Rabu, 25 Februari 2015

Berbahagialah

Untuk siapa pun yang sedang dilanda pilu, hidup memang tak selalu sesuai dengan kehendakmu. Takdir takkan pernah menuruti semua perintahmu. Bahkan, mimpi yang selama ini kau harap menjadi nyata, tak jua berwujud nyata dalam hidupmu.

Lantas, apakah engkau bisa dengan bebas mencaci kehidupan yang kita jalani ini?

Aku rasa tidak, bagaimana menurutmu?

Tuhan menciptakan semesta, lengkap dengan isi dan lelakonnya. Tak lupa, Tuhan juga menghadirkan pertemuan dan perpisahan. Menciptakan keberhasilan lengkap dengan kegagalan. Menyandingkan suka dan duka. Mempersembahkan pagi dan malam. Penuh perbedaan namun tetap asyik saling melengkapi dan membuat semesta ini menjadi berwarna. Entah warna merah muda, jingga atau abu. Yang pasti kita semua (mungkin) sudah terbiasa dengan hal itu.

Terkadang, kita terlalu akrab dan bangga mengahadapi masalah dengan mengeluh. Padahal kita masih bisa menghadapi masalah dengan derajat yang lebih tinggi, menghadapinya dengan tangguh. Meski tak setangguh Gatot Kaca dan tak sekuat Bima. Setidaknya, kita masih bisa berusaha menjadi tangguh dan bersyukur.

Mungkin kita pernah merasa, hidup ini tak adil. Apa yang kita perjuangkan tak memberikan hasil yang sesuai. Jauh dari prediksi. Hingga kita lupa, keikhlasan dalam menjalani hidup. Bukankan untuk tetap hidup, kita harus selalu berusaha dan berjuang? 
Jadi, jika engkau memutuskan untuk berhenti dititik ini, menyerah disini, apakah engkau memutuskan untuk mengakhiri hidupmu?

Tenanglah, kesedihan yang kau rasa belum tentu kesedihan yang teramat sedih. Kegagalan yang kau dapat belum tentu akhir dari kesuksesan itu. Masih banyak, yang hidupnya lebih sulit dan kacau dari hidupmu. Apakah kau pernah terpikir, kehidupan lain diluar kehidupanmu?
Pernahkah kau memiliki niatan untuk mengunjungi mereka, berbagi sedikit kebahagiaan yang kau miliki dibalik kehidupanmu yang kau anggap paling menyedihkan?

Percayalah, Tuhan selalu ada bagi mereka yang berusaha, bagi mereka yang berjuang mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan. Tentu saja, Tuhan akan memberikan bonus lebih pada siapa saja yang mampu menghadirkan sedikit kebahagiaan diantara keterpurukan yang dimiliki oleh orang lain.

Berbahagialah!
Roda kehidupan takkan pernah berhenti berputar. Jika hari ini kau sedang terpuruk karena semua hal yang buruk tengah menimpamu. Mungkin esok, Tuhan memberikan kuasanya untuk menggantikan air mata dengan senyuman. Dengan sesuatu yang penuh kejutan dan mengejutkan. Hidupmu sangat berharga, tak sepantasnya kau mengeluh dan mengalah pada keadaan. Berbahagialah, karena kau telah di uji oleh-Nya yang akan memberikan hadiah yang pantas untuk kesabaran dan ketangguhan yang kau miliki.

         
                 Purwakarta, 25 Februari 2015
 
Dari yang selalu berusaha membahagiakan hidupmu

Senin, 23 Februari 2015

Tergantung Pilihanmu

Oke, langsung saja pada pokok permasalahan!
Engkau merasa takut mencintaiku? 
Mengapa kau bisa merasakan ketakutan yang tak beralasan?
Aku dengar, kau takut tersakiti jika mencintaiku. Benarkah itu, Tuan?
Konyol, tak bisa ku percaya. Seorang lelaki yang biasa meninggalkan jejak luka dihati para lawan jenisnya itu merasa ketakutan. 
Apakah kau, sangat mengenal dan mempercayai karma?

Jika boleh aku tahu, memangnya apa saja yang telah kau lakukan sehingga mereka; rekan sejawatku, mengeluarkan kesedihan, amarah hingga mengutukmu dalam do'a. 
Apa yang telah terjadi, Tuan?
Baiklah, akan ku jaga privasi tentang dirimu. Tenang, aku takkan memaksa engkau untuk menceritakannya padaku. Lagi pula, apa peduliku padamu? 
Tapi jika suatu saat kau berubah pikiran, dan ingin berbagi ketakutan mu padaku, silahkan!
Dengan senang hati aku akan mendengarkan kisah kelam mu itu.

Seberapa dalam kau mempercayai pribahasa "Siapa yang menanam, dia yang akan menuai" seberapa persen kau mempercayainya, Tuan?
Entahlah, aku tak yakin bahwa benih yang kau taburkan selama ini adalah benih kebaikan. Benih kebaikan yang menjelma dalam cintamu. Maaf, bukan maksudku untuk menghakimi engkau. Aku hanya curiga. Jangan-jangan, selama ini kau menuai karma karena tingkahmu yang kurang mengenakkan hati para perempuan itu. Aku merasa prihatin atas hal ini, sungguh!

Oh ya, apa benar kau sangat suka bermain dan sangat suka pada suatu permainan?
Jika iya, ayo kita bermain!
Aturan mainnya, sangat sederhana. Engkau cukup menunjukkan kesungguhan mu padaku. Kesungguhan untuk mendapatkan hati beserta cintaku. Dari berita yang beredar, katanya diriku ini adalah sosok perempuan yang selalu mengganggu pikiranmu selama ini. Apa benar seperti itu, Tuan?
Apa benar, kau menyukai aku? 
Ayo kita mulai permainan ini. Segera kita selesaikan permainan, aku sudah tak sabar untuk mengetahui akhir dari permainan ini.

Jika benar kau menyukai ku, aku sangat tersanjung sekali karena bisa disukai oleh seorang lelaki sepertimu. Tapi maaf, jangan berharap lebih. Meski aku mengakui semua kesempurnaan yang kau miliki, aku takkan bertindak gegabah seperti perempuan-perempuan yang kau campakkan itu. 
Tabu. Pantang bagiku, untuk memuji lawan jenisku secara terang-terangan. Apalagi sampai mengutarakan isi hatiku pada lelaki seperti engkau. Cih, bisa-bisa kau semakin besar kepala karena hal ini.

Baiklah Tuan, akan ku tenangkan rasa ketakutan mu yang tak beralasan itu. Aku akui, aku berlagak jinak-jinak merpati agar kau bisa tetap berusaha menerkam diriku. Sekaligus memberi pelajaran padamu, bahwa tak semua bunga yang kau inginkan bisa dengan mudah engkau petik. Aku memang sama, aku pun serupa dengan bunga-bunga itu. Tapi camkan hal ini. Aku berduri, hati-hati dengan duri yang ku miliki. 
Aku bisa saja kau miliki, tergantung usahamu untuk mendapatkan aku. Aku bisa saja takjub dan takluk pada sosokmu, tergantung caramu menakjubkan dan menaklukkan aku. 

Kini, ku serahkan semuanya padamu. Kau bebas memilih, mau kau apakan perasaanku ini. Tergantung caramu memainkan permainan yang ku berikan. Jika engkau sanggup dan berjanji untuk selalu menghadirkan tawa, kebahagiaan dan berbagi segala keluh kesah yang kau miliki padaku hingga akhir, aku pun akan menghargai dan membalas cintamu. Tapi, jika engkau hendak melakukan hal yang sama padaku. Membuatku kecewa hingga meninggalkan jejak luka seperti yang kau tinggalkan pada hati perempuan-perempuan itu, aku pun akan bertindak dan memberikan hal yang sama padamu.

***

Untuk lelaki yang gemar mempermainkan,
Semuanya tergantung padamu. Mana permainan yang akan kau pilih?

Sabtu, 21 Februari 2015

Tak Semudah Itu, Tuan!

Untuk kesekian kalinya, engkau memintaku untuk meninggalkanmu. Dengan dalih, engkau tak pantas untukku. Engkau tak pernah bosan untuk membuatku melemah, melemah hingga kekuatan untuk mempertahankan pun menghilang. Mempertahankan engkau yang tak sedikitpun mengerti perihal mempertahankan. Tak henti-hentinya engkau mengusir rasa yang ku miliki padamu. Selalu, dengan sengaja kau merajam dan mencabik-cabik hati ini hingga tak berdaya. 

Berkali-kali ku yakinkan engkau, bahwa aku pantas untukmu, begitu pun sebaliknya. Tetapi engkau selalu saja menyanggah semua keyakinanku. Engkau menunjukkan, betapa aku tak layak untuk dimiliki juga memiliki mu. 
Lantas, siapa yang lebih layak untuk semua ini, Tuan?
Tak bisakah sedikit saja, kau hargai perasaan yang selama ini ada?
Tak adakah ruang di hatimu, sekedar membiarkan ku untuk singgah di tempat yang menurutku teduh itu.
Di hatimu, hanya di hatimu. Ku biarkan diri ini tergelincir hingga jatuh tepat pada cintamu. Cintamu yang masih meragukan diriku, cintamu yang kau anggap tak pantas untukku. Benar begitu kan, Tuan?

Sebenarnya, apa yang kau cemaskan? Apa yang menjadi cemasmu selama ini?
Biar ku dekap kecemasanmu itu, Tuan. Perlahan, akan ku remukkan segala cemas yang selama ini menari-nari dan menguasai hatimu. Lalu, kan ku biarkan cemasmu melebur dan hilang sehingga tak dapat lagi kau temui kecemasan dalam hidupmu.
Tuan, tak usah heran mengenai sikapku ini. Aku memang perempuan pembuat onar. Aksi yang ku lakukan selalu membuat kepalamu merasa pening. 
Tapi tenanglah, Tuan ... Ku lakukan semua ini demi kebahagiaan mu (mungkin). Ku sanggup melakukannya Tuan, demi menghadirkan kebahagiaan disisimu.

