Minggu, 22 Desember 2013

Sesuatu tentang Ibu

Selamat siang, Ibu .. Aku bersyukur kepada Tuhan, karena tadi pagi aku masih diijinkan untuk melihat senyumanmu dibalik kesibukkan yang kau lakukan di dapur. Setiap harinya aku tak pernah bosan menatap keikhlasan yang terpancar dari wajah yang penuh dengan guratan lelah itu.
Menyayangi, mencintai, mendidik dan mengurus kami, anakmu. Tanpa pamrih dan tanpa menginginkan sesuatu apapun selain melihat anak-anakmu tersenyum bahagia dan berhasil.

Aku masih ingat, Ibu. Dimana kau selalu membacakan dongeng untuk teman pengantar tidurku. Si kancil, Kisah Nabi Muhammad, Kisah putri nirmala di majalah Bobo itu, bahkan dongeng tentang Malin Kundang yang selalu kau ceritakan, dengan harapan anakmu ini tidak pernah menjadi seseorang yang durhaka.
Kau selalu berkata kepadaku, Ibu. Tentang semua hal yang terjadi dimasa lampau hingga semua hal yang kau harapkan akan terjadi dimasa depan. Meski kini, kau masih berjuang mewujudkan hal yang kau harapkan itu.

Ibu, kau bukan seorang business woman yang menggunakan skirts, blouse, blazer dengan bibir yang dihiasi oleh warna lipstik merah itu, bukan. Kau juga bukan seorang wanita yang selalu mengajarkan pelajaran Matematika, Bahasa Inggris dan Indonesia di sekolah. Dan kau juga bukan pemuka agama yang selalu berceramah tentang hal-hal keagamaan, bahkan kau juga bukan chef restoran yang selalu menghidangkan menu-menu super nikmat setiap harinya, bukan. Kau hanyalah seorang wanita biasa, seorang Ibu rumah tangga, bidadari yang diturunkan Tuhan ke dunia untuk melayani Bapakku (suami mu) untuk selalu menjaga, menyayangi, mendidik dan tanpa kenal lelah selalu mendo'akan kami, anakmu.
Suatu amanah yang sangat besar diberikan oleh Tuhan kepadamu, Ibu. Bangun diwaktu shubuh, mengadahkan tangan untuk berdo'a. menyiapkan semuanya, makanan untuk sarapan hingga kecupan hangat yang kau berikan kepada kami. Itu selalu kau lakukan, Ibu. Tak ada kata bosan. Tak jarang, saat waktu menunjukkan seperempat malam, kau masih saja mengambil wudhu dan menghiasi tubuhmu dengan mukena. Dan di keheningan malam, engkau menceritakan semua yang terjadi dihari itu. Bersyukur atas semuanya sambil memuja-muji nama Tuhan di butiran-butiran tasbihmu.

Ibu, kau selalu memperhatikan bagian-bagian terkecil dalam kehidupan. Pandangan dimatamu begitu luas akan makna kehidupan. Kau yang mengajarkan ku segalanya. Iya, segalanya. Bahkan diusia ku yang sudah berkepala dua ini, kau masih saja memperhatikanku, memberi nasihat layaknya aku ini masih anak kecil yang duduk dipangkuanmu. Iya, itu selalu kau lakukan, Ibu. Karena itulah, sejauh apapun aku melangkah, sejauh apapun aku pergi, pada akhirnya aku selalu memiliki alasan untuk kembali pulang. Kembali pulang ke pangkuanmu, Ibuku tercinta. Melupakan segala masalah, menghilangkan rasa gundah dan selalu diselimuti kebahagiaan, bila aku selalu ada didekatmu, Ibu.

Hari ini memang hari Ibu, layaknya seorang anak yang menyayangi Ibunya, akupun tak lupa mengucapkan selamat hari Ibu untukmu, Ibu. Tapi lebih dari itu, aku ingin menjadikanmu seseorang yang paling bahagia di jagat raya ini, seseorang yang paling berhasil yang telah melahirkan dan mendidik anak kecilnya menjadi seorang wanita dewasa yang selalu berbakti pada orang tua. :')
Terima kasih Ibu, untuk semuanya. Sesuatu yang berharga dan berkilau. Semoga engkau selalu sehat dan senantiasa bahagia.





Senin, 02 Desember 2013

Masih Tentang Dirimu

"Apalah artinya pagi tanpa tetesan embun, apalah artinya siang tanpa hangatnya mentari, apalah artinya senja tanpa sentuhan lembayung, apalah artinya malam tanpa kilauan bintang dan apalah artinya diri ini tanpa dirimu disini?!"
Aku, masih menjadi aku. Sesosok jiwa yang kini terlalu rapuh. Menanti, masih menanti rengkuhan kekasih.
Kamu, masih tentang kamu. Sebuah karya agung ciptaan-Nya. Dinanti, yang masih dinanti oleh jiwa yang rapuh.

Kamu layaknya lembayung senja, yang selalu ku rindukan keberadaannya. walau warnamu telah sayu dimataku.
Kemana arah angin bersemilir? Disana ada aku, yang selalu mencoba mencium aroma kehadiranmu.

Cinta, bagaimana keadaannya? Masihkah kamu merindukannya?
ah, siapa yang tak rindu pada sentuhan cinta? Siapa yang tak ingin jatuh cinta?
Semua, bahkan aku. Aku selalu ingin merasakan jatuh cinta bersamamu. Ya, hanya bersamamu aku ingin merasakannya.
Bagaimana dengan yang lain? Yang lain, aku tak ingin jatuh cinta selain dengan mu. Karena kamu, adalah satu-satunya cinta yang nyata untuk kehidupanku. Entah cinta di masa lalu, sekarang atau masa depan. Aku hanya ingin kamu. Masih ingin kamu dan semua ini masih tentang kamu.

Tidakkah kamu merasakan perasaan ini?
Ini, perasaan yang selalu ada, yang selalu bersemi dan ku pupuk dengan kasih sayang ketulusan sebuah penantian. Penantian panjang yang tak tahu sampai kapan.
Lalu, bagaimana dengan perasaan mu?
Masihkah, dingin seperti dulu? Masihkah, tak peduli kepadaku?
Masihkah, mempesona seperti dulu? Masihkah, acuh tak acuh kepadaku?

Yang pasti, yang harus selalu kamu ingat. Aku, masih menjadi seseorang yang menantimu, disini!
Tak sekejap pun aku dapat berpaling dari bayangan silau tentang mu. Tak sedetik pun, aku dapat berpaling dari indahnya sosokmu.
Dulu, kini mungkin sampai nanti, kamu masih dan akan selalu menjadi sosok utama yang ku dambakan di dalam hidupku, di setiap napas yang ku eluhkan selalu ada rintihan do'a untuk mu. Ya, masih tentang mu.

Senin, 11 November 2013

Tuhan Seperti Ini Karena Aku Kuat

Jangan tanya, siapa aku ! Aku hanya manusia yang bertahan hidup di tengah keadaan yang serba cukup, cenderung kekurangan. Yang mencoba bertahan di tengah keadaan hidup yang semakin hari semakin mencekik leher. Segala daya upaya aku lakukan agar aku dan keluarga masih bisa merasakan dan menghirup oksigen yang konon sekarang sudah terkontaminasi polusi-polusi udara yang kotor itu.
Hidupku tak seperti perempuan-perempuan lain yang sebaya dengan ku, yang bisa menyisir dan memberi treatment pada setiap helai rambut sampai ujung kaki. Yang bisa meminta ini itu dan terkabul hanya dengan menunjuk sesuatu yang di inginkan. Yang bisa mengeluh manja pada lelaki dungu yang jelas-jelas belum tentu menjadi jodoh mereka. Iya. Seandainya saja seperti itu.
"ah, seandainya semua kehidupan manusia di dunia ini seperti itu. Mungkin sekarang aku tak perlu lelah-lelah mengais seperak dua perak uang hanya untuk biaya makan ku esok hari. Bukan kah, Tuhan itu maha adil?" 

Jujur, aku ini lemah selalu saja mengeluh. Hanya saja aku begitu tegar di depan Ibu dan Bapakku. Entah mengapa, tak ingin rasanya aku memperlihatkan guratan kemurungan di raut wajah ini. Ya, wajar saja bila aku melakukan semua itu, wajar saja bila aku menyembunyikan semua ini.
Bapak sudah cukup tua, bahkan kontrak kerjanya di pabrik tempat beliau bekerja tinggal 5 tahun lagi. Sejak lulus SMK sampai sekarang memiliki 4 orang anak, beliau tetap bekerja disana. Dari mulai upah seadanya, hingga sekarang sudah memiliki upah yang cukup, meski tetap saja tak cukup untuk biaya hidup kami. Yaa mau bagaimana lagi, kebutuhan rumah tangga semakin hari harganya semakin melambung.
Sedangkan Ibu, hanya bekerja sebagai Ibu rumah tangga yang bekerja setiap hari, setiap minggu, setiap bulan dan sepanjang tahun tanpa sepeser pun upah yang beliau terima. Iya, Ibuku hanya Istri dari buruh pabrik dan Ibu dari 4 orang anak, 4 orang anak yang terkadang sering membuatnya naik pitan gara-gara menangis, merengek ini itu hanya untuk bisa merasakan makanan enak, mainan baru, kue dan pesta ulang tahun atau bahkan pakaian baru yang seperti orang-orang miliki itu.
"Sudah jelas bukan, keadaan kami tak begitu menyenangkan. yang setiap waktu selalu saja di hampiri rasa takut tiba-tiba. Apa besok, adik-adikku masih bisa sekolah? Apa besok, kami masih bisa menyantap butiran-butiran beras yang di tanakkan lagi?!"

Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas, aku sudah biasa mencari uang sendiri. yaa, sekedar untuk jajan keripik-keripik pedas dan air bersoda itu. Aku mendapatkan seperak dua perak uang dari hasil jualan kue basah, kue risoles dan bolu gulung yang ku jajakan. Tak banyak memang, tapi rezeki yang ku dapatkan halal! Aku pernah menjadi tukang kue, menjadi pedagang voucher pulsa elektrik bahkan menjadi penjual gantungan kunci, itu semua ku lakukan demi meringankan beban orang tuaku.
"Terkadang aku lelah, terbesit keinginan untuk bekerja bersama kupu-kupu dikala malam itu. Bukankah, hasil yang di dapat dari pekerjaan hina itu sangat lumayan?! Tinggal berteman dengan iblis-iblis yang menawarkan surga dunia, dan ... Walla!! apapun yang ku inginkan pasti segera tercapai. Gaun mahal, sepatu mahal, ponsel keluaran terbaru atau mungkin, bisa saja semua kebutuhan hidupku terpenuhi. Ya, kalau saja aku tak pengecut dan imanku tak sekuat ini. Mungkin saja aku telah meraih semua dan apapun yang ku inginkan. Kalau saja!"

Kami hanya keluarga sederhana yang sangat apa adanya. tak memiliki benda berharga selain harga diri. Dari situlah aku selalu bercermin, aku hanya perempuan biasa, yang terlahir dari keluarga biasa. Bahkan sangking biasanya, keluarga kami di kucilkan oleh saudara-saudara Bapakku. Iya, caci maki dan hinaan yang terlontar dari mulut paman dan bude ku. Pengang rasanya bila sudah mendengar keributan di keluarga besar Bapakku, yang ribut hanya untuk saling merebut harta warisan yang tak seberapa dan tak bisa di bawa ke liang lahat itu.
"Inilah alasan kami untuk pindah dan menjauh dari keluarga besar Bapak. Jangankan kami, Bapak yang benar-benar saudara kandung mereka saja sudah enggan untuk berurusan dengan mereka semua. Kami memilih mengalah, diam dan menghindar. Mengurangi permasalahan dan memilih masa bodo pada harta warisan itu. Lah toh, meski hidup kami susah, kami masih bisa bekerja dan berjuang mempertahankan hidup dengan cara yang mulia. Tanpa harus menyikut saudara sendiri."

