nikahi, padahal seharusnya aku masih duduk di bangku kuliah pasca sarjana fakultas hukum. Tapi sudahlah, tak ada gunanya aku mengeluh pada semesta. Karena mungkin, aku memang pantas mendapatkan ini. Akibat pergaulan bebas, aku jadi harus menikahi wanita yang sebenarnya tak terlalu aku cintai dan aku dambakan. Meski Jean cantik, hampir memiliki semuanya dan berasal dari keluarga yang cukup berada, tapi tak sedikitpun aku mampu mencintainya dengan tulus. Iya, mungkin karena Jean bukan tipe wanita yang aku inginkan selama ini.

Sudah hampir satu tahun aku menikah dengannya, tapi tak juga kurasakan kenyamanan bersamanya. Bukan karena Jean yang tak bisa mengurus ku sebagai suaminya, bukan. Tapi karena tingkah ku sendiri, yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan terkadang aku mengacuhkan Jean. Tak memberi kabar seharian, pulang larut malam hanya untuk menghindarinya seharian. Sebenarnya, aku bisa saja memilih untuk menjadi mahasiswa, melanjutkan pendidikan pasca sarjanaku dan memilih pergi untuk meninggalkan Jean bersama darah dagingku yang telah ku tanam secara tak sengaja. Hahaha ... tak sengaja? Maksudku darah daging dari hasil kegagalan kami yang tak bisa mengendalikan hawa nafsu.

***

*beep beep beep* Suara getaran handphone dimeja kerjaku. Sudah ku duga itu pesan singkat dari Jean, yang ia kirimkan hanya untuk mengingatkan ku makan siang. Jean .. Jean, semua orang termasuk aku, pasti takkan pernah lupa untuk makan siang. Kamu tak perlu repot-repot melakukan hal itu setiap hari. Kamu tak perlu menyibukkan harimu dengan mengirimkan pesan singkat untukku, aku bukan anak kecil. Cukup kamu urus saja Chalista yang baru berumur 3 bulan itu.
Aku memang satria yang jahat. Yang tak pernah tahu dan tak pernah mau tahu mengenai istrinya sendiri. Tapi percayalah, apa dan semua yang telah ku lakukan ini, sudah cukup baik untuk Jean, sudah cukup baik untuk Chalista anakku, sudah cukup baik begi semua keluarga besar kami berdua.

***

Malam ini, aku mematuhi keinginan Jean. Aku pulang lebih awal, Jean telah siap menungguku di meja makan dan menyambutku dengan dandanannya yang anggun.

"Sayang, sudah selesai mandinya? Ayo segera makan, sebelum dingin. Tadi aku menelpon Ibumu."
"Menelpon Ibu, untuk apa?"
"Aku sengaja menelpon Ibu, aku menanyakan resep soup ikan tuna kesukaanmu. Dan sekarang, saatnya kamu mencoba soup buatanku!" Dengan sedikit memaksa ia menaruhkan soup di mangkuk kecil itu untukku.

Jean bukan seorang wanita yang gagal menghadapi kodratnya. Ia pandai memasak, setiap masakan yang baru pertama kali ia buatkan untukku, rasanya cukup nikmat masuk di tenggorokkan hingga perutku. Aku memang tak bisa menyepelekan perjuangan wanita ini untuk membuatku jatuh cinta padanya. Tapi lagi-lagi, aku belum bisa menerimanya dengan tulus. Karena dihatiku masih tersimpan cinta untuk Tiara. Karena keadaan yang buruk ini, nyaris saja aku membuat Tiara bunuh diri karena harus menyaksikan aku yang terpaksa menikahi Jean.