Tuan, ingatlah ini. Beribu cara yang kau lakukan untuk membuatku menjauh, berjuta cara selalu ku persiapkan untuk selalu ada didekatmu. Aku terlahir sempurna. Tak mudah aku menyerah pada perkataan yang mendo'akan ketidakmungkinan di hidupku. Andai saja engkau tahu, caraku menembus semua ketidakmungkinan itu. Mungkin saja, engkau kan langsung takjub kepadaku. 
Tak mudah, Tuan ... Untuk menyadarkan seseorang yang buta untuk melihat dan menyentuh cinta yang selama ini ada namun tak terasa olehnya. Sepertimu, yang ke sana kemari mengejar incaranmu tanpa sadar sesuatu yang pantas untukmu sudah ada di pelupuk mata.

Ku biarkan engkau berlari dengan bebas mengejar cinta yang menurutmu pantas. Tapi, takkan ku biarkan engkau menghilang dari pantauan kedua mataku. Aku tahu, apa maumu juga maksudmu. Aku paham betul atas seisi di kepala dan hatimu. Tak butuh waktu lama untukku, untuk melihat dirimu terkapar di tempat lain dan merasakan sakitnya penolakan dari incaranmu itu. Hingga akhirnya, engkau pula yang mencari sosokku di sini. 

Sadarlah, Tuan ... Setidaknya, mengertilah bahwa tak mudah mendapatkan sesuatu yang kau inginkan, bahwa tak mudah mendapatkan seseorang yang kau cintai. Jika memang tak jua kau mengerti perihal itu, setidaknya mengertilah tentang aku. Tentang aku yang tak semudah itu membiarkan engkau keluar dari lingkaran hidupku. Tentang aku yang tak semudah itu, membalut hati yang sering kalut saat kau sengaja meninggalkan aku. Tentang aku, yang tak semudah itu berhenti mencintaimu. 
Percayalah, kelak kau kan tahu mengenai aku. 
Sadar akan kesempurnaan yang ku miliki, yang ku persembahkan semata-mata hanya untukmu.

Jumat, 20 Februari 2015

Tinggalkan Cintamu

Kau tahukan, sudah berapa lama aku berlapang dada dengan keadaan ini. Mungkin, kau juga tahu betul mengenai penantian ku selama ini. 
Engkau berkata, takkan ada yang sia-sia di semesta ini. Tapi aku mulai meragu dengan percintaan ini, dengan kisah kita, terutama denganmu yang hingga sekarang belum juga menanggalkan hubungan dengan kekasihmu itu. 
Kau tahukan, bahwa aku adalah seorang pencemburu yang egois. Lalu, mengapa hingga sekarang kau belum mencampakkan kekasihmu itu. Apakah kau tidak memperhatikan kesakitanku selama ini? 
Sungguh, aku rasa penantian ku selama ini 'kan menjadi sia-sia.

Atau mungkin kau telah terlanjur mencintainya, hingga tak bisa meninggalkannya.
Padahal, kau tak perlu cemas jika harus berpisah dengannya. Karena meski kau tak lagi mendapatkan cinta darinya, engkau masih bisa mendapatkan cinta yang (mungkin) lebih tulus dariku. 
Bukankah, engkau sendiri yang mengatakan ingin meninggalkan semua kenangan dengannya?
Jadi, kapan kau merasa siap untuk datang kepadaku?
Jangan mengulur-ngulur waktu. Ingat, aku juga perempuan, sama seperti perempuanmu itu yang sangat membutuhkan kepastian.
Katakan padaku, harus berapa lama lagi aku menanti?
Akan ku cari cara untuk membuatnya menjauh dan melepaskan dirimu dari kehidupannya. Lihat saja nanti!

Apakah engkau masih ingat, mengenai janji yang kau ucapkan kepadaku tempo hari?
Katamu, kau akan segera memutuskan hubungan dengannya. Katamu, kau akan segera mengubur semua kenangan saat bersamanya. Katamu, kau akan segera mendatangiku untuk membawaku ke singgasana pelaminan itu. 
Kau ingat tidak, tentang semua -katamu- yang ku iyakan, yang ku harapkan sekaligus ku aminkan. 
Demi Tuhan, aku selalu menantikan saat kedatanganmu tiba.
Aku cukup mengenalmu, bertahun-tahun kita bersama meski terbentang jarak. Tak satupun yang bisa kau sembunyikan dariku, begitu juga aku. 
Lalu, perihal apa yang membuatmu masih berpikir untuk tetap bersamanya hingga sekarang?
Bukankah, perempuanmu itu tak selalu memahamimu? 
Ayo, sudah saatnya untuk meninggalkan dia!

Entah, ini cinta yang benar atau salah. Kita menumbuhkan cinta lainnya di atas cinta yang telah ada. Sembunyi-sembunyi, kita memupuk dan merawat cinta ini. Mengharapkan dan membiarkan cinta yang lama itu layu, mati dan hilang terbawa angin. Sejahat itukah cinta?
Sehingga semua pantas dan layak untuk dilakukan demi merebut dan mempertahankan cinta yang menurut kita sangat layak kita miliki, sampai membuat cinta orang lain itu mati.
Aku tahu, tak seharusnya aku menantimu. Tak seharusnya aku mengharapkan kehancuran pada cinta yang dimiliki perempuanmu itu. Tapi kau kan tahu sendiri, tabiatku seperti apa. Tak mudah untukku melepaskan sesuatu yang ku inginkan, tak mudah bagiku untuk membiarkan seseorang pergi dari hidupku tanpa memenuhi janjinya. Seperti engkau yang berjanji untuk menjadikanku yang terakhir bagi hidupmu.

Aku, tak mau bertele-tele lagi. Aku sudah cukup tegar melihatmu dengannya. Aku sudah cukup berjuang untuk mempertahankan dirimu. Sudah cukup banyak yang kita korbankan. 
Kini, giliranmu untuk mewujudkannya dan menentukan hati. Untuk apa kau mengucap janji, jika hanya untuk di ingkari. Untuk apa aku menanti, jika hanya untuk di abaikan. 
Sekarang, ku tagih semua ucapanmu. Ucapan mengenai niatmu untuk meninggalkan cintamu demi aku. Demi aku, perempuan lain yang selama ini engkau idam-idamkan. Segera temui aku, ku pastikan kebahagiaan kekal berada disampingmu.

Kamis, 19 Februari 2015

Ingin Tapi Tak Bisa

Kriiing! Pos! Pos!

Dear Bosse,

Ngomong-ngomong, aku setuju dengan pendapat Bosse mengenai kota Bandung. Yaaap, Bandung memang salah satu kota yang paling mewakili kata cinta, penuh rindu jika mengingat kota ini. Dari mulai tempat-tempatnya, kuliner khasnya, suasananya yang sejuk sampai salah satu warga Bandung yang selalu membuatku rindu!! Eh maaf, keceplosan nih Bosse :')
Aku senang karena Gathering #30HariMenulisSuratCinta diadakan disana, Bosse. 
Kebetulan, jarak dari tempat tinggal ku (Purwakarta) tidak terlalu jauh dengan kota kembang itu. 

Tapi maaf, Bosse .. beribu-ribu maaf aku ucapkan. Karena tanggal 1 Maret 2015 nanti aku tak bisa menghadiri Gathering tersebut, aku harus pergi dan berkunjung ke kota Jakarta, ada sesuatu hal yang harus aku selesaikan disana. hehehe
Padahal, saat tahu mengenai Gathering #30HariMenulisSuratCinta mungkin aku salah satu pecinta yang paling kegirangan karena hal ini. Membayangkan betapa serunya bisa bertemu, berkenalan dan menghabiskan waktu bersama para pecinta, Kangpos dan tentu saja bersama Bosse. Pasti nanti, kita akan bersenang-senang disana.
Ah, aku penasaran dengan sosokmu, Bosse .... ehehe

Aku juga sempat berniat untuk berpartisipasi mengisi acara tersebut loh, Bosse ..
Kalau saja aku bisa hadir disana. Niatnya sih, aku ingin perform di Gathering nanti. Ber-StandUp Comedy di Roemah enak-enak, bolehkan Bosse?
Tapi apa daya, Tuhan berkehendak lain. Aku tak bisa hadir ke Gathering tersebut. Cukup sedih tapi apa boleh buat, mungkin jika tahun depan Gathering #30HariMenulisSuratCinta diadakan kembali (semoga) aku akan meluangkan waktu untuk datang menghadirinya. 

Oh iya, Gathering berikutnya masih di Bandung kan, Bosse?
Kalau iya, aku akan senang sekali dan pastinya aku akan menunggu saat itu tiba. Bertemu kalian semua yang penuh dengan ungkapan-ungkapan akan cinta.
Atau jika Bosse berkenan untuk mengadakan Gathering di kota Purwakarta juga boleh. Nanti akan ku kenalkan dengan makanan-makanan khas kota pewayangan ini; ada sate abah use, simping, ceker lapis dan makanan enak di sambel hejo.
Di jamin deh, Bosse bakal ketagihan dengan kulinernya dan ingin kembali ke Purwakarta. 
Aku tunggu kedatangannya ya :D

Oke deh, Bosse ... 
Tak banyak yang bisa aku sampaikan di surat ini. Terima kasih karena sudah mengadakan proyek menulis #30HariMenulisSuratCinta, kami; para pecinta merasa sangat terbantu sekali dengan adanya @poscinta ini. Terima kasih juga, untuk Kangpos @catatansiDoy yang rela menyumbangkan waktunya untuk mengantarkan surat-surat yang aku kirimkan. Semoga kebahagiaan selalu ada dimanapun kalian berada. Amin ...