Uang, benda kecil yang berperan besar pada kehidupan. Membuat kawan menjadi lawan, membuat saudara dekat menjadi orang asing. Semuanya saling sikut menyikut demi mendapatkan benda kecil itu. seberapa besar sih, peran benda kecil itu?
"Sangat besar bahkan dominan. sampai-sampai uang di ibaratkan waktu. Ya, Time Is Money! Hingga upah yang ku terima di cafe ini saja dihitung berdasarkan jam kerjaku setiap harinya."
 
Sudah hampir dua tahun aku bekerja sebagai waitress di cafe ini, mengantarkan pesanan pengunjung dari mulai minuman, makanan atau hanya sekedar cemilan-cemilan kecil, yang harganya cukup mahal bagi ukuran uang saku ku. Upah yang ku terima perbulannya hanya sebesar satu juta rupiah.
Apa, hanya Rp. 1.000.000,00?!!!
"Iya hanya satu juta rupiah saja. Perbulan! Bayangkan di kehidupan yang serba mahal ini, aku bekerja hampir 8 jam setiap harinya. Dan selama 24 hari dengan upah yang tak seberapa. Sedangkan aku melihat orang keluar masuk cafe, hanya untuk menghamburkan uang dalam beberapa menit saja. Iya, mereka datang bersama orang-orang tersayang dan bersenda gurau, lalu menghabiskan berpuluh-puluh ribu bahkan ratusan ribu hanya untuk sebotol minuman yang disebut wine dan cake-cake kecil yang rasanya terlalu manis untukku."

Tak jarang aku melihat lelaki paruh baya berlalu lalang bersama perempuan yang mungkin usia nya sama seperti ku. Menurut ku itu tak pantas, karena seharusnya pada malam hari seperti ini, dia berada dirumah bersama anak dan istrinya. Membangun atmosfer gelak tawa yang renyah bersama keluarga tercinta bukan malah membangun gelak tawa dengan perempuan asing yang bersembunyi di balik topeng gincu berbibir merah yang sangat tebal itu.
"cih, entah apa yang di cari oleh pasangan laknat itu! Apa mereka sadar, perbuatan yang mereka lakukan itu salah?! Salah besar, menyakiti keluarga, juga menyakiti Tuhan dengan apa yang mereka lakukan malam ini. Tapi siapa yang peduli? Lah toh, yang dicari lelaki itu hanya kepuasaan yang mungkin tidak dia dapatkan atau perempuan itu juga sama seperti ku, yang hanya ingin mendapatkan rupiah untuk melanjutkan hidup esok hari. Tak peduli cara untuk mendapatkan uang itu seperti apa. Dosa, perempuan itu tak kenal dengan kata dosa, yang dia pikirkan hanya bertahan hidup di tengah kerasnya kehidupan di Ibu kota. Butuh pendidikan yang tinggi untuk dapat menduduki pekerjaan yang tinggi dan bermartabat. Sedangkan dia hanya lulusan sekolah menengah pertama yang tak ada harganya di mata bos-bos perusahaan itu. Baginya, percuma mencari cara mendapatkan rezeki yang halal. Lah toh, mereka yang bekerja dan mendapatkan rezeki yang halal pun, selalu jatuh dan hancur karena mencicipi rezeki yang haram. Rezeki yang bukan untuk mereka, rezeki yang seharusnya untuk keluarga dan masyarakat kecil dan miskin. Lalu, apa bedanya dengan dia, si perempuan yang bertopeng itu?"

Ah, aku tak mau mengetahui terlalu jauh tentang kehidupan malam hari yang selama ini aku lewati. Terlalu jahat kehidupan malam di Ibu Kota ini. Aku menikmati suasana malam hanya sampai jam 22.00 wib saja, jam dimana waktu nya aku pulang setelah bekerja seharian di cafe ini. Jika uang saku ku masih tersisa dan cukup untuk membeli 3 porsi nasi goreng biasa di pinggir jalan, maka aku akan pulang dengan membawa makanan ini untuk Ibu, Bapak dan ketiga adikku. Tapi jika tak ada sisa uang, aku hanya pulang dengan membawa senyum pengharapan. Ya, harapan. Harapan, semoga saja adik-adik ku tak pernah merasakan hidup yang getir seperti hidupku sekarang.
Terkadang aku suka membandingkan kehidupan yang ku alami dengan kehidupan orang lain. Sesulit ini kah, hidup? Begitu mudahnya mereka hidup. Menginginkan sesuatu tanpa harus bersusah payah, mendapatkan sesuatu tanpa harus membanting tulang.
"Mungkin mereka tidak bersusah payah, tapi sebagian manusia telah berkorban dan mengambil resiko untuk mewujudkan impian mereka. Entah itu benda mewah atau kualitas hidup, yang pasti aku tahu bagaimana rasanya bekerja mencari nafkah. Meski sampai saat ini semua yang telah ku lakukan belum cukup untuk membahagiakan orang tua dan adik-adikku, bahkan untuk membahagiakan diriku sendiri pun belum cukup tapi aku bersyukur. Setidaknya aku masih mampu mempertahankan apa yang ku punya sekarang, sesuatu yang membawa kebahagiaan (Keluarga) dan aku masih mampu memberikan harga pada harga diriku yang sangat mahal dan takkan pernah terbeli oleh siapapun. takkan ku biarkan aku menjadi perempuan yang bertopeng gincu berbibir merah tebal itu" 

Aku mengerti takdir, aku mengerti jalan kehidupan, aku mengerti, Tuhan! Mungkin, Engkau (Tuhan) berbuat seperti ini karena aku kuat. Dan semoga, aku kuat menghadapi cobaan-cobaan hidup yang akan Tuhan berikan berikutnya.

Kamis, 17 Oktober 2013

Seandainya

Ini hanya jentikan jemari kecilku, yang lincah menari-nari menyentuh satu persatu huruf di keyboard laptop hingga membentuk sebuah kata sampai kalimat sederhana yang menurutku cukup indah namun menyayat perasaan bagi seseorang yang (mungkin) mengalaminya. Dari sebuah kata "Seandainya", aku bisa menciptakan jutaan-jutaan frase yang mungkin ada di dalam benak seseorang yang pernah dicinta dan mencinta.
  • Seandainya aku tak bertemu dengan mu, mungkin aku takkan pernah merasakan jatuh hati yang teramat bahagia dan mengesankan di dalam hidupku.
  • Seandainya aku tak mengenal mu, mungkin aku takkan pernah merasakan kasih sayang yang teramat dalam terhadap mahluk Tuhan yang nyaris sempurna di dalam hidupku.
  • Seandainya kamu tak mengijinkan aku untuk menemanimu di setiap waktu yang kamu miliki, mungkin cerita hidupku takkan pernah seindah ini.
  • Seandainya aku tak sedekat ini denganmu, mungkin aku takkan pernah merindukan saat-saat dimana hanya ada kita (aku dan kamu) di singkatnya kehidupan yang kita miliki.
  • Seandainya kamu tak mengijinkan aku untuk mencintaimu, mungkin aku takkan pernah merasakan rindu yang bergelora di dalam hati, yang meletup-meletup sampai terkadang memberikan rasa sakit dalam hatiku. 
  • Seandainya aku tak pernah merindukanmu, mungkin aku tak pernah bertemankan lagu-lagu mellow di setiap malam ku saat ini.
  • Seandainya aku tak pernah menyayangimu, mungkin aku tak perlu berlelah-lelah merasakan rindu dan penantian.
  • Seandainya aku tak pernah peduli dengan mu, mungkin aku tak perlu sibuk memperhatikan tingkah polah dan gerak gerik yang kamu lakukan.
  • Seandainya aku tak mencintaimu, mungkin aku tak perlu menyisihkan do'a dan harapanku untukmu kepada Tuhan.
  • Seandainya aku tak berharap kepadamu, mungkin sekarang aku tak perlu mengeluarkan butiran-butiran air mata yang menetes dari perih luka kalbu yang mendalam.
  • Seandainya aku tak menantikanmu, mungkin sekarang aku telah bersanding dengan salah satu anugerah nyata yang Tuhan ciptakan.
  • Seandainya Tuhan tak menggariskan takdir untuk mempertemukan kita (walau sekejap), mungkin aku takkan pernah mendapat pengalaman mencintai dan dicintai seseorang seperti kamu.
  • Seandainya waktu itu aku tak melakukan hal yang membuatmu merelakanku, mungkin kini masih ada aku dan kamu (kita) yang berbagi gelak tawa diantara dinginnya hembusan angin malam.
  • Seandainya kamu bisa lebih bersabar dan berjuang untuk bertahan dengan cinta ini, mungkin kita masih bisa mengucapkan "selamat tidur & mimpi indah" dan mengawali hari dengan sapaan "selamat pagi" dihiasi emoticon titik dua bintang ( :* )
  • Seandainya aku bisa melarang mu untuk meninggalkan ku waktu itu, mungkin sekarang aku takkan merasakan rasa rindu sendirian.
  • Seandainya kamu bisa memberi pengertian lebih kepadaku, mungkin sekarang aku akan selalu dan selalu bahkan tiada henti untuk selalu mengertikanmu.
  • Seandainya aku masih bersamamu, mungkin aku masih rajin menatap layar ponselku hanya untuk menunggu dan mendapat kabar darimu.
  • Seandainya kamu masih bersamaku, mungkin kamu masih marah-marah dan dengan kekanak-kanakannya cemburu padaku bila aku terlalu dekat dengan yang lain.
  • Seandainya saat ini kita masih bersama, mungkin kita takkan merasakan pahit nya meredam kasih sayang di antara kita berdua (mungkin, jika masih sayang).
  • Seandainya waktu bisa di putar kembali, mungkin aku akan mengulang semua dari awal. Bertemu, berkenalan, menyayangi, mencintaimu dengan sesuatu yang baru, sesuatu yang selalu kamu senangi.
  • Seandainya aku masih bersamamu, mungkin aku takkan setegar ini. Tanpa sosokmu disini. Iya, tak ada kamu disini.
  • Seandainya kita tak berpisah, mungkin aku takkan merasakan kehidupanku yang sekarang dan mungkin aku takkan bertemu dan mengenal sosok baru seperti dia :')  
Silahkan berandai-andai, sesuka hatimu, seindah anganmu, selama lamunanmu. Asalkan kamu bisa mewujudkan semua pengandaianmu, dan bangkit menatap kenyataan dari pengandaianmu. Seandainya, satu kata yang penuh makna.

Jumat, 11 Oktober 2013

Secangkir Kopi Di Awal Oktober

"Hi, October? Be a nice please !!! :') " Itu adalah kicauan pertama di Twitter untuk pagi yang cerah di bulan Oktober ini. Tak cuma di Twitter saja, itu juga salah satu do'a ku di awal bulan ini, yang ku harap penuh dengan kejutan. Semua manusia di bawah kolong langit ini pasti selalu menginginkan kebahagiaan, selalu berharap agar senyuman Dewi Fortuna itu masih selalu menyapa kehidupan. Ya, yang kita inginkan hanyalah berhasil, beruntung dan bahagia. Tapi sebagai perempuan biasa, aku tak pernah berharap banyak. Yang ku harap dan yang ada di dalam pikiranku hanya sesuatu yang sederhana. Iya, sederhana. Seperti sesederhana kebahagiaan yang ku dapat saat melihat senyum yang melengkung di bibir Bagas. Bagas, lelaki bertubuh tinggi dan kurus yang memiliki sifat egois terhadap pasangannya, pencemburu, cuek, tapi cukup penyabar. Karena semua itu lah, aku bisa menyayangi nya hingga saat ini. Tak terasa sudah genap 3 tahun aku melewati hari-hari bersama Bagas.