Aku bukan pria yang sempurna, yang bisa membahagiakan semua wanita yang tulus mencintaiku. Aku tahu, Tiara amat sangat mencintaiku, dan ia juga pasti tahu bahwa aku pun memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Jika tidak, mana mungkin aku menghabiskan 3 tahun bersamanya, meski hanya dalam status berpacaran saja. Setelah aku menikah, Tiara memilih untuk pergi dan membuang semua kenangan tentangku. Menjauh dari kehidupan ku dan dari semua yang berhubungan dengan ku, sepertinya ia tak ingin lagi peduli akan semua yang terjadi dalam hidupku. Andai saja Tiara masih berada disini bersamaku, masih menerima kehadiranku disisinya meski aku sudah berstatus sebagai suami dari wanita lain. Seandainya ..

***

Mengenai Tiara yang sudah tak ingin tahu lagi tentang hidupku. Tentang semua perjuanganku mempertahankan cinta untuknya, tentang semua perjuanganku untuk dapat bertemu lagi dengannya, tentang semua perjuanganku melawan ego yang semakin hari semakin menggerogoti pikiran ku. Ego, dimana aku harus kembali mengejar dan meraih Tiara yang selama ini selalu aku cintai atau ego yang mengharuskan ku menjadi ayah dan suami yang baik untuk anakku Chalista dan untuk Jean istriku.

Aku satria yang lemah, yang harus mengalah terhadap keadaan yang ku buat hancur sendiri. Aku tak tahu, apakah yang selama ini aku lakukan sudah benar. Sepertinya aku sudah banyak melakukan kesalahan pada kedua wanita itu, pada Jean dan Tiara. Mengenai Tiara, aku tak yakin dapat membuatnya bahagia kembali meski aku mencoba menemuinya. Sekarang aku hanya bisa melakukan dan memberikan yang terbaik untuk apa-apa yang sudah ada di depan mataku, untuk Jean dan untuk buah hati kami, Chalista.

***

Tuhan, tolong jangan beritahu Jean. Jangan beritahu Jean, bahwa selama ini aku belum bisa memberikan cinta dan kasihku seutuhnya. Bahwa aku belum bisa percaya dengan semua yang terjadi dan yang sudah aku lewati bersamanya. Jangan beritahu Jean, mengenai bayang Tiara yang masih menari-nari dipelupuk mataku. Jangan pula kau beritahu Jean, bahwa sampai detik ini, aku masih berusaha untuk bisa menerima dan mecintainya sebagai wanita yang terakhir dihidupku.

Tak ada yang bisa kurasakan dari sentuhan Jean, meski itu penuh dengan kelembutan. Bagaimana bila aku tak mampu lagi berbohong padanya?
Bahwa aku tak mampu lagi hidup dalam kepalsuan, pura-pura senang mencintainya. Bagaimana bila itu terjadi Tuhan?
Apa yang harus aku katakan, apa yang harus ku jawab saat ia meminta ku untuk berjanji menjalani cinta sehidup semati bersamanya?

Setiap ku membuka mata, selalu itu yang merasuk kedalam pikiranku. Semoga saja, aku tak sampai hati untuk menyakiti dan menyayat perasaan Jean (lagi) yang sudah mencintaiku dengan tulus. Semoga selamanya aku bisa menjaga rahasia ini, dan semoga suatu saat nanti aku mampu membalas cintanya dengan ketulusan. Satu pintaku Tuhan, tolong jangan beritahu Jean mengenai hal ini!

Sabtu, 26 Juli 2014

Liebster Award (Thank You) !!!



Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan sebuah komentar di kisah fiksi yang saya posting di blog. Saat membaca komentar tersebut, saya merasa senang sekaligus terharu. Iya, terharu karena mendapatkan Liebster Award dari teman sesama blogger, dia adalah Aulia Rachma.