Sampai jumpa di surat berikutnya Bosse ^^

Rabu, 18 Februari 2015

Yang Selalu Merindukan Malam

Malam memang tak pernah ingkar dengan sunyinya. Berhiaskan gelap dengan lampu temaram seadanya. Meski begitu, selalu saja ada yang membuat rindu. Entah karena ingatan yang saling beradu, atau memang suasana malam yang mengajaknya berkunjung dan diam sejenak di tempat segala ingatan berada.

***

Engkau memiliki keluarga, teman bahkan seseorang yang mencintaimu. Tapi mengapa engkau memilih untuk selalu mengajakku bicara, padahal engkau tahu ini sudah terlalu larut untuk mendengarkan ocehanmu itu. Dan maaf, meski berpuluh-puluh kali engkau mencoba berbincang denganku, aku takkan bisa membalas atau menjawab setiap ucapan yang kau tujukan padaku. 

Semalam, dua malam hingga beberapa malam setelah kejadian itu, engkau seolah bersahabat dengan ku. Seolah sudah berkerabat sangat lama. Iya, memang aku sudah tak asing lagi dengan sosokmu dan tentu saja engkau juga cukup lama mengenalku. Engkau sudah terbiasa dengan kehadiran ku selama ini, tapi mengapa baru kali ini engkau menganggapku ada. Saat kau bercerita tentang semua yang telah terjadi padamu, aku ingin sekali melontarkan kalimat seperti ini "Engkau siapa? Apakah kau mengenaliku?"

Bukan maksudku untuk tak mau tahu mengenai apa yang selalu kau utarakan padaku. Tapi, aku sudah lelah. Sudah malam, langit pun menggelap. Seharusnya kau bisa mengerti itu, tak sepantasnya perempuan muda seperti mu tidur larut dan bertemankan dinginnya malam. Sesekali kau bertutur kata padaku, sesekali kau teguk lagi air hitam itu, kau menyebutnya dengan kopi. Untungnya itu tak membuatmu mabuk, jika sampai engkau mabuk dan tak sadarkan diri, entah apa yang harus aku perbuat. Aku kalut.

Aku mencoba menelisik, apa yang membuatmu merindukan malam. Kesunyiannya kah?
Ah, ku rasa engkau bukan seseorang yang menyukai kesunyian. Bukankah engkau seseorang yang periang? Tapi mengapa engkau begitu risau akhir-akhir ini, apa karena engkau tak menyukai lelaki yang tak lama lagi akan menjadi lelakimu?
Bukankah, ia seseorang yang tampan?
Jika aku menjadi engkau, aku akan lekas mengiyakan dan pergi dengan lelaki itu. Akan ku bawa dia berkelana.

Tapi, engkau bergeming. Di suasana yang hening, engkau memutuskan keinginanmu sendiri. Engkau berkata, bahwa dia bukanlah seseorang yang selama ini engkau harapkan. Engkau berkata, bahwa dia takkan mampu memenuhi semua harapanmu. Engkau mengucapkan itu berkali-kali kepadaku, padahal aku kan bukan Ayah dan Ibumu. Bukan juga lelaki yang di jodohkan denganmu. Tak ada gunanya berkeluh kesah pada aku si dinding tua yang mulai rapuh. Sudahlah, ku mohon hentikan, Nona!

Perihal harapan yang selamanya menjadi harap dihidupmu, biarkanlah. Lupakanlah mengenai harapan-harapan yang tak bisa kau buat nyata karena keputusan orang tua mu. Lagi pula, seseorang; lelaki yang lain itu, lelaki yang kau kenal, lelaki yang kau inginkan, lelaki pertamamu itu, juga tak bisa mewujudkan semuanya. Jangankan untuk mewujudkan, untuk melahirkan kebahagiaan di hidupmu saja dia tak kuasa, bukan?

Kepada Nona, perempuan yang selalu merindukan malam. Bertemankan aku, si dinding tua yang bisu. Kini, aku tahu mengapa engkau selalu mengagungkan malammu. Engkau menyukai pemandangan bulan dengan bintang-bintang, mendengarkan orkestra malam dari sang pangeran kodok dan putri jangkrik. Dan saat malam, engkau mampu menciptakan kebahagiaanmu sendiri. Mengenang dan merindunya yang telah lalu, lagi dan lagi. 
Aku mohon, jika nanti engkau menikah dan pergi dari rumah orang tua mu ini, anggaplah dia dan segera berkenalanlah dengan dinding kamar di rumah mu yang baru. Ku harap kebahagiaan selalu hadir disetiap malam yang selalu engkau rindukan.


                                Tertanda,

Dinding tua kamarmu yang berwarna merah muda

Selasa, 17 Februari 2015

Adakah ...

Adakah seseorang yang mampu membahagiakan mu?
Adakah seseorang yang selalu ada untukmu?
Adakah seseorang yang sanggup memahami mu?
Adakah seseorang yang menerima segala khilaf mu?
Adakah seseorang yang menyambut kedatangan mu ?
Adakah seseorang yang mengutuk kepergian mu?
Adakah seseorang yang selalu memperhatikan mu?
Adakah seseorang yang dengan rela mendo'akan kebaikan untukmu?
Adakah seseorang yang rela menukarkan hidupnya demi kehidupan mu?
Adakah seseorang yang selalu  memimpikan mu?
Adakah seseorang yang membuang waktunya untuk merindukanmu?
Adakah seseorang yang sangat mengasihimu?
Adakah seseorang yang sungguh-sungguh mencintaimu?
Adakah seseorang yang ingin menyandarkan lelahnya di bahu mu?
Adakah seseorang yang berkhayal mendapatkan belaian hangat dari setiap sentuhan mu?

Katakan padaku, adakah seseorang yang seperti itu?
Jika ada, mungkin seseorang itu adalah aku. Yang dengan rela merajam dirinya sendiri demi engkau yang selalu menjadi segala dalam keinginan dihidupnya.

Senin, 16 Februari 2015

Yang Tidak Kau Kenal

Ia bukan siapa-siapa di kehidupanmu, ia juga bukan seseorang yang berjasa bagi kehidupanmu bahkan ia bukan seseorang yang akrab denganmu.
Ia hanya orang asing yang mencoba ingin tahu. Mencoba ingin mengenal dan dekat denganmu. Meski mungkin, engkau tak ingin mengenal atau bahkan mendekat padanya. Kasihan ya, dia?

Sadar atau tidak, hampir semua peristiwa yang terjadi dihidupmu, ia mengetahuinya. Secara tidak langsung, ia berkata dan menunjukkan kekhawatirannya, jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada hidupmu. 
Untuk apa dia khawatir?
Padahal, sudah jelas ia bukan siapa-siapa dihidupmu. Bahkan, engkau saja tak mengenal dia.

Aku heran, siapa ia sebenarnya?
Seenaknya ia mencari tahu semua tentang mu, dengan sengaja ia menjerumuskan hidupnya ke dalam hidupmu. Pemikiranmu pasti sama sepertiku, siapa orang asing itu. Yang begitu tertarik dan menyimpan segala kekaguman yang tiada tara terhadap sosokmu. Seolah-olah membuat dirimu merasa sempurna, sebagai seseorang yang selalu ia perhatikan dalam diam. Kenyataannya, engkau pun sama. Tak lebih dari hamba yang mengagungkan dan menanti cinta yang tulus.

Izinkan aku bertanya padamu, wahai engkau seseorang yang di kagumi.
Jika aku membeberkan padamu tentang orang asing itu, apa yang akan engkau lakukan?
Jika aku menunjukkan siapa sebenarnya orang asing itu, apakah engkau mau untuk berkenalan dengannya?
Orang asing itu terlalu pengecut, dipikirannya penuh dengan rasa takut. Ia tak terlalu berani untuk menampakkan dirinya didepan matamu. Bukan berarti ia tak sempurna, bukan berarti ia tak seindah engkau. Ia hanya merasa dirinya rendah dan bukan apa-apa dimatamu. 
Sungguh miris kehidupan orang asing ini, bukan?

Ah, sudahlah!
Tak perlu kita bicarakan terlalu lama perihal orang asing itu. Ia hanya seseorang yang tak kau kenal yang mencoba mengenal dirimu dengan baik meski hanya memperhatikan bayanganmu saja. Baginya, bisa melihat dan memperhatikan mu setiap saat dan di setiap waktu yang ia mau, sudah merupakan anugerah yang luar biasa. Ia selalu bersyukur atas semua hal yang ia ketahui tentang mu. Tentang mu yang tak tahu dan tak mengenalinya.

Bila boleh aku gambarkan sosok seseorang yang asing ini, ku harap engkau memaklumi semua yang ia lakukan.
Ia hanya orang asing, yang sok tahu bahwa engkau adalah sebaik-baiknya hamba yang diciptakan Tuhan di alam semesta ini.
Ia hanya orang asing, yang mencoba mengenal mu dari setiap kabar berita yang ia dapatkan dari orang lain.
Ia hanya orang asing, yang mengganggap mu sebagai sosok yang mampu memperindah waktu di kehidupan yang ia miliki.

Serta, ia hanya orang asing yang selalu mengucapkan jampi-jampi pada Tuhan, memohon bahwa engkau adalah partikel didalam hidupnya, yang selama ini dicari.
Ia hanya orang asing, benar-benar asing bagimu. Tak mempunyai hubungan sedarah denganmu. Tetapi keinginannya untuk bisa berbagi dan mengasihi mu, sangat besar. 
Ia berharap di masa depan nanti, engkaulah alasan dari seorang malaikat kecil lahir di bumi ini. Hingga ia dan engkau memiliki darah daging yang sama.