Inilah aku, Laras Dwi Ningtiyas, anak bungsu dari dua bersaudara. Banyak orang mengatakan, di usiaku yang hampir 20 tahun ini, aku masih saja tetap manja, masih suka tertawa terbahak-bahak sambil mengulum permen lolipop, bahkan masih menjerit jika melihat seekor kecoak melintas di sela-sela ruangan kamar mandi, hmm .. apalagi ya, hal kekanak-kanakan yang masih melekat di diriku?
Entah lah, aku tak pernah terlalu memperdulikan kicauan orang-orang itu. Bagiku, mereka hanya orang yang kurang kerjaan, yang menyibukkan diri dengan memperhatikan tingkah polah orang lain. Yaa, seperti memperhatikan dan mengomentari tingkah polahku. Untung Tuhan selalu memberikan keberuntungan kepadaku, mengirimkan seorang malaikat penjaga yang tampan untukku, siapa lagi kalau bukan Bagas?! Ya, ya, ya .. Berkat Bagas, aku selalu memiliki alasan untuk tersenyum dan bahagia menjalani hidup dan tidak mempunyai waktu sedikitpun untuk memperdulikan ocehan-ocehan diluaran sana.

Kebahagiaan itu selalu kami ciptakan bersama disetiap harinya. Seperti hari ini misalnya, sore hari nanti aku dan Bagas akan bertemu di salah satu cafe favorit kami. Cafe? kenapa tidak di Resto? Sebagian pasangan sangat senang menghabiskan waktu berdua bersama pasangannya di sebuah meja restoran mewah dengan dua buah kursi, aneka hidangan yang nikmat dan diterangi sepasang lilin menyala yang menambah atmosfer kehangatan diantara mereka. Tapi tidak bagi kami, aku dan dia tidak terlalu suka suasana yang romantis. Kami lebih nyaman bersenda gurau berdua sambil menikmati kopi, saling mengejek kelemahan masing-masing.Tapi entah kenapa, dengan semua kekurangan dan kelemahan yang kami miliki, malah semakin menambah rasa kasih sayang diantara kami. Saling menerima, mengerti, memahami dan melengkapi satu sama lain. Inikah ketulusan? Entahlah, yang pasti selama kurun waktu 3 tahun ini, Bagas selalu menghadirkan letupan-letupan kejutan di dalam hatiku. hahaha terlalu berlebihan memang, tapi inilah cintaku, cintaku bersamanya :')

Waktu menunjukkan pukul 15.00 wib, semuanya sudah siap. Dari mulai Sushi tuna crispy kesukaan Bagas, komik sinchan sampai Nona Laras yang cantik pun sudah disiapkan untuk bertemu dengan Tuan Bagas. Oupss, itu sih diriku sendiri! ahaha
Aku jadi ingat saat pertama bertemu dengan Bagas di cafe itu, dengan wajah yang lugu dan tersipu malu aku menerima secangkir kopi hangat darinya. Disaat aku sedang merasakan penat karena suasana rumah yang bisa ku bilang hampir hancur berantakan. Iya, semuanya hancur, pecah berkeping-keping akibat ulah Ayah yang gemar bermain dengan wanita-wanita malam. Meski begitu, Ibu selalu mencoba merapihkan serpihan-serpihan kecil yang berantakan itu. Berharap Ayah segera sadar dan bisa kembali menyayangi kami seperti dulu. Tapi apa yang Ibu lakukan itu bagai menulis di atas air, Bagai punduk merindukan bulan. Iya, sesuatu yang sulit, yang mustahil dilakukan, karena Ayah selalu saja kumat, selalu bersenang-senang dan menghabiskan sebagian harta kami dengan wanita-wanita yang tak jelas itu. Semenjak saat itu, Kakakku, Rio, lebih memilih untuk mengasingkan diri ke salah satu desa di Banten. Kakak memilih untuk menjadi tenaga pengajar honorer di salah satu SD di desa itu, sehingga hanya aku dan Ibu yang tersisa di rumah. Dan raut wajah Ibu pun tak bisa berseri seperti dulu, jika Ayah pulang pasti saja disambut dengan teguran dari Ibu yang memancing pertengkaran sengit diantara mereka. Jika itu sudah terjadi, aku memilih pergi, menikmati suasan kota di malam hari sendirian.

Dulu, aku tak berani mengenal lelaki sebagai pacar, semua lelaki yang dekat denganku, aku anggap teman dan sahabat, tidak lebih. Sampai akhirnya Tuhan mendatangkan Bagas, membuat hari-hariku sedikit lebih ceria. Bahkan, Bagas lah yang pertama mengenalkan ku pada minuman hitam manis ini, Kopi. Secangkir kopi yang dia suguhkan padaku waktu itu, kopi nya mungkin sama seperti kopi-kopi yang ada di pasaran, tapi entah mengapa rasa dan aromanya berbeda. Bagas bilang, kopi itu suatu minuman racikan yang dibuat oleh barista. Ada arabica dan robusta. Menurutnya setiap kopi yang dihasilkan memiliki rasa dan filosofi yang berbeda, ada espresso, latte, ada juga cappucino, kopi dengan tambahan susu, krim dan bubuk atau serpihan coklat. Katanya, setiap kopi yang diteguk dan di minum dapat memberi rasa yang berbeda bagi si penikmat kopi. Itu semua tergantung dari perasaan seseorang yang menikmati kopi tersebut, jika seseorang menikmati kopi hitam atau rasa original dari ekstraksi Arabica itu tanda bahwa dia sedang merasakan kepenatan, keputus asaan, karena itu sesuai dengan rasa Arabica yang pekat. Berbeda dengan penikmat cappucino dan kopi latte, biasanya dinikmati dengan ditemani gurauan serta canda tawa disetiap tegukan. Entahlah, aku tak begitu mengerti akan kopi, ada berapa varietas kopi, jenis-jenis minuman dari kopi, aku tak tahu. Aku hanya sekedar mendengarkan Bagas saja, kadang aku suka curiga, apa jangan-jangan Bagas itu seorang barista? Entahlah, tapi aku suka cara dia menikmati kopi bersamaku.

Waktu sudah menunjukan pukul 16.30 tepat, sudah hampir setengah jam aku menunggu Bagas tapi sampai detik ini aku belum melihat batang hidungnya. Aku sudah coba menelpon dan mengirimkan pesan ke contact BBM-nya, tapi tak ada respon. Ini tak biasa, tak biasanya Bagas membuatku khawatir. Menghilang tak memberi kabar sedikitpun, padahal dua hari yang lalu dia janji menemuiku disini. Apa mungkin dia lupa? Tak mungkin, Bagas tak pernah ingkar kepadaku. Aku coba menenangkan hati dengan meminum air mineral yang ku genggam, sesekali ku lihat sushi tuna crispy yang ku bawa untuknya. Berkali-kali waitress mendatangi mejaku, menawarkan menu dari olahan kopi, bahkan ia sampai hafal minuman cappucino yang selalu aku pesan bersama Bagas. Tapi aku belum juga memesan minuman itu, aku masih menunggu Bagas.

"Laras"
Aku menoleh, ternyata Bagas. Sosok yang sudah ku nantikan dari tadi. "Ya ampun, sayang .. dari mana aja sih? kok telat, janjinya kan jam empat, kenapa telat sampai hampir satu jam?" aku merengek manja layaknya seorang anak yang rindu pada Ibunya. "Maaf ya, udah buat kamu nunggu lama" ucapnya sambil tersenyum kepadaku. "Iya ga apa-apa, aku cuma khawatir aja sama kamu. Ga biasanya kamu kayak gini." Bagas hanya mengelus-elus rambutku, kebiasaan yang selalu dilakukannya bila bertemu denganku. Dia pergi menghampiri waitress dan segera membawakan ku secangkir kopi. "Ini untukmu" menyodorkan secangkir kopi padaku, tapi aku kaget dan tercengang, ini kopi hitam, ini espresso ekstraksi Arabika yang mempunyai aroma yang sangat menyengat dan rasa yang pekat dimulut. Iya, ini kopi hitam!

Secangkir kopi espresso ini aku nikmati, ku coba untuk meneguknya demi menghargai pemberian Bagas. Aku mencoba mencairkan suasana dengan memulai pembicaraan. "Kamu tadi dari mana, gimana keadaan puffy (anjing), dia masih suka ngerusakin kabel komputer di kamar kamu?" Bagas hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaan ku.
"Sayang, Bagas .. what's going on?"
"Please, laras ... maafin aku, aku ga bermaksud buat mempermainkan perasaan kamu." Aku tertegun, tak mengerti dengan ucapan Bagas, sandiwara macam apa ini? Kejutan macam apa ini? Apa ini hari ulang tahunku? sampai-sampai Bagas bersikap cuek, dingin, seolah-olah tak peduli denganku seperti kejutan ulang tahunku beberapa bulan yang lalu. Bagas pun melanjutkan "Aku rasa, kita, aku dan kamu udah ga bisa sama-sama kayak dulu lagi. Kamu sadar, kalau akhir-akhir ini aku sering ninggalin kamu? kalau aku sering menikmati hari-hari sendiri tanpa kamu? Dan apa kamu ingat, tentang keinginan Oma sama aku?" aku menghela nafas, aku tahu memang sudah satu setengah tahun terakhir ini hubungan aku, Bagas dan keluarganya sedikit merenggang. Itu semua karena keinginan Oma, orang yang dituakan di keluarga Bagas. Oma hendak menjodohkan Bagas dengan Prisca, anak rekanan Oma di kantor. Oma memang sudah berumur, tapi dia masih sibuk mengurusi beberapa usaha keluarganya. Selain itu, keadaan bertambah buruk karena Bagas yang melanjutkan pendidikan pasca sarjana diluar kota, sehingga aku dan dia sangat jarang bertemu bahkan berkomunikasi pun seperlunya, hanya disaat kami sudah tak kuat menahan sesuatu yang disebut rindu, pada saat itulah, biasanya Bagas menghubungiku via telepon atau skype. Tapi aku tak mengeluh, aku tak pernah mengeluh dengan keadaan cinta ku sekarang. Karena aku yakin, semua hal apapun itu, terutama cinta, akan indah pada waktunya. Ya, cinta akan indah pada waktunya bagi dua sejoli yang sama-sama berjuang mempertahankan, bersabar dan yakin dengan kekuatan cinta yang mereka miliki.

Tapi, apakah kekuatan cinta yang kami miliki masih bisa bertahan dan di perjuangkan?
Aku masih bersama dia, Bagas. Ya, aku masih bersama Bagas, masih di cafe favorit kami, masih menikmati secangkir kopi espresso, Bagas berkata meski kami sudah tak bisa bersama tapi dia berjanji untuk selalu mendengarkan keluh kesahku mengenai Ayah dan Ibu. Ya, aku masih ditemani Bagas. Mendengarkan ocehan-ocehan nya, dan masih meneguk espresso yang pekat dengan dada yang sesak karena menerima kenyataan cintaku. Kenyataan bahwa aku tak lagi memiliki Bagas, kami berdua, putus!

Bagas mengantarku ke rumah, aku tak mau lagi melihat wajah dan sosoknya dihidupku. Aku benci, meski dia berkata "kita putus secara baik-baik, tetap jaga silaturahmi ya!" Jika memang baik-baik, jika memang semua masih baik-baik saja, mengapa mesti putus?
Tak bisa dibaca oleh nalar, ini semua seperti petir di siang bolong. Hubungan yang kurasa baik-baik saja, penuh dengan pengertian, tiba-tiba saja hancur karena jarak dan keinginan seseorang yang lebih kita sayangi dan dituakan. Mungkin sekarang Bagas mulai mendekatkan diri dengan Prisca dan mengenal perempuan itu lebih jauh. Aku sadar, memang wajar bila Oma menjodohkan cucunya dengan perempuan itu. Prisca perempuan yang cantik, mandiri dan yang terpenting dari keluarga yang bahagia dan harmonis. Tidak seperti ku, perempuan yang masih saja manja, egois dan dari keluarga Broken Home. Aku ikhlas Tuhan, jika memang ini takdir yang Engkau berikan untuk kehidupan cintaku, tapi aku mohon, berikan aku malaikat penjaga yang sekaligus dapat menjadi Imam untuk keluarga kecilku kelak dan aku harap keluarga ku nanti tak seperti keluarga ku yang sekarang, yang rapuh, hancur seperti rumah tanpa pondasi. Karena tingkah kepala keluarga yang buruk.