Awalnya, saya juga ngga tahu, apasih Liebster Award itu?
Tapi, setelah mengunjungi blog dari Aulia Rachma, saya sudah cukup mengerti tentang Liebster Award. Liebster Award adalah penghargaan yang kita berikan pada teman blogger yang lain, tujuannya untuk mempererat silaturahmi atau jalinan pertemanan sesama teman blogger. Ya ... walau hanya via dunia maya saja :D

Tapi, ini seru loh!
Liebster award ini bisa dibilang sebagai cara untuk memotivasi para blogger, dengan adanya award ini bisa menjadi salah satu penyemangat blogger untuk terus membuat karya melalui tulisan di blog-nya, tulisan yang menginspirasi dan menghibur tentunya.
Sekali lagi terima kasih ya, Dear Aulia :')

Dikarenakan saya mendapat Liebster Award ini, maka ada beberapa langkah yang harus saya lakukan. Di antara nya adalah :

1. Buat postingan mengenai Liebster Award yang berisi pengertian Liebster Award, menampilkan logo Liebster Award beserta info mengenai Liebster Award.

2. Ucapan terima kasih pada teman blogger yang telah memberikan award.

3. Sebutkan 11 hal mengenai diri atau pribadi kita.

4. Jawab 11 pertanyaan dari pemberi Award.

5. Pilih 11 teman blogger untuk menjawab pertanyaan dari kita.

6. Tunggu balasan dari teman blogger yang sudah kita pilih.

Untuk langkah nomor 1 dan 2, sudah saya kerjakan. Sekarang lanjut ke langkah berikutnya, langkah ketiga sampai selesai. Oke, let's do it now !!!

1. Nama saya Risma Suryani, sesuai dengan profil yang tertera di blog. Anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir di Purwakarta, 1 November 1992.

2. Sedang menyelesaikan pendidikan S1 Akuntansi di salah satu Universitas swasta di Purwakarta. Yuuup, kalian benar!!! Saya mahasiswi tingkat akhir yang sedang bergelut dengan revisi-revisi skripsi yang saya buat. -_______-

3. Termasuk orang yang tidak terlalu suka dengan orang-orang yang prinsipil, ehehehe

4. Penyuka atau penikmat coklat, kopi dan ice cream

5. Sangat menyukai film kartun. Terutama, kartun Mr. Bean, Sinchan. yaaa, pokoknya semua film kartun saya suka :D

6. Seseorang yang keras kepala, ambisius.

7. Salah satu comic di @standup_pwk #tjieeeee yang pernah jadi Opener Stand Up Night :p

8. Selalu di manjain sama Ibu, selalu!

9. Selalu mengingat seseorang yang menjadi cinta pertamanya. (Siapa ya?)

10. Mempunyai sahabat lelaki yang banyak dari pada sahabat perempuan.

11. Selalu menjadikan blog sebagai salah satu media yang pas untuk mencurahkan sesuatu yang sedang saya rasakan :')

Langkah selanjutnya adalah menjawab daftar petanyaan dari Aulia :)

1. Namamu terdiri dari berapa kata? Kalau jumlahnya ganjil, kata ke 3 nya apa? Kalau genap, kata ke 2 nya apa?
My Answer : 2 kata, kata keduanya adalah Suryani

2. Apa yang kamu lakukan seandainya tiba-tiba ada orang yang jatuh cinta hanya karena membaca tulisan-tulisanmu?
My Answer : waduh, ngga pernah kepikiran tentang hal ini. Tapi kalau sampai ini terjadi, ya .... paling cuma ngucapin terima kasih aja :p

3. Apa yang bikin kamu terdorong buat bikin blog?
My Answer : Karena saya suka menulis, membaca dan suka memikirkan hal-hal yang selalu bisa dijadikan bahan untuk di posting ke blog ini.



4. Pernah patah hati, nggak?
My Answer : Pernah ngga ya? Kamu kepo deh :p Ya, saya pernah patah hati. Wajarlah namanya juga manusia, pasti pernah merasakan sakit dan patah hati :')


5. Bisa naik sepeda motor, nggak?
My Answer : Naik sepeda motor? Hahahahahahahaha, ngga bisa -________-

6. Apa kamu punya satu cita-cita yang belum tercapai dan masih sangat kamu inginkan samapai detik ini?
My Answer : Ya, saya punya.