  "Yang tidak kau kenal, mengenalmu dalam baik meski (mungkin) dalam keadaan yang buruk."

Minggu, 15 Februari 2015

Kepada Yang Ditinggalkan

Untuk engkau yang sedang atau sudah ditinggalkan. 
Bagaimana cara membuat duniamu kembali membaik dari kesakitan yang kau rasa?
Apakah kau masih memandangi gambar dirinya yang terpajang indah di dinding kamarmu?
Apakah kau masih membaca sepenggal pesan singkat darinya yang masih tertinggal di ponselmu?
Atau jangan-jangan, engkau masih akrab dengan lagu cinta yang mendayu-dayu seolah merayu engkau untuk kembali merindu seseorang yang meninggalkanmu. Dan seketika hatimu pun menangis.

Ayolah, sudahi lelucon ini!
Jangan kau risaukan ia yang telah meninggalkan mu. Seakan hidupmu tak lagi berdaya karena ditinggalkan olehnya. Tak sadarkah engkau, diluar sana banyak orang yang memang sudah biasa ditinggalkan, sudah biasa dilupakan, sudah biasa terpatahkan (hatinya). Tapi diantara mereka, selalu ada yang berlari melupakan apa yang pernah terjadi. Meski itu sulit, tapi tak henti mereka membuka hati dan diri pada sesuatu yang baru, yang (mungkin) bisa memberi harapan dan mewujudkan apa-apa yang menjadi asa selama ini. 

Hei, mengapa kau tak mengikuti jejak mereka?
Siapa tahu, engkau juga bisa menemukan sesuatu yang baru itu. Yang bisa saja sesuai dengan keinginanmu selama ini. Keinginanmu yang hidup bahagia, tegar dan berdiri pada sesuatu yang kau sebut cinta.

Engkau pernah berkata, perihal pengorbanan, pengharapan dan penantian akan cinta. Engkau bersikeras untuk menantinya. Sadarlah, ayo bangun dari mimpi di siang bolongmu itu. 
Jelas-jelas ia telah meninggalkanmu tanpa alasan. Lantas, untuk apa engkau menantinya?
Engkau bukanlah tujuan yang ingin ia tuju, engkau bukanlah impian yang ingin ia wujudkan dan engkau bukanlah prioritas didalam hidupnya. Ia semena-mena, datang dan pergi sesuka hati hingga meninggalkanmu tanpa berjanji untuk kembali. Lepaskan hatimu untuknya, buang jauh-jauh perasaanmu untuknya karena itu sia-sia.

Ku lihat, berkali-kali engkau mencaci dan mengutuk apa yang selama ini engkau sebut dengan cinta. 
Sayang, ketahuilah cinta itu kebaikan, semua yang baik hingga terbaik lebur dan menyatu didalamnya. Jangan salahkan perjalanan cintamu yang suram dan buntu, itu bukan kesalahannya. Yang meninggalkanmu itu, bukan cinta bagimu. Jadi, tak perlu engkau sebut sebagai cinta. Cinta itu bersambut, berbalas dan berdua, bukan pengorbanan dan kesedihan yang hanya dirasakan olehmu saja.

Bukalah hatimu, wahai engkau yang ditinggalkan.
Tersenyumlah, sambut cinta baru yang mungkin mulai berdatangan setelah engkau mengikhlaskan kepergiannya yang dulu. 
Tak perlu tergesa-gesa, kenalilah mana yang pantas untuk engkau sebut sebagai cintamu.
Jadilah rumah untuk cintamu. Jadilah alasan untuknya sebagai tempat yang pantas untuk kembali, jadilah alasan untuknya sebagai tempat yang pantas untuk ia menetapkan kasih dan rindunya. Pantaskan dirimu untuknya, dan pastikan engkau takkan pernah lagi ditinggalkan oleh siapapun yang engkau cintai dan mencintaimu.

Kepada yang ditinggalkan, jadilah rumah yang sederhana namun selalu dirindukan olehnya. Jangan sampai engkau menjadi sebuah dermaga yang dengan mudah didatangi hanya sekedar untuk berlabuh namun pada akhirnya ditinggalkan. 
Untuk yang ditinggalkan, sudah saatnya untuk engkau meninggalkan. Meninggalkan seseorang yang pantas untuk ditinggalkan, seseorang yang pernah meninggalkanmu tanpa alasan dan belas kasihan.

Sabtu, 14 Februari 2015

Perempuan Gila Dan Lelaki Sempurna

Demi engkau, yang masih menjadi topik utama dalam hidupku.
 
Entah sudah berapa musim yang ku lalui untuk mendambakan mu. Entah sudah berapa banyak waktu yang ku miliki yang terbuang percuma karena memikirkan mu. Entah sudah berapa banyak hati yang ku abaikan karena rasa cintaku padamu yang menanti sambutan hangat darimu (namun terabaikan). Hanya engkau. Hanya engkau, Tuan .. seseorang yang tak mungkin ada untukku yang selalu aku anggap ada di setiap hari-hari yang ku lalui.

Semua memang tak seperti dulu. Tak ada yang sama, berbeda bahkan asing di pelupuk mata mu. Tapi ketahuilah, masih ada satu yang sama dan (mungkin) selamanya akan sama. Perasaanku padamu. 
Benar, perasaanku yang sejak dulu hingga sekarang masih menggebu. Padahal rasa ini tak pernah kau beri pupuk, seharusnya layu atau gugur tapi bayangmu layaknya candu, selalu ku cari saat ku merindu. Seandainya kau tahu, sejujurnya rasa ini telah letih menunggu.

Tuan, mungkin engkau telah mendengar perihal seorang perempuan gila yang selalu mendamba lelaki sempurna yang tak pernah menoleh kearahnya. Apakah kau tahu, perihal perempuan itu?
Hidupnya ia biarkan menjadi sesuatu yang semu, ia biarkan rasa mengagumi tanpa dicintai itu mengulum semua kewarasan yang ia miliki. Tuan, Apa kau pikir perempuan itu benar-benar gila?
Tidak, tidak Tuan. Perempuan itu tidak gila, ia hanya menggila pada sesuatu yang membuatnya tergila-gila. 

Kau paham maksudku kan, Tuan? 
Sesuatu yang membuatnya tergila-gila adalah engkau, sedangkan perempuan gila itu tak lain adalah aku. Mereka; orang-orang disekeliling ku, berkata demikian. 
"Apa yang kau harap dari lelaki yang mengacuhkan mu?"
"Apa yang kau harap dari lelaki yang tak mau tahu tentang hidupmu?"
"Apa yang kau harap dari lelaki yang jelas-jelas tak mengenali dirimu?"
Apa, apa dan apa! Hanya itu yang mereka pertanyakan, setelahnya mereka bergumam "Perempuan gila"

Ku akui, aku memang sengaja seperti ini. Aku sengaja untuk tak sedetikpun berpaling darimu. Terserah mereka mau berkata apa. Terserah, jika engkaupun ingin menganggap ku gila. Yang jelas, aku betah dengan ketidakwarasan yang ku miliki ini.
haah ... Maafkan aku, Tuan. Bukan maksud untuk membuatmu risih atas segala kalimat picisan yang ku tuliskan ini. Tulisan yang ringkih, yang takkan pernah kau ketahui dan kau eja. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa ku lakukan. Hanya ini yang bisa ku perbuat untuk menunjukkan perasaanku pada engkau, orang pertama yang memberikan suka, duka serta luka secara bersamaan. Engkau istimewa, Sempurna.

Ini sungguh tidak adil. Tuhan memberikan waktu 3 tahun untuk aku mengenalmu. Tapi Sang Penguasa waktu itu memberikan ku waktu bertahun-tahun untuk mengenang sekaligus melupakanmu, walau aku menolak untuk melupa. Menolak melupakan tentang apa-apa mengenai engkau.
Pernah aku membuang semua bayang tentang mu, tapi tak butuh waktu lama bagi bayangmu untuk merasuk kedalam atmosfer di hidupku lagi dan lagi.

Tuan, demi Tuhan!
Demi Tuhan, aku tak menginginkan engkau untuk membalas cintaku. Percayalah, aku sama sekali tak menginginkan itu. Yang ku inginkan, hanya sosokmu yang dulu. Yang masih jelas bisa ku lihat, yang masih bisa ku tatap walau dari jauh. Tak seperti sekarang, yang hanya bisa ku kenang dan ku harapkan datang kedalam mimpi. Kini, sulit rasanya untuk tahu dan mengetahui apa-apa tentang mu. 
Sebenarnya kemana engkau bersembunyi, Tuan? 
Apakah engkau lelah, selalu dibuntuti perempuan gila, seperti aku?

Tuan, jangan pedulikan aku yang merana karena memendam perasaan ini. Sebab, ini bukan kesalahanmu. Ini murni kekhilafan milikku, yang salah membiarkan rasa cinta ini menjalar keseluruh ruang dihatiku. 
Tak banyak mau dan inginku, Tuan. Aku hanya ingin semesta tahu, betapa bertahtanya engkau didalam hatiku. Semoga suatu saat nanti aku bisa bertemu dan menemukanmu, diwaktu dan tempat yang cukup indah bagi kita berdua. Semoga!

Tak banyak yang ingin ku utarakan di hari (yang katanya) penuh dengan cinta ini. Bagiku, semua hari dan waktuku sama. Sama-sama selalu ada sosokmu yang ku jadikan sebuah pengharapan di setiap do'a yang ku aminkan. Tuan, maaf atas segala kelancangan dariku ini. Tak bisa ku berikan coklat atau bunga untukmu, hanya kata-kata yang mencoba berkata padamu, menjelaskan tentang cinta yang tak mungkin terbalas atau cinta yang tak menuntut balasan.