Kini aku sendiri, mencoba kokoh berdiri tanpa Bagas lagi. Aku masih suka mengunjungi cafe favorit itu, disaat aku masih bersama Bagas, hanya sekedar untuk menikmati secangkir kopi espresso yang hitam pekat. Tanpa disadari Bagas telah merubah selera minum kopi ku, sejak dia memberi ku kopi terakhir di cafe ini, aku jadi gemar menghirup caffein dari kopi espresso ini, memang rasanya pahit tapi entah mengapa, aku nyaman dengan aromanya, harum .. meski saat ku teguk, pahitlah yang lebih kurasa. Semua tak seperti dulu, semua semakin memburuk, bukan hanya keadaan ku setelah pisah dari Bagas. Tapi keadaan keluargaku, Ayah baru saja di opname, melakukan beberapa terapi dan konsultasi. Diagnosa dokter mengatakan bahwa ginjal Ayah mengalami perusakan akibat terlalu banyak mengkonsumsi alcohol selama ini. Entahlah, apa yang harus kurasakan dengan kejadian yang menimpa Ayah. Apa aku harus sedih? atau harus senang dan mengucap syukur, karena dengan sakitnya Ayah, mungkin saja bisa merubah sikap Ayah, yang tadinya selalu hura-hura, mabuk-mabukkan mungkin setelah Ayah merasakan sakit ini, dia bisa berubah dan sadar dari kebiasaan buruknya.


Bagas, Ayah, Ibu, Keluarga ku dan Kopi espresso yang kurasa nikmatnya dapat mengalahkan cappucino. Kini aku mengerti, mengapa Bagas memberiku secangkir kopi di awal bulan ini. Dia hanya ingin menunjukkan perasaannya yang sudah lelah menjalani hubungan ini, keputus asaan pada sikap keluarganya terutama keputusan Oma yang ingin menjodohkan Bagas dengan Prisca hanya untuk menyelamatkan perekonomian keluarga mereka yang mulai goncang. Mungkin Bagas hanya menjalankan tugasnya sebagai cucu yang baik, yang penurut. Ternyata bukan hanya keluarga ku saja yang rapuh, tapi keluarga Bagas juga. Yang menjadi perbedaannya hanyalah di keadaan. Keadaan keluarga Bagas yang merasa hidupnya terancam karena materi yang mereka anggap kurang, sehingga harus mengorbankan perasaan anak atau cucunya (Bagas) untuk menikah dengan seorang perempuan yang tak bisa dan takkan bisa dicintai oleh Bagas. Sedangkan keadaan keluargaku hampir hancur karena Ayah, yang ku harap kami masih bisa diberi kesempatan oleh Sang penguasa waktu untuk memperbaiki keadaan, untuk bisa menyadarkan Ayah dari keterpurukan, untuk membawa senyuman Ibu kembali, untuk menyambut kesuksesan kakaku, Rio dan terakhir untuk keluarga kecil sederhana dan harmonis ku yang seperti dulu. Semua yang terjadi ini sama seperti rasa kopi espresso, pahit, hitam pekat! Suatu rasa yang ditunjukkan Bagas padaku, pada hidupku di secangkir kopi itu.

Senin, 16 September 2013

Queen & Princess Owls

Dia, mengajarkan ku arti kehidupan. Aku, hanya seorang putri kecil. Aku sangat menyayanginya. Dia berbeda, jarang bersolek seperti perempuan seusianya. Dia berbeda, jarang memasak apalagi tinggal berlama-lama di dapur. Dia berbeda, hanya dia yang memiliki tanda berbentuk "owl". Dan dia berbeda, tak terlalu menghiraukan syari'at yang ada.

Yang ku tahu, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Meski begitu, dia ada untukku, dia selalu melindungiku, dia selalu menjadi yang terbaik untukku. Bahkan, aku pernah mendengar dia merintih, bersimpuh dihadapan Tuhan untuk kelangsungan hidup kami.
Dia kuat, amat sangat kuat. Menghidupi putri kecil seperti ku, sendiri. Iya sendiri, tanpa ada sosok raja yang menemaninya. Bukankah itu hal yang sulit?

Belum lagi disaat aku rewel, disaat aku merajuk menginginkan sesuatu. Maklumlah, aku kan seorang putri, jadi semua yang aku inginkan harus terpenuhi. Untung saja dia sangat pengertian dan selalu mengabulkan semua yang aku pinta. Tapi aku ragu, apa mungkin dia mengabulkan permintaan ku yang satu ini. Pernah sesekali aku bicara padanya, mengutarakan keinginan ku untuk memiliki tanda "owl" sepertinya. Tapi, dia hanya menjawab pertanyaan ku dengan senyuman.

Aku ingin tahu, apakah kalian bisa seperti Dia?
Entah sebutan apa yang pantas untuk nya, Wonder woman? Cat Woman? Ibu peri? Ibu Kartini? Tidak bukan itu !
Dia adalah Bunda, Ibunda ku.


Jumat, 13 September 2013

14 September, Di Setiap Tahun

Malam ini, di pergantian waktu menuju tanggal yang istimewa di hidupmu. Ya, tanggal 14 September. Tepat 22 (Dua puluh dua) tahun yang lalu, dimana kamu di lahirkan, hasil buah cinta dari sepasang manusia yang berbeda namun dapat bersatu karena cinta. Cinta yang mampu memberi mu nafas, yang mengalir disetiap jejak hidupmu.

Hai, Pangeran ... Apa kabar? Sedang apa? Dimana dirimu berada?
Tak terasa ya, waktu semakin bergulir tanpa disadari. Saat ini 14 September, saat ini juga usiamu bertambah atau mungkin kontrak hidupmu dengan Tuhan sudah berkurang. Aku jadi ingat, peristiwa 14 September tahun lalu, dimana aku selalu berusaha untuk menjadi seseorang yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu. Entah ucapan melalui pesan singkat (sms) atau melalui telepon, yang pasti aku selalu melakukannya tepat pukul 24.00 saat perubahan waktu menuju tanggal 14. Di dalamnya ku selipkan makna kebaikan dalam do'a, agar kamu di berikan kesehatan, rezeki dan apapun yang terbaik untuk kehidupanmu. Kamu tahu tidak, mengapa aku selalu melakukan hal itu di setiap tahun, itu ku lakukan tidak lain dan tidak bukan, hanya untuk membuatmu bahagia. Yaa, meski kamu hanya membalas dengan ucapan terima kasih, tapi aku senang. Seandainya saja kamu bisa menyadari betapa pentingnya kamu di hidupku, ah, sudahlah tak usah kamu hiraukan maksud dari kalimat ku tadi !

Aku penasaran, kira-kira apa yang sedang kamu lakukan saat pergantian waktu menuju ulang tahunmu. Apakah saat ini, kamu sedang menonton TV? sedang bersenda gurau dengan Mama dan Papamu atau kamu sedang menikmati suasana malam bersama teman-temanmu? Hanya kamu dan Tuhan yang tahu, sedang apa dan bersama siapa kamu saat ini. Sedangkan disini, aku hanya membayangkan wajahmu, berdo'a dan memohon pada Sang Pencipta agar aku senantiasa hadir dihidupmu, agar aku bisa menjadi salah satu orang yang mampu melihat senyum indahmu, agar aku bisa untuk selalu mengucapkan kata selamat ulang tahun untukmu.

Meski tahun ini, untuk pertama kalinya aku tak mengirimkan pesan singkat (sms) atau meneleponmu. Bukan berarti aku tak mengingatnya, bukan ... bukan itu ! mana mungkin aku tak ingat, mana mungkin aku lupa dengan hari ulang tahunmu, jika aku lupa mungkin karena kamu sudah tak lagi ada di hatiku, dan itu sangat mustahil karena disetiap tanggal 14 September, sejak 9 (sembilan) tahun belakangan ini, aku selalu mencoba menjadi orang pertama yang mengucapkan "Happy Birthday" padamu. Ku harap kamu senang dengan do'a dan harapan kecil yang ku ucapkan untukmu.

Entah sampai kapan, aku bisa melakukan hal ini. Entah sampai kapan, aku bisa mengucapkan do'a dihari ulang tahunmu, apakah nanti, di tahun yang berikutnya aku masih bisa melakukan hal yang sama kepadamu, masih memberimu do'a, dan mengharapkan mu?
Aku tak tahu, yang pasti aku tulus melakukan ini semua. Maaf tidak ada ucapan dan do'a di tahun ini, hanya sebuah tulisan yang mungkin tak berarti dan tak layak untuk dibaca.
Untukmu Pangeran, Cinta Pertamaku, 14 September. Happy Birthday ;')

Jumat, 05 Juli 2013

Jika memang ingin

Semilir angin di sore hari ini masih sama seperti kemarin. Masih hangat, berhembus pelan, rasanya pun sama, masih menyiratkan kehampaan. Siapa yang bisa menghindari kehampaan?
Berada di ruang dan waktu yang hiruk pikuk, namun apa daya bila hati terasa berada di dalam dimensi waktu yang berbeda. Sendiri, terasingkan. Mungkin itu deskripsi kehampaan yang saat ini sedang melanda hidupku.
Aku tak tahu, sepertinya aku sudah terbiasa sendiri, melakukan hal apapun sendiri. Tapi aku tak mau jika harus merasakan ini sendiri! Iya, aku tak mau merasakan cinta sendirian, tanpa ada kamu yang menemani.

Aku putus asa, aku tak percaya, aku tak bisa melihat, aku tak bisa mendengar, aku tak bisa hidup dengan orang lain, selain kamu. Di bejana waktu, aku selalu mendidihkan harapan. harapan akan hadirmu kembali. Entah lusa, esok, hari ini, atau mungkin detik ini. Bisa saja kan, jika memang kamu ingin kembali menemuiku?
Pulanglah ketempat yang memang pantas untuk kamu tinggali, bukan sekedar persinggahan saat membutuhkan ketenangan. Tetapi tempat yang memang pantas untuk melepas keluh kesah dan canda tawa. Iya tempat yang pantas dan layak untukmu hanya aku, di hatiku!

Ingat kebiasaan kita dimasa itu?
Bersama, bercerita, bermimpi, bermimpi untuk dapat menjalani kehidupan dimasa depan, berdua. Ya, berdua, aku dan kamu. Dengan jalinan cinta kasih yang ku harap hanya kematian yang memisahkan. Tapi takdir berkata lain, kita berpisah di tengah jalan. Diperjalanan kita menuju masa depan. Kamu memilih untuk pergi, meninggalkanku dengan semua kisah dan peristiwa yang kita lalui bersama. Jika saja aku bisa menahanmu, saat itu juga aku teriak "Jangan!!!!" jangan tinggalkan aku, jangan lupakan aku, tetap disini bersamaku, dengan lelahmu dan keluh kesahmu saat bersamaku.

Kamu tahu? Sampai saat ini, aku masih mengunjungi tempat favorit saat kita bersama (dulu). Bagiku, suasana tempat itu masih sama, masih nyaman, masih hangat meski saat aku kesana tak lagi bersamamu. Namun kenangan-kenangan manis saat denganmu masih kental ku lihat saat aku berada disana. Terkadang, aku bertanya pada Tuhan, "Kapan aku bisa menikmati suasana senja bersamanya lagi?" Tapi Tuhan hanya menjawab dengan hembusan angin senja, dan awan mendung. Setelah itu, aku hanya mencoba menutup mata, meraih bayang-bayangmu yang masih tersisa.

Sebenarnya aku bisa saja melupakanmu dengan mudah, sangat mudah. Jika saja aku ingin, tapi aku belum menginginkan sosok lain pengganti dirimu. Aku masih menginginkan kamu, menginginkan mu ada dihariku, menginginkan mu menemani hidupku sampai aku tua nanti. Kamu ingin tidak? :'(
Jika memang ingin, tolong lihat dan tanya hati kecilmu! Mungkin saja, di dinding hatimu masih menginginkan kehangatan cinta dariku. Sehingga masih ada harapan untukku atau untuk kita, aku dan kamu. Untuk membangun mimpi kita menjadi nyata dimasa depan nanti, itu pun jika memang kamu menginginkannya.