7. Siapa orang yang ada di sebelahmu saat ini?
My Answer : Ngga ada, aku lagi sendirian :p



8. Kartun favorit di masa kecil?
My Answer : Chibi MarukoChan dan Attasinchi



9. Seandainya bisa pilih, mau tingga di Jakarta, Jogja atau Surabaya?
My Answer : Pengennya sih di Bandung. Tapi karena ngga ada di pilihannya, saya mau tinggal di Jogja aja.



10. Lebih suka ke pantai atau ke gunung?

My Answer : Gunung !!!

11. Apa kamu berencana terus menghidupkan blog-mu sampai tua nanti?
My Answer : Jika Tuhan mengijinkan, saya akan terus menuliskan apa-apa yang saya pikirkan dan saya alami di blog ini. Karena salah satu sejarah, karya dan pengingat yang terbaik adalah tulisan seseorang mengenai hidup.

Lanjut ke langkah yang ke 5 ....... Lanjut ke pertanyaan yang saya buat untuk kalian peraih Liebster Award !!

1. Arti dari nama kamu itu apa sih?

2. Apakah kamu penggila coklat? Jika iya, berikan alasannya!

3. Sudah berapa lama jadi blogger?

4. Kamu suka atau tau Stand Up Comedy ngga?

5. Apakah kamu pernah menjadi secret admirer untuk seseorang yang kamu sukai?

6. Sekarang kamu lagi sibuk apa sih?

7. Pertanyaan pilihan, lebih suka chocolate ice cream atau vanila? 

8. Kamu termasuk orang yang penakut ngga sih?

9. Cita-cita kamu apa? Pengen ngga jadi seorang penulis yang memiliki karya yang bagus?

10. Lebih suka film Dealova atau Cinta Pertama (Sunny)?

11. Apa tema dari setiap postingan di blog kamu? Beri alasannya ya, kenapa kamu menggunakan tema itu!

Sekarang langkah yang terakhir, let's vote !!! 11 Blogger yang mendapat Liebster Award dari saya :')
1. Einca Sari
2. Ruri
3. Adam Adis
4. Dab Genthong
5. Greenlemon bee
6. Si Shaen
7. Pertiwi Yuliana
8. Adin Dilla
9. Selvi Eviani
10. Ria Destriana
11. Setiaone budhi

Tugas saya sudah selesai dalam melanjutkan Liebster Award dan menjawab pertanyaan dari Aulia Rachma. Sekarang saatnya kalian (11 blogger) yang sudah saya pilih sebagai teman blogger yang pantas mendapatkan Liebster Award ini, selamat ya untuk kalian semua !!!
Semoga dengan adanya Liebster Award ini bisa memberikan motivasi untuk lebih rajin lagi menulis dan membuat karya-karya baru. :')




1. Namamu terdiri dari berapa kata? Kalau jumlahnya ganjil, kata ke 3 nya apa? Kalau genap, kata ke 2 nya apa?

2. Apa yang kamu lakukan seandainya tiba-tiba ada orang yang jatuh cinta hanya karena membaca tulisan-tulisanmu?

3. Apa yang bikin kamu terdorong buat bikin blog?

4. Pernah patah hati, nggak?

5. Bisa naik sepeda motor, nggak?

6. Apa kamu punya satu cita-cita yang belum tercapai dan masih sangat kamu inginkan sampai detik ini?

7. Siapa orang yang ada di sebelahmu saat ini?

8. Kartun favorit di masa kecil?

9. Seandainya bisa pilih, mau tinggal di Jakarta, Jogja, atau Surabaya?

10. Lebih suka ke pantai atau ke gunung?

11. Apa kamu berencana terus menghidupkan blog-mu sampai tua nanti?
- See more at: http://ceritatentangpelangi.blogspot.com/2014/07/hore-dapet-liebster-award-d.html#sthash.q57e8Rqw.dpuf