***
       Untuk Tuan berinisial "T"


Dari perempuan yang (mungkin) gila.

Jumat, 13 Februari 2015

Pusat Perhatian

Semesta telah takjub, dengan semua yang ada padamu.
Semesta bergumam, membicarakan semua hal tentang dirimu.
Semesta mengamati, melihat setiap inci keindahan yang engkau miliki.

Bagiku, kau selalu menjadi pusat perhatian. Entah menurutku, menurutnya bahkan menurut mereka yang sama-sama berdecak kagum pada semua hal yang ada padamu.
Untuk engkau, yang telah biasa menjadi seseorang yang selalu diperhatikan oleh semesta, tetaplah tersenyum pada seisi dunia. 
Karena yang mereka inginkan hanyalah melihat lengkungan indah dari bibirmu, yang (mungkin) bisa membuat hari-hari mereka menjadi lebih bahagia.
Tak usah kau umbar mengenai kepedihan yang kau alami, karena nanti akan membuat pengagum mu kecewa dan khawatir.
Yang mereka inginkan hanya melihat mu tersenyum, terlihat mengesankan, dan menularkan kebahagiaan bagi mereka; yang diam-diam memperhatikan mu dari kejauhan.

Kamis, 12 Februari 2015

Dari Sang Pujaan

Untuk Perempuanku,

Maaf jika aku telah lancang mengirimkan surat ini, untukmu. Sejujurnya, aku sudah putus asa dengan keadaan kita saat ini. Berkali aku mencoba, acap kali aku gagal untuk bisa memahami semua inginmu.
Puan, bukankah selama ini engkau yang mencintaiku sampai mati?
Bukankah selama ini engkau yang selalu menanti?
Tapi, mengapa setelah  ku berikan kesempatan dan saat aku nyaris terjatuh ke dalam palung cintamu, tak sedikit pun engkau mempedulikan ku. Aku terabaikan.
Perasaanmu padaku tak sama lagi, tak seperti dulu.
Entah, ini hanya perasaanku saja atau memang benar ini adanya. Yang jelas, terima kasih telah menjadi pemuja rahasiaku (dulu). Terima kasih juga atas kebersamaan yang ada saat kita bersama meski tak selamanya.


                         Tertanda,


Yang pernah engkau cintai dengan sungguh
***

Haaah .. Jatuh cinta memang selalu seperti ini. Sedikit-dikit bahagia, sedikit-dikit bersedih, kadang pula sedikit haru mewarnai. Entah cinta itu merah muda atau apa, yang ku rasa disini hanya warna abu-abu. Seperti hati yang berdebu, lekat dengan pilu dan kelu. Tapi tak jarang, rindu memayunginya dengan teduh. Seolah hatinya utuh padahal berkali-kali dia telah runtuh, oleh sesuatu yang selalu membuatnya luluh.

***

Dulu, memang ku akui dirimu satu. Bahkan hingga kini, kau masih satu-satunya cinta dihatiku. Selamanya aku tetap mencintaimu, Tuan.
Meski begitu, terkadang kita tak bisa menjaga cinta itu. Menjaga seseorang yang kita cintai tak semudah menuliskan kalimat indah atau puisi romantis, Tuan.

Selamanya aku akan mencintaimu. 
Engkau tak perlu risau tentang perasaanku padamu yang mungkin (menurutmu) telah berubah. Sejujurnya, tak ada satu pun yang berubah. Tak ada satu pun yang sanggup mengubah cintaku padamu. Jika saja engkau tahu, yang ada malah cintaku yang semakin bertambah padamu.
Jadi, aku mohon. Buang jauh-jauh kerisauanmu itu. 

Engkau mengeluh Tuan, mengenai engkau yang tak bisa memahamiku. Mengenai engkau yang merasa gagal memenuhi setiap keinginanku. Ketahuilah Tuan, dari awal hingga nanti pun, aku tak pernah meminta engkau untuk bisa memahamiku.
Karena aku tahu, selamanya kau takkan sanggup memahamiku. Hanya aku saja yang sanggup Tuan, sanggup memahami apa-apa tentang mu.

Mengenai kegagalan yang kau rasakan saat memenuhi keinginanku. 
Memangnya, aku pernah menginginkan apa?
Apa yang ku inginkan darimu, Tuan?
Tidak ada. Dari awal hingga nanti pun, aku tak menginginkan apa-apa selain engkau. Seharusnya kau memahami tentang hal itu. Tak usah mengeluh, sampai asa yang kau taruh padaku menjadi putus.
Ah iya, aku lupa. Aku lupa karena dari awal kau tak pernah bisa memahami ku.

Maaf Tuan, karena aku tak mampu membantumu untuk bangkit dari keterpurukkan saat mencintaiku. Maaf aku tak bisa menyelamatkan mu, sungguh bukan maksudku untuk menghukum jiwa dan ragamu. 
Jujur, saat peristiwa itu, aku tak sanggup mengingat semua tentang kita. Aku terlalu takut membayangkan kesakitan yang kau rasa. Engkau harus merasakan sakitnya berpisah dengan seseorang yang saat itu (mungkin) mulai engkau cintai. Aku pun, Tuan. Aku juga merasakan kesakitan itu. Pilunya berpisah denganmu, yang selama ini aku sayangi.

Tapi, mau di apakan lagi?
Senyumku tak lebih berharga dari air mata Ibunda dan Ayahku. Mereka sangat berarti bagiku, sama seperti mu. Aku tak ingin melihat mereka kecewa karena tingkahku. Selama ini, mereka sudah dan selalu menuruti semua keinginanku. Wajar, jika sekarang mereka meminta ku untuk mengikuti keinginan mulia dari mereka. Menjodohkan dan menikahkan aku; anak perempuannya, dengan seorang lelaki yang mereka anggap pantas untuk membahagiakan ku.

Sekali lagi maafkan aku, Tuan ...
Seandainya saja bisa, andai saja aku cukup berani untuk melawan keinginan mereka. Menepis semua perkataan mereka dan mempertahankan hubungan kita hingga akhir. Tapi Tuan, perempuan yang mulai renta itu berkata, lebih baik dicintai dari pada mencintai. Mungkin itu benar, tapi yang aku inginkan adalah bisa mencintai dan dicintai oleh seseorang yang aku cintai.

Mencintai dan dicintai. haah, tak kutemukan itu saat bersamamu, Tuan.
Engkau tahu aku salah satu dari sekian banyak kaum hawa yang pernah mencintaimu secara diam-diam. Yang beruntung bisa menjadi seseorang yang berarti didalam hidupmu. Meski kau mencintaiku saat aku telah menjauh dan mulai meninggalkanmu. 
Bagaimana rasanya, mencintai seseorang yang sudah jauh meninggalkanmu, Tuan?

Tuan, perempuan yang mulai renta itu mengetahui sesuatu tentang engkau. Baginya engkaulah sumber kesedihan dari tiap tetesan air mata anak gadisnya. Ia cukup membencimu, Tuan. Padahal, aku telah mencoba menjabarkan tentang betapa sempurnanya engkau, betapa berartinya engkau, dan betapa bahagianya aku saat bersama dan bisa memilikimu walau sementara.

Lagi dan lagi, Tuhan mengujiku dengan segala masalah yang ku terima. Aku harap engkau kuat, disana. Engkau sempurna layak untuk bahagia, bersama ataupun tak bersama aku disisimu. Lagi pula, cintamu padaku tak sebesar cintaku padamu. Bukan begitu, Tuan?
Jadi aku rasa, kepergianku hanya masalah kecil bagimu. Hanya batu kerikil yang segera bisa kau singkirkan dari hidupmu.

Terima kasih Tuan, atas kejutan yang kau hadirkan. Untuk kali pertama, aku mendapatkan surat dari engkau, sang pujaan hatiku. Tak seperti dulu, biasanya engkau yang menerima surat berisi kekaguman ku padamu. Senang rasanya mendapat surat darimu, meski isi dari surat itu sama sekali tak pernah aku harapkan. Tapi maaf, aku tak bisa membalas surat pertamamu. Aku sudah harus memulai lembaran baru. Tak ada lagi engkau yang membayangi hidupku. 

Bukan maksud untuk mengacuhkan mu, Tuan.
Tapi memang ini yang harus aku lakukan. Kuatlah Tuan, jalani hidupmu seperti biasa, seakan tak ada sesuatu yang terjadi padamu. Aku pun, mencoba kuat disini.
Jangan tanya bagaimana aku sanggup menjalani ini semua. Jangan!

Ini semua berkat perempuan yang mulai renta itu; Ibundaku. Selama ini, beliau yang menemani dan membasuh air mataku saat aku merasakan sakit karena cinta yang tak terbalas olehmu. Perempuan inilah yang mengajarkan aku tentang kekuatan. Dulu aku kuat mencintaimu dalam diam dan kini aku kuat meninggalkanmu dalam diam. 
Meski sempat cintaku bersambut denganmu, kuasa Ilahi berkehendak lain. Hanya sebentar aku bisa bersama dan menemanimu. Tapi percayalah, engkau tetap lelaki yang masih aku inginkan dalam do'a meski nanti aku harus mengarungi hidup bersama lelaki yang lain.

***

Ketahuilah, sebesar dan sekeras apapun perjuanganmu untuk hidup bersama seseorang yang kau inginkan, semua itu takkan bisa melawan kehendak-Nya yang benar-benar mengetahui apa yang memang pantas dan mampu membahagiakan kehidupanmu.