Jika memang ingin, kembalilah dengan segenap kebahagiaan untukku. Pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, tak perlu keras-keras kamu mengetuk, karena hatiku selalu peka akan perasaan tulus darimu.

Sabtu, 22 Juni 2013

Tak Selemah Jantungku

"Aku tertarik padamu, bolehkah aku mengenalmu lebih jauh?" itu yang ku ucapkan saat pertemuan pertama dengan gadis kecil ini. "Bagaimana, boleh kan?" tanya ku lagi. Dia hanya membalasku dengan senyuman.
Senyumannya ... ah, senyuman itu. Iya, senyumannya, yang selalu masuk dalam labirin-labirin ingatanku. Entah jenis magic apa yang dia lakukan terhadapku, sepertinya pikiran dan hatiku ini selalu haus mengecap sesuatu tentangnya. Awalnya aku mengira ini hanya rasa penasaran saja, rasa simpati atau kagum semata. Tapi setelah aku bertemu dan menatap parasnya yang lugu, aku seperti menemukan aliran positif yang kuat menerkam hatiku, sehingga nadi hingga jantung pun berdetak seolah-olah berlomba untuk mengatakan "Lo harus bisa ngedapetin dia, Davin!" ya, aku harus mendapatkannya! gumamku dalam hati.

Hari silih berganti, sesuatu tentang aku dan dia pun masih ku jalani dengan tenang. Kami bersenda gurau, menemani jiwa yang sama-sama sepi disela waktu yang singkat ini. Aku senang, melakukan hal-hal bodoh saat bersamanya. Apapun akan ku lakukan untuk membuatnya nyaman dan bahagia saat berada didekatku. Entah, padahal belum lama aku mengenalnya, tapi mengapa aku selalu ingin menjadi yang utama dan pertama di hidupnya. Saat dia tersenyum, aku ingin, akulah penyebab utama dari senyumannya. Saat dia bersedih, aku ingin, akulah orang yang pertama membasuh air mata di pipinya. Aku, tak mengerti. Sebelumnya, aku tak pernah semelankolis ini, aku lelaki yang terlalu gengsi untuk menunjukan perasaanku yang sebenarnya. Tapi berbeda, setelah mengenal Eca, aku tak sungkan untuk mengutarakan maksud hatiku padanya.
"Gila ini, bener-bener gila! Davin, davin .... sejak kapan lo jadi mellow kayak gini? gelisah ga jelas nungguin BBM (BlackBerry Messenger) dari cewe yang jelas bukan siapa-siapa dihidup lo!"
ah, sial! terkadang untuk mengendalikan perasaan cinta terhadap seseorang itu sulit, terkadang kita seperti fakir asmara yang mengharap segenggam perhatian darinya. Tergopoh-gopoh aku meraihmu wahai gadis dambaanku.

Malam ini tepat pukul 21.00, saat orang lain (mungkin) sedang bersiap untuk merebahkan tubuhnya, aku sengaja pergi keluar rumah hanya untuk bertemu sang gadis pujaan. Iya, sudah beberapa hari ini aku selalu menunggunya pulang dari tempat dia bekerja dan mengantarkannya pulang ke rumah. Bagiku saat berdua dengannya, bisa menjadi moment istimewa dihidupku, meski tak lama.
Eca gadis yang mandiri, dia bekerja di salah satu pusat perbelanjaan sebagai SPG (sales promotion girl) selebihnya dia juga seorang mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas ternama. Kagum, di jaman yang serba instant seperti ini, masih saja ada orang sepertinya, terlebih dia wanita, kuat sekali dia menjalani kehidupan, memanage waktu untuk bekerja demi uang, uang yang dia gunakan untuk membayar biaya kuliah dan menyambung hidupnya. Ecaaa, ecaa ... gadis kecil, cerewet, ceria namun kuat dan tegar menjalani hidup.

"hai, kamu kok ada disini?" aku tersenyum saat Eca terkejut melihat ku berada di parkiran motor. "Kaget ya, sengaja, aku sengaja jemput kamu, pulang sama aku ya!" bujukku padanya. "oalah, ngga usah repot-repot toh, aku bisa naik kendaraan umum, aku biasa sendiri, sebelum aku kenal kamu, aku sudah biasa pulang kerja sendirian. ngga harus dijemput." jelas eca padaku. Ya, dia memang seperti itu, tak mau merepotkan dan menjadi beban hidup bagi orang lain. Tapi aku rasa, aku pantas memberinya perlakuan yang special. Aku bertanya pada Eca, mengapa dia menolak ajakan pulang bersamaku. Jawabannya singkat, dia berkata, dia tak mau merepotkan ku, dia tak mau menjadi gadis yang manja, dia ingin menjadi seseorang yang tegar bisa berdiri sendiri. Itu alasan yang terlontar dari bibirnya, tapi bukan Davin namanya jika tak bisa membujuk seorang wanita, hahaha ketahuan kalau aku seorang playboy! Tapi tidak untuk Eca, aku serius, benar-benar ingin memilikinya secara utuh.

Akhirnya Eca mau duduk dibelakang jok motorku, ku kendarai motor secara perlahan, ku biarkan suasana malam yang dihiasi bintang dan lampu-lampu kota itu menyinari perjalanan pulangku dan Eca.
"Kamu kok bisa sih, jemput aku ke tempat kerja? Padahalkan sudah cukup larut malam!" Eca memulai pembicaraan, aku hanya bisa menjawab, aku sengaja menjemputmu. Karena aku tau, kamu pasti susah mencari kendaraan pulang saat malam seperti ini. Ku dengar Eca tertawa kecil, yang kusimpulkan sebagai rasa bahagia karena ulah ku. Eca, Ecaa .. jangankan menjemputmu ke tempat kerja, ke bulan? ke angkasa? ke planet Neptunus pun, aku sanggup! Tuh kan, mulai melankolis dan lebay lagi, Davinnnn, sial, sepertinya aku terlampau jauh jatuh hati pada Eca. Entah apa yang kurasa, Jantungku mulai berdegup kencang, lingkar pinggangku sepertinya agak kaku, tapi hangat, iya hangat, ternyata ada kedua tangan Eca yang melingkar jelas di pinggangku. Iya, teruslah memelukku erat, lingkarkan tanganmu, biarkan angin malam bersemilir menusuk tulangmu, kamu merasa kedinginan bukan?

Sayangnya perjalanan pulang ke rumah Eca tak terlalu jauh, aku berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Segera Eca melepaskan tangannya dari lingkar pingganggku dan turun dari motor, tak banyak kata-kata yang dia ucapkan, hanya ucapan terima kasih kepadaku ditambah senyuman manis darinya. Senyuman manis yang menjadi penghias malam, pengantar mimpi indahku saat tidur. Eca semoga besok akan lebih baik dan kita bisa lebih dekat lagi, pintaku pada Tuhan.

Keesokkan harinya, aku lebih bersemangat tak seperti biasanya. Hahaha, jelas bersemangat! Pagi ini, aku sudah disapa oleh Eca, iya ... meski via BBM (BlackBerry Messenger) tak masalah yang penting ada respon positif darinya, lampu hijau yang berarti aku boleh mengenalnya lebih dekat.
Pukul 09.00 wib, waktunya kuliah. Tapi baru saja aku menyalakan mesin motor, suara teriakkan Ibu sudah terdengar, teriakkan menyuruhku untuk minum obat. Iya, obat! Sudah bertahun-tahun aku berteman dengannya, bentuknya mini bahkan tak sampai sebesar jari kelingking, tapi khasiatnya luar biasa, bisa membantu jantungku agar tetap berfungsi dengan normal. Maklum dari kecil aku selalu meminum butiran kecil berwarna putih ini, mungkin jika aku telat meminumnya aku akan berubah menjadi monster atau mutan! hih, efek suka menonton film kartun dan action terkadang suka mempengaruhi daya imajinasi ku.

Siang ini sepulang kuliah, aku mengajak Eca bertemu. Disebuah cafe tak jauh dari tempat dia bekerja. Kami tertawa, bercerita tentang kegiatan sehari-hari sambil ditemani menu makan siang yang kami pesan. Simple but nice! Disela obrolan, aku mencoba untuk menanyakan sesuatu tentang hal pribadinya. Lelaki yang sudah lumayan lama selalu ada dan selalu memperhatikan wanita secara diam-diam, pasti akan melontarkan pertanyaan yang sama pada wanita pujaannya, "Sory, aku mau nanya Ca! kalo boleh tahu, sekarang kamu lagi deket sama siapa aja?" Eca terkejut, iya hanya menjawab "aku lagi ngga deket sama siapa-siapa, sekalipun ada cowo yang deket, mereka ga lebih dari sekedar temen buat aku!" jelasnya, sambil melanjutkan mengunyah makanannya. Terima kasih Tuhan, seruku dalam hati. Itu artinya, aku bebas mendekati Eca tanpa ada halangan sedikitpun, iya ku harap seperti itu.

Pertemuan ku dengan Eca, tak berhenti sampai disitu. Setelah makan siang yang kemarin, hari-hari selanjutnya kami semakin dekat, aku juga sudah berhasil kenal dengan keluarga Eca, Mama dan Papa nya. Satu kata "bersyukur" itu yang selalu ku ucapkan dalam hati saat tersadar bahwa aku telah dan selalu melewati waktu bersama nya. Tak sulit bagi kami untuk mengerti, memahami, mengisi, melindungi sesuatu yang kami anggap berharga. ya, walaupun sampai detik ini belum ada sesuatu yang pasti antara aku dan Eca.
Entah, padahal hati ini sudah yakin dan memantapkan dirinya untuk mengakui bahwa dia lah sosok wanita yang selama ini ku cari. Tapi kenyataan berkata lain, sulit aku untuk memintanya menjadi sosok pendamping hidup. Bukan karena aku lelaki pengecut, tapi memang karena aku takut, takut akan sesuatu yang terjadi, takut akan kehilangan, takut akan diabaikan, jadi satu-satu nya cara, ya .. dengan seperti ini, aku bebas berada disampingnya menemaninya selama aku mau dan selama dia meminta. Aku kuat Tuhan! Aku harus kuat, demi dia!

Senang rasanya melihat seseorang yang kita cintai tersenyum bahagia, tertawa lepas tanpa ada beban diraut wajahnya. Ya, itu yang sudah ku lakukan padanya. Hari ini aku menemani Eca (lagi) hanya untuk menemani nya jogging dan bermain bola basket. "Gila nih, cewe! kira gw ga akan pernah kenal sama olahraga yang namanya basket, secara untuk cewe kayak dia, kurang pantas berolahraga seperti ini." gumamku dalam hati
"Vin, awas!" huuuh seketika tangan ku refleks menangkap bola basket yang datang ke arah ku "Aduh, maaf ya ... ngga ada maksud buat ngelempar bola ke muka kamu kok, Vin! maaf ya ... lagian kamu, main basket kok melamun, mikirin apa toh?" tanya Eca, seraya memberikan air mineral padaku.

Aku baru tersadar, ternyata tadi aku melamun, terpukau akan permainan basket Eca. Tak sadar pula, banyak keringat yang keluar dari pori-pori telapak tanganku, segera ku raih handuk yang tersimpan di tas ku. Mungkin Eca kaget akan hal ini, tapi aku sudah biasa. "Muka kamu kok, pucat? bibir kamu juga!" ucap Eca
ah, sial ! Kenapa dia harus menyaksikan ku dalam keadaan seperti ini, disaat keadaan yang sebenarnya sangat memalukan untukku, yang ku harap dia takkan pernah tau. "Vin, Davin! kamu ngga apa-apa kan?" tanya Eca lagi, kali ini kurasakan sentuhan halus dan hangat di pipiku, jantungku berdegup semakin kencang dan tak beraturan, masih kulihat jelas wajah Eca tepat didepan mataku, menyentuh pipi dan keningku berkali-kali, sampai akhirnya kurasakan bumi ini berputar. Setelah itu aku tak tahu lagi apa yang terjadi, ku tak sadarkan diri.

Saat tersadar, aku telah berada di kamar dan ku dapati dua sosok perempuan yang terlihat mengkhawatirkan keadaan ku. Ibu dan Eca, saat aku siuman mereka hanya tersenyum, Ibu memberikan aku segelas minuman tradisional, segelas air hangat dicampur dengan serbuk kunir putih. Kata Ibu ini bagus untuk menjaga jantungku. "Itu jamu tante?" celetuk Eca yang mungkin aneh melihat seorang lelaki seperti ku meminum minuman yang mirip dengan jamu. "Itu ramuan tradisional kunir putih, sayang!" jawab Ibu singkat, seraya meninggalkan kami berdua. Aku menghabiskan air kunir putih itu, tak mempedulikan apa yang ada dibenak Eca. Eca menatap ku, masih menatap ku.

Tiba-tiba kurasakan sentuhan hangat di telapak tangan ku, Eca menggenggam ku erat, seolah takut akan kondisi ku sekarang, matanya pun berkaca-kaca. Sepertinya akan turun hujan sore ini, sama seperti Eca yang tak bisa menahan air mata yang tertampung di kedua matanya. Untuk kali pertama, aku melihatnya menangis, mengeluarkan air kesedihan. "heii, ada apa denganmu, kenapa kamu menangis?" Eca tak sanggup menjawab pertanyaanku, dia hanya menggelengkan kepalanya. Ku sentuh kedua pipinya, ku basuh air matanya, hingga ku lihat dia sudah bisa melengkungkan senyum di bibirnya. "Kamu tenang ya, aku udah biasa kayak gini kok! Cuma kecapean, ngga perlu khawatir, oke!" jelasku padanya, mencoba memperbaiki suasana. Akhirnya Eca memutuskan untuk pulang, untuk kali ini dia pulang sendiri, tanpa aku yang biasa mengantarkannya pulang.

Semenjak kejadian itu, sebenarnya aku malu pada Eca. Malu dengan keadaanku, dengan kelemahan ku, jika sudah seperti ini aku hanya bisa merenung. Merenungkan nasib cintaku pada Eca, memang sampai sekarang aku belum sempat mengatakan isi hatiku, belum berani tepatnya! Iya, aku takut Eca mengabaikan rasa tulusku ini. Gadisku, apa kamu tahu keadaan pria yang mendambakanmu selama ini?
Waktu demi waktu ku lalui, tetap menjadi seseorang yang mengagumi nya, tetap menjadi seseorang yang selalu ada untuknya, dengan kekurangan dan kelebihan yang kumiliki.

Pikiranku bercabang, memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak ku pikirkan. Tentang Ibu, kesehatan ku dan masih tentang Eca. Aku tak tahu dengan apa yang ada didalam pikiranku ini, seperti orang yang melakukan perjalanan jauh dan berakhir dengan sambutan jalan buntu. Aku berpikir seolah-olah aku ini sedang menegakkan benang basah dan kering, suatu hal yang mustahil, percuma, sia-sia. Apa salah jika aku mencintainya? Apa salah jika aku tetap menginginkannya? Apa mungkin, aku bisa memilikinya? Dengan keadaan yang lemah seperti ini! Jangankan untuk melindunginya, untuk melindungi diri dari penyakit yang terus menggerogotiku saja, aku lemah, aku kalah, aku tak kuasa! Tapi aku tak ingin menyerah Tuhan ... Aku masih, sangat ingin bisa selalu ada disampingnya, disaat suka dan duka menghampirinya. Aku sadar, dia tak pantas untukku atau aku tak pantas untuknya?

Detak jantungku semakin tak beraturan, sesak rasanya, sakit, semakin kurasa rapuhnya jantung ini. Seandainya aku bisa mengungkapkan isi hatiku padanya, wahai gadis pujaanku. Jika sudah seperti ini, hanya butiran putih kecil yang ku tenggak untuk meringankan sakitku. Seandainya kau tahu, disetiap awal dan akhirnya hariku hanya kamu yang selalu ku pinta pada Tuhan. Agar aku, senantiasa bisa menjadi malaikat pelindung bagimu.
"Dear, Resya Dwi Pertiwi, aku Davin Hermansyah akan selalu mencintaimu, agar kau tahu Cintaku padamu tak kenal lelah dan lemah! iya, tak seperti jantungku."

Selasa, 04 Juni 2013

Sesak !!!

Oh ... Aku bahagia dengan sesuatu yang terjadi di hidupku belakangan ini. Belakangan ini, aku sering tersenyum tanpa sebab. Belakangan ini, entah mengapa kamu selalu muncul tiba-tiba di atmosfer ingatan mimpiku, iya, aku memimpikanmu !
Aku jatuh cinta ? horee ... Aku jatuh cinta, itu artinya aku sudah bangkit dari keterpurukan bayang-bayang pria sebelum kamu. Di mulai saat itu, aku tak seperti biasanya, aku lebih bersemangat, setiap hari ku awali dengan menyebut namamu dihadapan Tuhan, agar senantiasa hari-hari yang kita lalui akan selalu bahagia, yaa walaupun kita jarang bertemu, tapi tak mengapa, setidaknya aku bisa berkomunikasi denganmu secara baik tanpa ada hambatan sedikit pun.

Terselubung rasa takut, saat terdiam merenungi perasaan yang di anugerahkan Tuhan ke padaku. Apalagi saat buluh perindu telah menancap pas dihatiku, ah ...aku tak bisa menahannya, aku tak bisa menyembunyikan perasaan suka kepadamu. Telah ku coba selami rasa ini, apa ini perasaan cinta atau hanya suka sesaat ?
Aku tak tahu, tak mengerti, tak bisa membedakan racun yang ada dihatiku, aku merindukanmu di setiap jejak langkah yang ku pijakkan di bumi yang rapuh ini, aku menginginkan mu, terlalu, sungguh terlalu menginginkamu !

Kamu telah membuatku terbuai, aku jatuh cinta !
Seharusnya kamu bertanggung jawab atas semua perasaan ini. Saat tiba waktu bertemu dengan mu, aku diam, menjadi seseorang yang sangat bodoh, yang hanya bisa memandangmu secara diam-diam dan berkata dalam hati "Terima kasih Pangeran, kamu telah membuat senyumku lebih bermakna" itu yang ku katakan dalam hati disela candaan kita.
ah, kamu terlalu jauh membuatku melayang, aku tak tersadarkan diri saat kamu berbicara, menatapku tajam, sepertinya bukan ucapan yang ku dengar darimu, lebih seperti alunan melodi yang lembut tepatnya. Kamu berulang tahun, ku ucapkan kata-kata dan do'a untuk hidupmu. Untuk pertama kalinya, sangat mudah bagiku untuk dekat dengan seseorang yang ku anggap sangat memberi makna dihidupku, untuk mengetahui segala macam tentangmu, sangat mudah, apa ini pertanda bahwa mudah juga untuk aku memilikimu, Pangeran ? :)

Hari demi hari ku lalui, setiap detiknya semakin memacu ku untuk meraih mu. Hingga akhirnya, aku mengetahui bukan hanya aku saja yang menganggap mu istimewa, masih ada dia dan dia. Dua orang wanita yang kulihat memerhatikan mu juga. Ya, sepertinya mereka ingin jauh lebih cepat untuk memilikimu. Aku hanya bisa terenyum, melihat tingkah mereka tapi terkadang aku kesal ! Bukan kesal pada mereka, tapi kekesalan pada diriku sendiri, mengapa aku tak bisa melakukan hal yang mereka lakukan padamu ?
Seperti berbincang berlama-lama denganmu, memanggilmu dengan panggilan khusus (sayang), berbeda dengan ku yang datar memanggilmu dan ketus menyapamu. Aku memang seperti itu, tak ingin terlihat bahwa aku diam-diam menyukaimu.

Dulu buluh perindu yang membuat sesak dadaku, yang memberi rasa bahagia dihidupku dan sekarang pun masih sama, dadaku masih terasa sesak, sangat sesak, penuh sesak, setelah tahu kamu berhasil dimiliki oleh salah seorang dari wanita itu. Aku kalah, aku tak bisa mendapatkan mu. Kini, ku hanya mendapat luka, untungnya bukan luka yang menganga, hanya goresan luka kecil yang ku harap dapat ku sembuhkan sendiri, tanpa harus memerlukan penawar racun darimu. Sesuatu yang mudah di dapat biasanya mudah juga untuk hilang, entah kemana. Sama seperti yang ku rasakan, begitu mudah aku jatuh cinta, begitu mudah kamu membuatku cinta, begitu mudah aku dekat denganmu, begitu mudah kamu mendekati ku. Semua begitu mudah, sampai-sampai untuk bergelinangan air mata saja begitu mudah untukku. Air mata ketulusan, buluh perindu kini ku harap akan segera berkurang, karena tak seharusnya aku merindukanmu yang telah dimiliki seseorang.

Merindukan kekasih orang lain, boleh kan ?
Namun jika aku melakukan itu, itu sama saja bunuh diri, membunuh secara perlahan, aku harus segera membuang semua angan-angan yang sempat menghampiri benakku ini.
Iya, Tuhan hanya mengijinkan ku untuk mengenalmu saja, tidak terlalu jauh Tuhan memberi kesempatan padaku untuk memilikimu, tidak, tidak, untuk sempat mengatakan cinta saja aku tidak di ijinkan.
Aku begitu kuat ya, tegar sekali jiwaku ini ! ah, ini ku lakukan untukmu, aku tak mau kamu repot memikirkan perasaanku yang tak berharga ini. Sudah, ku ingin kau dapat bahagia dengan Putri cantik pilihan hatimu. Tak apa setiap malamnya aku merasakan dinginnya air yang mengalir di pipiku, yang terpenting kamu bahagia menjalani hidup dengan nya. Oh, tulus sekali perasaan ini :)
"Selamat tinggal Pangeran, Pangeran yang jauh di pelupuk mata, semoga aku bisa menemukan kebahagiaan setelah merelakanmu."

Senin, 13 Mei 2013

Untuk Tuan 13 Maret 2013

Dear Tuan yang memutuskan pada Rabu, 13 Maret 2013. Bagaimana keadaan mu ? semoga Tuhan selalu melindungi dan menjagamu di setiap hembusan nafas yang kau eluhkan. 13 Mei ini, aku masih merasakan perih yang tertinggal di dada ku. Mungkin menurut mu apa yang ku rasa tak sebanding dengan luka yang kamu rasa, jangan di bandingkan ... lihat kenyataan yang ada, bahwa aku dan kamu sama, sama-sama merasakan luka yang seharusnya tak ada dan tak pernah kita rasakan.

Aku tau, mungkin sekarang hidupmu sudah cukup tenang tanpaku. Tapi terkadang, aku masih bertanya di dalam hati, apa semudah itu kamu melupakan ku ? Kamu pria, pada lahiriahnya pria memang bukan mahluk yang selalu memikirkan sesuatu, berbeda dengan wanita seperti ku, yang masih saja memikirkan sesuatu yang tak seharusnya ku pikirkan. Ya, terkadang aku masih memikirkan mu, di singkatnya waktu ku.
Apa kamu pun, masih memikirkan ku ?

Kamu pernah berkata, apapun yang terjadi, kamu akan selalu bersamaku, di dekatku dan tetap mempertahankan ku ! Tapi mana buktinya ? mana usaha mu, Tuan ? jangankan untuk mempertahankan ku, untuk mendengarkan keluh ku saja kamu tak mau. Apa itu yang dinamakan usaha, apa kamu tak bisa berjuang ?
Ya, aku pun sadar, memang tak banyak kebahagian dan waktu yang ku berikan saat kita masih bersama, karena aktifitas ku yang terkadang sibuk disela waktu yang kamu punya. Kita baru saja menjalani proses untuk saling mengerti, saling memperhatikan, menyayangi atau mungkin saling menyebutkan nama di dalam do'a kepada Tuhan, Tuan ... meski aku tak terlalu lama menghiasi setiap harimu, tapi aku cukup mengenalmu. Terlalu singkat memang, tapi apa dayaku, semua telah menjadi keputusanmu untuk melepaskan ku.