Rabu, 11 Februari 2015

Cayo Cayo, Semangat Genks!!!

Kriiing! Pos! Pos!

Hai min @standup_pwk, apa kabar?
Masih jomblokah?
Ada surat nih, silahkan dibaca jika berkenan :)

Langsung aja ya, min ..
Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk teman-teman komunitas Stand Up Comedy Purwakarta, yang sampai sekarang masih menghadirkan tawa untuk orang-orang sekitar. Terutama bagi saya, yang sudah beberapa bulan ini jarang sekali bisa berkumpul untuk sharing atau pun open mic. Ah, saya rindu masa-masa itu. Masa dimana kita tertawa bersama. Meski, tak jarang kita pun merasa kesal pada suatu hal yang tak sesuai dengan apa yang direncanakan. Kita pernah melewati suka dan duka bersama meski tak selamanya. (maaf agak lebay)

Karena komunitas inilah, saya banyak mengenal sesuatu yang baru. Entah itu pengalaman baru atau bahkan teman-teman baru dengan segala kelebihan dan keunikan yang mereka miliki. Karena kalian juga, saya jadi mulai menyukai suasana malam diluar rumah. ehehe ... 
Mimin tahu kan, kalau saya ngga bisa bebas main dan keluar pada malam hari? 
Hanya saat event-event penting saja, saya bisa datang atau hadir bersama kalian, seperti saat event Stand Up Show #Purwatawa1, saat menghadiri Stand Up Fest 2014 dan saat #Purwatawa2 kemarin. Karena ketiga event itu lah, untuk pertama kalinya saya pulang pukul 02.00 dini hari (bukan si Dini hari yang berkulit eksotis ya, min). 
huuuh, untung saja Ibu Purwati ngga marah, min!!! Yaa, walau besoknya dilarang buat kumpulan :(

Oh ya min, selamat yaa buat Mas Kalis si panglima berjenggot dari Purwakarta yang lolos audisi #SUCI5 Kompas TV. cieee makin nge-hits aja nih, comic-comic @standup_pwk !!! 
Tetap semangat panglima, semoga rezeki dan kesuksesan selalu menghampiri. Saya mendukungmu!!!
Semangat juga buat kalian, teman-teman comic yang lainnya. Tetap semangat menulis materi, sharing, combud dan open mic-nya. Semoga teman-teman yang lain, bisa cepat-cepat mengikuti jejak Mas Kalis, Hikmat, Enad, Tyo dan Bule yang mulai kebanjiran job stand up dimana-mana. :))

Terima kasih karena pernah menjadikan saya sebagai salah satu openner di #Purwatawa1 dan koordinator acara di #Purwatawa2 dan tak lupa, saya juga mohon maaf atas segala kekurangan atau kesalahan yang ada.
Sukses untuk event #Purwatawa3 yang diselenggarakan tanggal 7 Maret 2015 nanti, sukses untuk Egi, Rizky & Kalis sebagai openner #Purwatawa3 semoga bisa menjadi kebanggaan bagi komunitas @standup_pwk. Saya mendukung kalian, cayo-cayo .. semangat genks (--,)9

Jujur, saat datang dan open mic di Indo_aret Plus kemarin, saya sangat senang sekaligus terharu. Bisa bertemu dan berkumpul kembali bersama kalian, meski tak lama. Setidaknya, kalian masih memberikan kesempatan pada saya untuk mengutarakan keresahan yang saya miliki melalui open mic kemarin. 
Dan seperti biasa, kalian selalu riuh dan gaduh. Apalagi sekarang, dengan semakin banyak dede-dede unyu yang bergabung di komunitas ini, semakin menambah keramaian suasana saat berkumpul. Tapi tetap ya, belum ada comic perempuan yang baru. 

Padahal, saya sangat mengharapkan ada comic-comic yang berjenis kelamin sama seperti saya. Masa sudah hampir 3 tahun umur @standup_pwk belum ada juga comic perempuan yang baru? 
Ayo min, seret semua perempuan yang tergabung dalam grup #KurcaciYangGaPernahOpenMic untuk ber-stand up comedy. 
Duh ... De mer, De aik, Golli dan Tita. Saya rinduuuu (pake echo)

Ah, min ..... Saya bangga menjadi bagian dari komunitas ini, sejak @standup_pwk berdiri sampai sekarang. Pokoknya meski saya tak bisa selalu ada dan hadir disetiap event yang kalian selenggarakan, saya tetap men-support kalian, berharap kalian bisa mewujudkan impian dan obsesi yang kalian miliki. Sukses untuk kalian dan kita semua. Di tunggu event-event selanjutnya ya, min .. Viva La Komtung :)



         Purwakarta, 11 Februari 2015

#30HariMenulisSuratCinta -I Stand By You-

Selasa, 10 Februari 2015

Perempuanku Yang Terikat Janji

Bagimu, hidup adalah perihal kebahagiaan dan membayangkan semua yang indah setinggi mungkin. Tanpa takut terjatuh dan rapuh. Bukan kah, itu yang pernah kau katakan padaku?
Aku berkata, "aku tak mau berkhayal terlalu tinggi, aku terlalu takut untuk jatuh." 
Dengan lantangnya, engkau menjawab "Tak mengapa jika jatuh, setidaknya kita (pernah) bahagia."
Setelah itu, kita pun larut akan tawa yang hadir di secangkir kopi yang sedang kita nikmati.

Mungkin, aku satu-satunya orang yang berani mengenalkanmu pada aroma black coffee. Bagaimana rasanya, cukup nikmat, bukan?
Tentu saja, engkau akan menyukainya. Aku tahu itu, meski tak kau ucapkan. Kau tak pernah menolak jika aku merengek-rengek mengajakmu ke tempat itu, tempat yang menurut kita mampu membuat rasa tenang itu ada. Tempat yang teduh, membuat kita betah berlama-lama duduk disana. Iya, cafe kopi itu. Tempat yang sering kita kunjungi.

Ngomong-ngomong, bagaimana dengan keadaanmu hari ini?
Buruk atau cukup terkendali?
Sebelumnya, izinkan aku untuk mengucapkan selamat pada apa yang sudah kau raih. Terutama untuk hari ini, hari ini pertama kalinya engkau bekerja di perusahaan itu, bukan? Sekali lagi, selamat ya :)

Engkau bahagia, riang seperti anak TK yang mendapatkan sebongkah permen lolipop secara cuma-cuma. Hahaha kau itu lucu, selalu ada saja hal yang membuatku tertawa saat mendengar ceritamu. Seperti pagi ini, kau bercerita tentang perjuanganmu berangkat ke kantor. Baru pertama kali masuk kerja, bajumu sudah kotor karena cipratan air hujan itu?
Oh, baiklah .... Sini-sini, biar ku usir hujan itu sejenak agar tak mengganggu perjalananmu. Yaa seandainya saja aku bisa melakukan hal itu.

Tak lama memang kita saling mengenal, tapi keberadaanmu disetiap aku butuh dan keberadaanku disaat kau butuhkan, itu cukup untuk kita saling mengenal ego masing-masing. 
Saat itu, di suatu senja yang tak terlalu terang. Kita bersua, berbincang ngelantur membahas ini itu yang menurut kita perlu untuk di utarakan. Kau sadar tidak? Saat kita bersama, selalu ada topik pembicaraan yang tak pernah absen dari mulut kita. Jodoh, perihal jodoh yang selalu kita dambakan dan berharap menjadi nyata.

Bicara tentang jodoh. Indah ya, jika mengingat proses bertemu, menemukan sampai pertemuan dengan ksatria yang kini sudah resmi menjadi milikmu. ehehe
Meski aku cukup tahu, tentang bagaimana perjuangan bertahan dan mempertahankan si ksatria itu. Katamu, dia pernah berkali-kali meninggalkan luka didalam hatimu. Tapi untungnya, dia juga yang selalu membawa obat penawar luka bagimu. Jadi, aku tak perlu risau dengan keadaan hatimu. Sungguh, kalian pasangan terunik yang pernah ku kenal.

Mengenalmu, memberikan ku sebuah pelajaran dan bisa jadi arti dari sebuah cinta yang hidup. Meski kau pernah jatuh berkali-kali ke lubang yang sama, tapi kau tak berserah untuk yakin mendapatkan sesuatu yang mampu membuatmu bangkit dari segala yang membuatmu jatuh. Yang membuatmu jatuh dan bangkit untuk kesekian kalinya, si ksatria itu. Ya, hanya ksatria itu!
Dan kini, kau telah membuktikan pada semua. Bahwa apa yang kau yakini, sekarang bisa membuatmu yakin dan meyakinkan mereka. Sebuah janji suci yang mengikat dan terikat diantara kamu (perempuanku) dengan nya, sang ksatria.

Ah, aku iri pada hidupmu. Kau bisa dengan mudahnya menerima kenyataan hingga berbuah manis yang kau dapat. Tak seperti aku, yang masih saja sibuk dan betah untuk tinggal pada sesuatu di masa lalu, pada seseorang di masa lalu. Kau tahu siapa seseorang yang ku maksud, bukan? Jadi sepertinya, aku tak perlu menuliskan nama seseorang itu di surat ini. Ya, kau benar!
Aku masih setia dengan menjadi pemuja rahasia. Pengecut sekali diriku ini. :')

Teh, hari ini aku sengaja menuliskan surat cinta untukmu. Untukmu sahabat sekaligus kakak baruku. Yang sampai saat ini, masih bertukar cerita tentang suka dan duka. Hidup memang tak selalu tentang apa yang kita inginkan untuk bisa menjadi nyata. Tapi setidaknya, kita berusaha untuk bisa menjadikannya sebuah kenyataan di hidup kita.