Aku mengerti tak mudah bagimu untuk mengerti jalan hidupku, mungkin bagimu aku terlalu abnormal tak seperti wanita lainnya. Hidupku luas, penuh sesuatu yang tidak biasa, bagiku istimewa, meski bagimu tak normal. Aku hanya mahluk Tuhan yang menginginkan ketenangan dan kedamaian, itu sebabnya begitu banyak orang yang ku temui dan ku kenal. Meski orang-orang itu tak seperti kamu dan teman-temanmu, tapi aku hanya ingin kamu mengerti, semua ini hanya perbedaan pandangan dalam hidup dan cara menjalani hidup.

Terkadang kenyataan hidup tak bisa kita terima, aku berteman dengan seseorang (pria) yang mengalami gangguan kejiwaan di dalam dirinya, dan aku hanya ingin melihatnya hidup normal sesuai syariat agama, karena Tuhan menciptakan mahluk berpasang-pasangan dari kaum yang berbeda, adam dan hawa. Tak bolehkah aku membantunya ? Apa dia tak pantas merasakan cinta yang di anjurkan ?
Apa yang ku lakukan tak lebih dari membantunya, tidak lebih !
Tak seperti yang kamu dengar dari mereka dan tak seperti yang kamu pikirkan, mungkin apa yang ku ungkapkan ini tak berarti bagimu hanya tulisan melankolis yang merintih untuk dipahami. Tapi renungkanlah, aku hanya ingin kamu tau, aku tak seperti apa yang ada dibenak mu.

Tuan, dimana pun kamu berada, aku harap kegembiraan akan selalu bersamamu, karena kamu pantas untuk mendapatkan itu. Maaf bila caraku terlalu kekanak-kanakkan seperti ini, salam untuk Mama Cut Karmiati ya, kangen masak udang dan kentang balado bersama Mama :)

Kamis, 09 Mei 2013

Sederhana, Istimewa bagiku

Disaat hati memutuskan untuk mencintai salah satu maha karya Tuhan, itu artinya kamu telah siap merasakan sakit dalam mencinta. Karena kamu harus mengerti, tak semua cinta berakhir dengan senyum bahagia bahkan tak jarang cinta berakhir dengan air mata. Tak ada seorang pun yang tau, dimana dan kapan cinta menghampiri, berlalu dan berakhir di dalam hidupmu. Aku hanya seorang gadis yang berusaha menemukan, menjaga dan mempertahankan cinta yang telah singgah dihatiku dengan segala kekuatan dan keyakinan yang ada.

Cinta yang datang dan pergi, menyita sebagian hidupmu untuk memikirkan, memperhatikan, menyayangi bahkan mendo'akan seseorang yang sangat berarti. Entah seseorang yang benar-benar tulus mencintaimu atau hanya seseorang yang sekedar dititipkan Tuhan untuk mewarnai cerita cintamu saja. Seperti aku yang tulus mencintai seseorang, seseorang yang mungkin salah untuk aku cintai, karena memang dia tak pernah menganggapku ada, tak pernah mempedulikanku. Ini yang dinamakan cinta ? Apa ini yang orang lain agung-agungkan ! Cinta ?
Aku tak tau, tak mengerti, haruskan cinta sesakit ini ? ah, mungkin ini hanya perasaanku saja !

Senang rasanya melihat sepasang kekasih lanjut usia, jalan bergandengan, bersenda gurau, melengkungkan senyum dibibir diantara mereka berdua. Mungkin mereka telah menelan pahit manisnya kehidupan terutama dalam hal bercinta, sehingga mereka dapat hidup berdampingan hingga usia mereka yang tua, dengan perbedaan, ego dan emosi yang ada. Pastinya dengan keyakinan dan kekuatan yang dimiliki untuk mempertahankan keindahan cinta diantara mereka. Aku jadi membayangkan kehidupan kita, ya .. kita, kita yang ku maksud adalah aku dan kamu dimasa depan nanti. Akankah kita menjadi penerus pasangan lanjut usia itu ? Mungkinkah aku dan kamu dapat bersatu hingga hanya maut yang memisahkan ? Atau aku dan kamu hanya cerita fiktif belaka ?

Apa yang ku ungkapkan ini mungkin terlalu berlebihan, tentang aku, kamu, masa depan dan cinta sehidup semati yang mungkin tak pernah ada dibenakmu, yang tak pernah terselip didalam hati kecilmu karena memang kamu masih buta ! Kamu belum bisa menyadari, melihat dan merasakan apa yang aku berikan kepadamu, sapaan hangat setiap hari, senyuman semangat, bahkan do'a yang pelan-pelan ku ucapkan untukmu pada Tuhan, pasti kamu belum bisa merasakannya. Karena aku tau, dari sikapmu yang acuh tak acuh terhadapku semakin meyakinkan ku bahwa perbuatan yang ku lakukan ini hanya sia-sia. Sampai kapan aku mengharap sesuatu yang kusebut cinta darimu ?

Tau kah kamu, setiap bertemu aku selalu menunggu saat-saat dimana hanya aku dan kamu saja, bercerita hal-hal sederhana namun begitu istimewa bagiku. Untukku mengetahui sesuatu tentang mu adalah sebuah kebanggan dan kebahagiaan hidup. Tapi mengapa akhir-akhir ini kamu menghilang, memang kita jarang bertemu, sangat jarang malah, oleh sebab itu sebuah pesan singkat darimu yang selalu ku tunggu, meski hanya sebuah kata-kata sederhana dan singkat tapi entah mengapa hal itu bisa memberikan semangat di setiap hari-hariku. Aku tau, bagaimana sosok cinta yang kau idamkan, kurang lebih seperti putri atau bidadari. Kamu seseorang yang luar biasa bagiku, sangat berarti, meski kamu hanya menganggap ku sebagai seorang teman. Kamu selalu bercerita beberapa wanita yang menurutmu sempurna untuk kamu miliki, tapi apa yang kamu dapat, hanya kesakitan dan pembodohan cinta yang kamu terima dari mereka.

Menurutku, kamu terlalu jauh memandang, untuk apa kamu berlari dan mencari kebahagiaan cinta yang hakiki, bila sebenarnya disini telah ada seorang wanita yang benar-benar mengharapkanmu, menunggumu di setiap waktunya, aku, ada aku disini, hanya aku ! Sudahlah, hentikan ... tak usah kamu mencari lagi, kembalilah padaku, tatap aku disini, karena aku yakin, aku pantas untukmu. Kita tak perlu sesuatu yang luar biasa, kita hanya perlu sesuatu yang sederhana tanpa cela namun istimewa. Seperti aku dan kamu, yang entah kapan akan menjadi nyata, yang entah kapan akan menjadi kita. Di keheningan malam, di teriknya siang, di hangatnya senja aku selalu menantikan kehadiranmu di hidupku yang singkat ini :)

Sabtu, 04 Mei 2013

Seseorang dimasa lalu

Mata yang penuh dengan cahaya harapan, itu yang bisa ku tatap saat mendengarkan dia bercerita. Bercerita tentang beberapa pria yang sudah berhasil mengambil alih sebagian pikiran di seluruh waktunya. Awalnya, dia bercerita tentang seseorang yang baru dia kenal satu tahun belakangan ini, kedua matanya masih berbinar, suaranya pun masih bersemangat menceritakan kejadian yang tak pernah dia duga sebelumnya kepadaku. yaa, wanita berhijab ini seolah-olah mendapatkan suatu kebahagiaan yang sangat besar dari Tuhan. Aku senang mendengarnya, karena memang dia pantas untuk mendapatkan kejutan yang begitu terasa cepat, bahkan terlalu cepat bagi seorang mahasiswi semester 6 fakultas ekonomi, sepertinya.

Tapi aku hanya bisa mencoba dan menjadi pendengar yang baik. Dia bercerita tentang perjuangan pria yang menginginkannya selama 1 tahun ini, dia bercerita bagaimana pria itu berjuang untuk bisa mengenal dia lebih jauh, mencurahkan isi hatinya melalui sebuah goresan pena yang terukir di dalam sehelai kertas yang terletak di beberapa halaman buku motivasi yang diberikan pria itu. Serangkaian kata-kata indah, penuh pengharapan, keinginan untuk membahagiakan dan menjadi seorang pria yang terbaik untuknya. 
"Tapi aku bingung !" ucapnya
"Aku bingung, apa yang harus ku lakukan dan katakan, karena saat kita bertemu, dia tak pernah membahas hal ini sebelumnya, kami hanya dekat seperti sahabat, kakak dan adik mungkin, kedekatan kami tak lebih dari itu ! Malah, aku lebih akrab dengan adik nya !"

Aku tersenyum, melihat ekspresi wajah wanita ini, sebenarnya apa yang membuat nya risau, sudah jelas pria itu telah menawarkan diri untuk menjadi pangeran di hidupnya.
Dia pun melanjutkan ceritanya, tentang pria ini, masih pria ini, pria yang menurutnya biasa saja tapi mampu membuat letupan-letupan kejutan di hatinya. Mengenai pria ini, sepertinya bersungguh-sungguh ! 

"Yang membuat aku heran dan kaget, dia memintaku untuk menemaninya pergi ke Bandung. Aku menerima ajakkannya, karena kebetulan pada hari itu aku ingin pulang kerumah." ucapnya
"Dan tiba-tiba saat di perjalanan, dia mengatakan maksud dan tujuan nya pergi ke kota kembang itu, kepadaku. Kamu tau ? dia bilang, kalau tujuannya pergi ke bandung hanya untuk bertemu ayah dan ibuku !"
Dia bercerita, pria itu mengatakan ingin memilikinya di hadapan kedua orang tuanya. Wahai, Tuhan ... begitu agung nya kisah cinta yang kau berikan pada sahabatku ini. Aku berpikir, bagaimana rasanya dipertemukan dengan seseorang yang menyayangi kita, yang ingin selalu ada dan menjadi yang terbaik untuk kita ? pasti menyenangkan ! Tapi ternyata pemikiranku salah, masih banyak cerita cinta yang belum dia ungkapkan kepada ku.

"Aku senang, bahagia mendengar itu semua, mendengar langsung apa yang selama ini dia rahasiakan kepada ku, selama menjalani hari bersamanya, dia selalu membuatku tersenyum. Tapi satu sisi, aku merasa bersalah, aku seperti membohongi perasaanku sendiri. Apa ini ? Perasaan apa ini ? aku tak bisa mengendalikan hatiku, saat hatiku kembali berpaling ke kehidupan masa laluku !"
ah, memang lemah ! ternyata sahabatku ini masih saja dihantui bayang-bayang cinta pertamanya. Ya, dia masih memikirkan sosok pria yang pertama kali membuat jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Pria yang pertama kali mengajarkan dan memberi arti cinta, sakit, sedih, bahagia, senyum dan tangis di dalamnya.

"Lalu bagaimana kabar cinta pertamamu ?" tanyaku
"Kami bertemu dan saling kenal saat duduk di bangku SMA, dia menyenangkan, aku selalu nyaman bila bersamanya. Dia berbeda dari anak SMA yang lainnya, dimataku begitu banyak kelebihan yang dimilikinya. Dia pria yang tampan dan cerdas, memiliki pendirian yang kuat dan selalu bersemangat mencapai cita-citanya. Karena itu dia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar kota, sebagai seorang pacar yang perngertian, aku selalu mendukung setiap kegiatan positif yang dia lakukan. Bahkan setiap aku berbincang dengan Tuhan disela do'aku, aku tak pernah lupa menyebut namanya, setelah Ibu dan Ayah, dia lah yang selalu aku utamakan. Aku ingin dia mengetahuinya, seandainya saja dia merasakan. Kini sudah hampir 2 tahun kami tak bertemu, aku dan dia hanya berkomunikasi melalui handphone, itu pun sudah 6 bulan yang lalu, terakhir kali dia memberi kabar melalui pesan singkat kepadaku. Meski hanya itu, entah mengapa, aku selalu yakin bahwa perjuangan cinta yang aku lakukan untuknya tak akan sia-sia. aku tak mengerti mengenai status hubungan kami, apa masih berpacaran atau sudah berubah menjadi teman biasa, teman lama lebih tepatnya !" ucapnya

Dari ceritanya, dia menggambarkan jelas mengenai apa yang ada di dalam hatinya. Intinya dia senang dengan Pria yang baru dia kenal, tapi mampu membuat hari-harinya lebih bermakna, membuka kembali arti kebahagiaan di cintai oleh seseorang, tapi tetap di hati kecil yang terdalam masih ada sesosok masa lalu, yang hingga sekarang masih di pertanyakan dan dinantikan olehnya. Dia gadis yang lembut, dia tak mau di anggap egois, membohongi diri sendiri menerima seseorang yang baru namun masih selalu memikirkan dan mengutamakan seseorang di masa lalu. Oh, Tuhan ... aku tau betul perasaannya, aku tau persis apa yang dia khawatirkan. Sahabatku ini sedang berada ditengah perasaan yang membuatnya resah, tak tau apa yang harus dia perbuat, apa keputusan yang harus dia ambil, menerima seseorang yang baru, yang berusaha untuk menjadi seorang pangeran di hidupnya atau tetap bertahan, menjalani hari menuntut kepastian cinta dari cinta pertamanya di masa lalu. Ini ujian dalam menentukan kebahagiaan, sahabat ... Ini hidupmu, hatimu, kebahagiaanmu, kamu yang tentukan ! Tetap dengarkan kata hatimu, mintalah padaNya untuk selalu membimbingmu dan meyakinkan mu dalam mengambil keputusan ini :)

Seseorang, seseorang yang pertama menyentuh dinding hati, memang biasanya sulit untuk dilupakan, sangat sulit malah, tapi sangat mudah, mudah untuk selalu kita kenang. Aku kira hanya aku saja, seorang wanita yang masih sulit lepas dari bayang cinta pertama, ternyata lagi-lagi aku salah, sahabatku yang satu ini juga seperti itu. Tapi aku harap cinta pertamanya tak seperti kisah cinta pertamaku, yang tidak terlalu banyak sesuatu yang bisa ku banggakan. Yang terlalu banyak memakan waktu untuk menunggu, menunggu sesuatu yang tak pasti, tak pantas untuk diharapkan karena hanya memberi kepedihan yang hingga sekarang masih terkenang. Tapi, jika memang seperti itu, apa pantas disebut cinta ? Cinta suatu anugerah yang diberikan Tuhan pada semua mahlukNya. Cinta tidak sakit, Cinta tidak jahat, Cinta tidak menakutkan ! Yang membuat cinta begitu perih dirasa adalah orang-orang yang menjalankannya, orang-orang yang begitu egois menyakiti orang lain bahkan dirinya sendiri, hanya untuk meraih cinta. Wahai keturunan Adam dan Hawa, peliharalah hatimu untuk selalu mencintai, menyayangi seseorang yang mencintai dan dicintai olehmu.

"Untuk sahabatku, kamu begitu beruntung, Tuhan memberi yang terbaik untukmu, raihlah dan capailah kebahagiaanmu yang ada di pelupuk mata :)"

Senin, 29 April 2013

Kamu adalah mereka :)

Siang ini sama seperti biasanya, kita masih berada di kolong langit yang sama ! tapi mengapa tak bertemu ? jujur, masih ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. mengenai aku, kamu, mereka dan sesuatu yang kusebut itu cinta. Tapi sepertinya kamu tak berbeda, sama seperti mereka yang selalu melihat sesuatu hanya dari satu sisi saja. Itu membuatku kecewa, seharusnya kita bisa melihat sesuatu yang terjadi dari berbagai aspek yang ada dan sudut yang berbeda, kalian terlalu kolot !

 Karena keputusan dan pemikiranmu lah, kita merasakan perihnya luka yang menghancurkan keindahan yang telah kita buat selama beberapa bulan ini. Seandainya kamu mau mengerti mengapa aku seperti itu, melindungi sahabat, yaa aku hanya sekedar melindunginya, tak ada sedikitpun perasaan kepadanya. Seharusnya kamu sadar, bisa melihat, jangan hanya mementingkan ego dan spekulasi yang kamu dapat dari mereka. Disini, aku sakit, terluka, sama sepertimu ! Tapi semua orang terlalu banyak mencampuri urusan kita, seakan aku lah asap dari sumber api dalam masalah ini.

Hei, bisakah kamu dengar aku, sebentar saja ? Hei, bisakah kamu memahami aku, sedikit saja ? Apa bisa, kamu atau mereka menghadapi masalah yang di hadapi sahabatku ? Apa salah jika aku peduli dan berniat membawanya sembuh dari kesakitan karena pergaulannya ? Apa Tuhan menciptakan hati padamu dan mereka ? Jika iya, mengapa kalian begitu merasa sempurna dihadapan ku ? Apa hati kalian tak terketuk, setelah mengetahui hal ini ?

Ya, aku tau, berat untukmu menerima kenyataan ini, aku pun sadar, aku telah menyakitimu, dan kamu pun sama telah menyakitiku !
Tapi seandainya kamu mau bertemu denganku, hanya untuk sekedar bercengkrama dan menikmati segelas kopi susu, mungkin kamu bisa sedikit lega dan memahami semua yang terjadi ini. Jika aku bisa menentukan alur kisah hidupku, mungkin aku memilih untuk tidak mengenalmu, untuk tidak mengijinkan kamu masuk ke lingkaran hidupku. Mengapa demikian ? karena hidupku berbeda, tak seperti mereka yang hidup dan menjalani kehidupan secara normal, hidupku penuh dengan sesuatu yang luar biasa, yang tak biasa bagimu dan mereka.

Sudah 1 bulan lebih 16 hari kita memutuskan untuk tidak saling mengerti, memperhatikan dan mempedulikan satu sama lain. Itu keputusanmu dan aku pun menyanggupinya, karena ku sanggup meski awalnya sulit terasa, saat harus mengucapkan pisah. Tapi apa yang bisa ku perbuat ? dimatamu, aku seorang wanita yang pernah memberi kebahagiaan dalam waktu yang begitu singkat namun meninggalkan luka yang mendalam.

Aku takut, saat kamu mulai mencurahkan kekesalan dan perasaan yang kau rasa padaku di status media sosial (facebook) yang berpikir bahwa aku hanya wanita yang tak memiliki harga diri, yang rela melihat seorang pria yang dia cintai pergi hanya untuk seorang sahabat pria, seorang sahabat yang memiliki kelainan di jiwanya ! Aku benci, aku sakit, aku menangis saat kamu mulai melakukan hal tersebut ! Hingga penat ku telah memuncak akan sikapmu yang begitu kekanak-kanakan, aku lebih memilih untuk diam dan menghilang dari hidupmu. Bagiku itu lebih baik dan yang terbaik, karena untuk apa aku masih berhubungan  denganmu, tapi kamu hanya melakukan dan menilaiku dengan persepsi itu, persepsi yang tak jauh berbeda dengan mereka yang juga sahabatmu dan sahabatku.

Sekarang aku telah mencoba berdiri kokoh kembali tanpa adanya bayang tentangmu dan takkan ku ijinkan lagi kamu dan mereka mengusik hidupku. Aku adalah aku, kamu adalah mereka ! Dan kamu telah biarkan ini semua selesai dengan penyesalan di dalam hidupmu.
Semua tragedi yang terjadi telah menampar keras hati dan nurani kita berdua, tapi disini aku tak akan membalas cacian darimu, aku hanya ingin bicara "Kamu, terimakasih untuk semuanya, meski kamu tak menganggap ku ada, tapi semoga saja kamu membaca jentikan jemari kecilku ini, dan kuharap kamu mengerti" :)


Rabu, 24 April 2013

Bertanya Pada Senja

Dia, rapuh
Saat yang lainnya tenang, hanya dia yang berusaha
Saat yang lainnya bahagia, hanya dia dalam ketegaran
Dia menuju ketenangan hidup

Dia sendiri, termenung sepi menunggu senja
Gadis yang dulu
Yang dulu selalu ceria, tersenyum pada dunia
Kini dia beranjak, mencoba tersenyum di atas ketegaran yang teduh

Lihat, tangan kecilnya
Begitu kuat menggenggam beban kehidupan
Lihat, sayu matanya
Menatap luas dan getirnya jagat raya

Tuhan, engkau melihatnya ?
Tuhan, engkau mendengarnya ?
Lihat perjuangannya dalam mencapai kehidupan
Dengar cerita dan jerit hatinya yang lelah namun tetap kuat berpijak

Saat lembayung senja memerah
Dia menatap dan berucap "aku ingin hidup seperti mereka !"
Dia diam dan berkata "apa mereka ingin hidup seperti ku ?"
Meneteskan air mata, jawab awan

Entah, mereka mampu merasakan sesuatu yang ada dalam hatimu, gadis ..
Entah, mereka bisa merangkak menjalani ini menuju kehidupan seperti mu, gadis ..
Kelak, dia akan berpijar .. senantiasa bersinar
Merengkuh kehidupan bahagia yang kini telah dipelupuk mata

Kau, yang ku kagumi


Kamu, masih menjadi topik hangat di dalam lamunan. aku tak mengerti, sebenarnya siapa kamu ! yang selalu menyeret ku kembali kemasa itu. Waktu memang cepat berlalu, tapi entah mengapa perasaan dalam hati ini tak memudar sedikit pun. Jika saja, aku bisa beranjak sejenak dari perasaan yang terus menghantui ini, mungkin aku akan rehat sejenak, hanya untuk melepas lelah menjadi seorang pengagum dan jika aku merindukan mu (lagi) aku akan selalu menjadi seseorang yang menyebut namamu disela do'a ku.

Kamu tau ? seberapa besar usaha untuk meninggalkan & menjauh darimu, tapi aku terlalu lemah, selalu ku mencari bayangmu di teduhnya cintaku. entah ini cinta atau hanya rasa kagum semata. Tetapi saat sosokmu ada di hadapan ku, saat bibir merahmu melengkungkan senyum padaku, tiba-tiba terjadi getaran dahsyat yang menghujam jantung ku ! Oh, Tuhan .... perasaan apa ini ? cinta atau hanya rasa kagum semata, tanya ku lagi didalam hati. yaa walaupun itu terjadi di masa yang telah lampau, yang tak seharusnya ada dalam memory otakku, mungkin ini tak berarti bagimu, jelas tak berarti ! siapa aku ? bahkan kamu tak mengenali nya !

Ini terlalu bodoh, memperhatikan, menyayangi, mengagumi seseorang tanpa pernah mengungkapkan sepatah kata pun. Tapi Untuk apa mengaharap, untuk apa merintih, jika seseorang yang kau banggakan tak pernah memperdulikan mu ? aku sadar betul akan hal ini !

Kamu terlalu indah bagiku, untuk ku miliki, untungnya aku mengerti bahwa cinta tak harus memiliki. Sehingga aku tak perlu egois akan perasaan ku kepadamu, karena aku sadar, ku hanya bisa menjadi penggagum rahasia mu ! Tapi apakah ini adil ? adilkah bagi seorang perempuan seperti ku, yang terlalu lemah untuk mengungkapkan cinta ! Jika cinta tak harus memiliki, bagaimana kita bisa merasakannya ? apakah harus merelakan seseorang yaitu kamu, tersenyum bahagia dengan perempuan lain, sedangkan aku berharap, akulah perempuan pendamping mu ! entahlah, mungkin ini jalan hidupku, yang hanya bisa menjadi seorang pengagum rahasia. Seandainya aku memiliki keberanian lebih, akan ku tunjukkan dan ku ungkapkan seberapa berharganya dirimu di hidupku.

Aku tak akan menyesal telah mengenalmu, aku tak akan mengeluh dengan perasaan ku, karena aku tau, Tuhan telah merencanakan suatu kisah yang indah, bagi perjalanan hidupku.
Terima kasih, kau yang tunjukkan sedih, perih, sakit, suka dan bahagia dalam cinta di hidupku.