Maaf ya, Teh. Jika surat ini tak seindah puisi yang (mungkin) pernah kau dapatkan dari ksatria mu itu. Tapi aku heran, mengapa kita baru dekat dan berbagi segala hal saat kita sudah harus berjalan di alur kehidupan masing-masing? Kita dekat setelah hampir lulus kuliah dan menjadi sarjana.
Tak apa, tak mengapa .. Setidaknya, kita telah dekat dan berteman baik hingga kini. 

Meski sekarang kau tak bisa sebebas dulu. Pergi bermain, bertemu, meluangkan waktu untukku dan kita. Tapi aku senang, masih bisa berteman akrab dengan mu. Terima kasih, Teteh Wulansari Ramadhani. Semoga kau selalu bahagia dengan hidupmu yang baru, hidup bersama ksatria mu. Semoga engkau mampu mewujudkan janji pada orang tuamu, terutama pada Mama. Semoga pelengkap bahagiamu segera hadir, menjadi seorang Ibu dari anak yang kau lahirkan. Itu yang membuat perempuan menjadi istimewa, bukan?

Terima kasih telah percaya dan mempercayaiku, berbagi semua keluh kesah, kebahagiaan dan hal-hal gila yang kerap terjadi saat kita bertemu dan berbincang. Terima kasih telah memilihku menjadi saksi hidup saat menyebarkan berita bahagia tentang pernikahanmu hingga pesta pernikahan mewah mu itu. Sampai jumpa dilain waktu, Teh. Berjanjilah dan tepati janjimu untuk selalu hidup dan bahagia pada ksatria yang membuatmu terikat dan mengikat hidupmu.


         ---Sincerely---

Perempuan berumur 22th.

Senin, 09 Februari 2015

Kepada Yang Memilih Pergi

Mungkin engkau takkan pernah percaya, bahwa sesungguhnya aku sudah berusaha mempertahankan apa-apa yang layak untuk dipertahankan. Entah itu mengenai engkau, aku atau waktu yang selama ini membuat kita utuh atau bahkan runtuh. Hidup itu selalu penuh dengan berbagai opsi. Aku mengerti itu. Tapi, bisakah kau memilih opsi yang menyelamatkan segala? 

Engkau pasti tahu, bagaimana aku menunggu, bagaimana aku merindu dan bagaimana aku menjadikan mu sebuah candu dalam hidup. Yang selalu ku cari dan ku butuhkan. Enak ya, menjadi seseorang seperti mu? Seseorang yang selalu di tunggu, seseorang yang selalu di rindu, seseorang yang selalu membuat hatiku luruh. Sungguh, engkaulah samudera yang selalu ingin ku arungi. Tanpamu, aku rapuh.

Kita pernah saling berusaha, meski usahaku lebih kuat dari segalanya. Kita pernah saling mempertahankan, meski hanya aku yang kuat bertahan hingga nanti. Kita pernah saling berputus asa, meski aku yang tak pernah mau berputus asa. Kita pernah saling mendendam, meski hanya aku yang meredam segala dendam yang ada. Lalu, dimana daya dan upaya mu?

Mengapa seolah-olah semesta mengagungkan aku dan mengutukmu dalam sebuah karma?
Kini, mereka menertawakan mu. Mereka menyiksamu dengan segala rasa dosa dan bersalah. Bersalah pada siapa? Kepadaku! (mungkin).
Tidakkah engkau merasakan, sulitnya mengambil cinta dari hati yang ku miliki? Hati yang di masa lalu pernah engkau buang dan kau sia-siakan. Kini, engkau ingin meraihnya lagi? 

Tunggu, tak semudah itu wahai ksatria.
Tak semudah itu kau merayu dan merenggut kembali apa-apa yang aku miliki. Memang, hingga kini dan nanti engkaulah satu-satunya lelaki yang bertahta didalam hati ini. Tapi, maafkan aku. Semesta telah melarang ku. Melarang ku untuk menerima mu dan menyambut dirimu kembali. Guncangan yang terjadi dalam diriku begitu dahsyat hingga membuat seisi hatiku gaduh.

Kepergianmu di musim yang lalu, membuatku merasa sendiri dan terbiasa menyendiri. Selama ini, aku mencoba memahami kepergianmu yang tiba-tiba, tanpa pesan dan tanpa alasan. Seharusnya, dulu kau menitipkan sebuah janji yang mampu mengikatku dengan segala imaji tentang mu yang hendak pergi. Mungkin, kini aku masih mau menyambut kedatangan mu dari perjalanan mu yang tak ku ketahui. 

Ketahuilah, wahai ksatria.
Takkan pernah mudah untuk menemukan jalan kembali bagi siapapun yang tiba-tiba memutuskan untuk pergi. Takkan pernah ada pintu yang terbuka untuk siapapun yang memilih hilang dari harapan seseorang. Seseorang seperti ku, yang selalu meninggikan engkau bagai dewa yang menjanjikan nirwana. Meski kenyataannya hanya dunia abstrak yang ku terima.

Kepada siapapun yang memilih pergi, pergilah kemanapun kaki mu melangkah. Pergilah kemanapun arah sanggup menuntunmu. Pergilah tanpa harus menoleh pada sesuatu yang telah lalu, sesuatu yang mungkin telah engkau kubur dalam-dalam. Dan janganlah engkau kembali pada sisi yang sama, karena kini sisi itu tak serupa, berbeda. Takkan lagi kau menemukan jalan untuk pulang pada hati yang telah kau tinggalkan begitu saja. Karena disana, takkan ada apa-apa untuk engkau yang memilih pergi.


                            Tertanda,


Yang meninggalkan mu karena kepergianmu.

Minggu, 08 Februari 2015

Jangan Bawa Pergi Anakku

Penculik!!!
Berani-beraninya ia membawa darah dagingku. Disaat aku masih lemas setelah melahirkannya. 
Tak berprasaankah, engkau?
Begitu saja membawa pergi anakku yang masih merah, memisahkannya denganku.

Lagi pula, untuk apa kau membawa anakku?
Kau itu lelaki, tak paham betul cara merawat dan mendidik anak. Yang kau tahu hanya cara menanam benih di rahim istrimu.
Cepat, kembalikan anak itu ke pangkuanku!
Aku ingin menimangnya, memberikannya air susu, melihatnya tumbuh besar. Menyerupai singa yang gagah.

Kini sudah 4 hari berlalu, aku masih berusaha mencari lelaki bajingan itu. Yang semena-mena memisahkanku dengan buah hatiku. Aku berjalan tak tentu arah, hanya mengikuti hembusan angin yang ku harap mampu menunjukkan dimana engkau berada, nak ...
Tunggu Ibu, jangan sampai engkau pergi terlalu jauh.

Prasangka Ibu terlalu buruk pada lelaki yang membawamu, nak. Ibu tak yakin ia bisa membahagiakanmu. Ibu takut, lelaki itu menyia-nyiakanmu. Akan diberi makan apa engkau nanti? Bukankah ia hanya lelaki pengangguran yang putus sekolah?
Tenanglah nak, memang salah Ibumu yang kurang siaga saat menjagamu. Sekarang, Ibu akan mencari dan membawamu pulang.

Satu persatu tempat ku lewati. Ku berjalan, masuk ke gang-gang kecil. Berharap bisa menemukan anakku. Di tepi jalan raya, ku lihat anak kecil yang dibiarkan sendiri dipelataran rumah, ku coba mendekatinya. Dari jauh aku yakin dan meyakini diriku, "Itu pasti, anakku. Iya, itu anakku. Ini Ibumu, nak."
Sesampainya disana, setelah aku berada begitu dekat. Aku di usir, di cerca. Mereka bilang, itu milik mereka. Ya, memang benar dia bukan anakku, bukan anak yang ku cari. Tak ku lihat tanda berwarna coklat di tangan kanannya.

Nak, Ibu mulai ragu untuk bisa menemukanmu.
Sudah hampir tiga minggu aku mencarinya, masih mencari. Masuk dan keluar gang-gang kecil, mengikuti naluri seorang Ibu yang sepertinya tahu dimana keberadaan anaknya. Meski hingga detik ini, tak jua aku menemukan anak semata wayangku. Sabar nak, Ibu masih mencarimu.

Sampai disuatu tempat. Aku tak hafal nama tempat itu. Tapi yang pasti, sepertinya ini kawasan yang berisi orang-orang kaya, rumah di kawasan itu sungguh luas dan mewah. Aku menyusuri jalan di tempat itu. Hingga akhirnya, aku mendengar suara "meongg ..."
Suara yang tak asing lagi di telingaku.

Ku coba mencari, ku balas suara itu dengan lantang "meooooong"
Kemudian hening, dan tak lama muncul lagi suara itu "meongg, meooong!" Ya, aku yakin. Sangat yakin, anakku pasti ada dibalik tembok tinggi yang berdiri kokoh itu. Ku coba menjauh dari tempatku berdiri tadi, mengambil jarak untuk melompati pagar tembok itu.

Hap!!
Aku berhasil mendarat dengan selamat. Aw, punggungku sakit!
Beruntung aku jatuh di atas semak-semak, terbayang jika aku jatuh tepat menimpa batu besar itu. Pasti rasanya lebih dahsyat dari sakit yang ku rasakan sekarang. Segera ku kumpulkan tenaga, ku buang rasa sakit untuk menjemput anakku.

"Meongg"
Ia memanggilku. Iya nak ... Ini Ibu, Ibu datang untuk membawamu pergi dari lelaki bertubuh sintal yang menculikmu dulu.
"meonggg" dia memanggilku lagi. Kali ini, aku berada dekat dengannya. Ku perhatikan, apakah ada tanda coklat di tangan kanannya. Ah, syukurlah ... ini anakku. Tepat didepan matanya, ku lihat guratan senyum di bibir kecilnya.

Kami saling bertegur sapa, ia menanyakan tentang keadaanku setelah kepergiannya di pagi hari itu. Tanpa berlama-lama, aku ungkapkan permohonan maafku padanya. Sekaligus niatan untuk mengajaknya kembali pulang ke tempat tinggal kami. 
Tapi anakku menolak. Ia tak mau pulang dan kembali bersamaku.

Dari dalam rumah, ku lihat sosok lelaki bertubuh sintal itu lagi. Ia memanggil anakku. Dengan segera, anakku menyuruhku untuk kembali. Menyuruhku pergi, menyuruhku untuk meninggalkan dan merelakannya menetap di rumah lelaki itu. 
"Pussy, Pussy, Pussy, manis ... Dimana kau cantik, ini makanan mu sudah siap"
Ku dengar kicauan lelaki itu, yang teriak-teriak dari dalam rumah, memanggil anakku untuk menyuruhnya makan.

Segera anakku berlari kedalam, lewat kotak persegi panjang di bawah pintu rumah yang tingginya tak jauh dari tinggi badan anakku.
Aku terkejut, aku mendapatkan penolakan dari darah dagingku. Penolakan dari anakku yang berbulu putih, dengan tanda coklat ditangan kanan. Usahaku tak henti disitu. Ku coba mencari celah, tempatku untuk melihat keadaan didalam rumah itu. 
Ku naik, melompati pagar dan diam diatasnya. Nyaris saja aku terjatuh. Tapi posisiku aman, ku dapatkan celah untuk menyaksikan kejadian di dalam rumah.

Dari kaca jendela yang cukup besar itu, ku melihat anakku makan begitu lahap. Di samping mangkuk yang penuh dengan makanan, ada mangkuk lainnya yang berisi susu. Anakku berada di dalam kandang, sepertinya ia nyaman dan senang berada disana. Meski aku tak tahu apa yang ia makan. 
Kau makan apa, nak? Apa yang kau makan itu? Itu bukan tikus, bukan juga ikan, tapi kau terlihat menyukai makanan itu.

Ku lihat pemandangan lain di rumah itu, ada seragam sekolah berwarna putih abu-abu menggantung di dinding. Sepertinya berdebu, jarang disentuh oleh pemiliknya. Mungkin, karena lelaki yang membawamu pergi itu, sudah putus sekolah. Aku penasaran, mengapa ia tak melanjutkan pendidikannya, nak?
Ah, sudahlah. Aku sudah tahu dimana anakku berada. Rasa penasaranku sudah terbayarkan. Tak ada kekhawatiran lagi di dalam benakku.

Sekarang, aku bisa meninggalkanmu, nak. Aku bisa merelakanmu untuk tinggal di rumah lelaki itu karena melihatmu bahagia.
Tapi ingat ya, nak!
Jika suatu saat, lelaki itu mencampakkanmu, kembalilah pada Ibu. Kembalilah ke rumah kita yang dulu, kau masih ingat jalan menuju rumah, bukan?

Jika nanti, kau tak diberi lagi makanan asing yang menurutmu enak itu, kau naik saja ke meja makan di rumah barumu. Ambil dan curi sedikit ikan atau ayam goreng yang mereka siapkan untuk makan siang. Tak apa, nak ...
Sebagian kucing seperti kita, sering melakukan itu untuk memenuhi rasa lapar mereka.

Jaga dirimu baik-baik ya, nak. Ibu pergi.
Maaf Ibu tak bisa membawamu kembali, Ibu tak bisa memaksamu. Ibu telah menyaksikan kau bahagia di rumah itu. Dan, bukankah engkau sendiri yang memutuskan untuk tinggal dan menetap disana?
Nak, jika kau merasakan dingin, sembunyilah di balik selimut lelaki bertubuh sintal itu. Jangan takut, ia takkan marah. Ia sangat menyayangimu, bukan?

Ah iya, Ibu lupa. Kau kan memiliki bulu yang lembut, yang mampu melindungimu dari hawa dingin yang ada. Ibu pergi ya, nak. Jaga dirimu baik-baik. Perhatikan kesehatanmu, rawatlah cakar kecil dikukumu itu. Ibu pergi, nak .. Sampai jumpa dilain waktu, semoga kau betah dirumah lelaki itu. Rumah barumu. Tumbuhlah seperti singa kecil yang gagah!

"Untuk anakku yang diberi nama Pussy, dari kucing yang tinggal di teras Ruko."

Sabtu, 07 Februari 2015

Surat Kaleng

Selamat sore, Tuan ...
Disini awan mendung kembali merajai duniaku. Sendu penuh pilu yang berselimut menjadi rindu. Rinduku padamu, Tuan ..
Yang hingga kini masih tersimpan dan mengendap di dalam dada. Sulit rasanya untuk mengutarakan apa yang ku rasa ini, Tuan ...

Tuan, bagaimana keadaanmu disana?
Ku harap baik-baik saja. Tuan, entah kau akan menganggapku pengecut atau pecundang. Bagiku sama saja, sama-sama tak ada harganya, tak berharga. Menyimpan cinta dan menyembunyikan kasih sayang untuk mu.
Tuan, tunjukkan cara agar aku bisa melupakanmu. Jika kau tak bisa menunjukkannya, setidaknya tunjukkan padaku cara untuk berpaling darimu. Aku mulai letih mencintaimu, maaf!

Tuan, aku bukan perempuan yang memiliki segala. Bukan pula perempuan yang selama ini engkau dambakan. Tapi Tuan, apakah dengan keadaanku yang serba kekurangan ini, aku tak berhak mencintaimu? Katakan saja yang sejujurnya. Tak mengapa Tuan ... jika itu kehendakmu, jika aku tak berhak akan hal itu, aku akan mencoba untuk perlahan-lahan menjauh darimu. Maaf, ku hanya mampu melakukannya secara perlahan, karena aku tak mampu menjauh dari mu.

Aku kalut, tersiksa dengan perasaan terpendam yang terpaksa ku pendam. Entah sampai kapan aku kuat bersembunyi dan menyembunyikan perasaan ini dari mu. Tuan, bagiku kaulah isi semestaku. Penuh, ramai, selalu menarik perhatian, aku tak pernah merasa bosan untuk mencintaimu (meski lelah). Bagiku, kau lah pemilik hatiku meski takkan pernah bisa ku miliki.

Aku sebenarnya malu, Tuan .. berbicara panjang lebar tak tentu arah. Tanpa bisa mendapat jawaban tentang ini semua. Tentang perasaan yang ku miliki, yang takkan pernah kau rasakan. Maaf, aku masih bersembunyi di keramaian, melihat dan memandangmu dari kejauhan. Tapi tenanglah, Tuan ... Aku takkan melakukan sesuatu yang gila, yang mungkin akan membuatmu risih dan membenci ku. 

Selama ini, aku selalu mengamankan diri dan perasaanku. Jangan sampai ada orang yang tahu, terutama engkau. Aku tak ingin engkau tahu, tapi di sisi lain, aku ingin engkau mengetahui ini semua. Sungguh, bimbang perasaanku. Aku terlalu takut untuk menunjukkan siapa diriku, tapi aku ingin engkau menyadari keberadaanku. Tuan, aku memang pengecut. Tak kuasa berkata jujur padamu.

Tuan, maafkan aku yang jauh dari segala harapmu. Maafkan aku yang jauh dari segala dambamu. Tak banyak kata dan cerita yang bisa ku ungkapkan, selain tanda cinta melalui surat kaleng ini. Do'akan aku, Tuan ... Agar suatu saat nanti, aku mampu menorehkan pena di secarik kertas ini dan menuliskan namamu di atasnya. Sampai jumpa di lain waktu, Tuanku ... 



Salam Rindu, dari yang selalu merindukanmu.


Jumat, 06 Februari 2015

Untuk Yang Menunggu

Hallo, masihkah kau di tempat yang sama?
Tempat yang sama, tempat dimana engkau selalu menunggunya. Bagaimana, apakah sudah ada kabar terbaru darinya? 
Darinya, manusia biasa yang telah kau nanti selama bertahun-tahun.

Hei, masihkah kau menangis karena hal yang sama?
Hal yang sama, yang selalu membuat air matamu lebih produktif hingga mengalir begitu saja di pipimu. Bagaimana, apakah kau sudah merasa lelah?
Barang kali, kau sudah lelah dan merasakan kepenatan karena menunggu.

Oh ya, masihkah kau menyimpan semua potret tentang dirinya?
Dirinya yang belum juga peka akan rasa yang kau miliki. Jadi bagaimana, apakah kau akan melanjutkan penantianmu?
Apa kau yakin takkan menyerah dan berhenti saja sampai disini?

Silahkan kau lanjutkan penantian akan cintanya. Aku takkan melarangmu. Hanya, jika boleh aku memberi saran, istirahatlah dulu walau sejenak. Rehatlah sebentar, itu hati bukan robot.
Ingat walau engkau masih bersikeras mempertahankan keinginanmu untuk tetap menunggunya, setidaknya perhatikan lah hatimu yang meringis kesakitan karena ulahmu sendiri.

Lagi pula, untuk apa menunggu suatu hal yang belum jelas kepastiannya?
Hanya membuang-buang waktu, sia-sia, tak berguna. Seharusnya, kau bisa lebih menyayangi hatimu. Dari pada terus menerus menyayangi hatinya yang jelas-jelas tak juga mencoba mengerti tentang rasa yang ada di hatimu.

Coba saja, kau mau mendengarkan nasihatku. Mungkin hari ini, kau takkan berteman dengan ketidakpastian. Mungkin juga, kau takkan mengenal kata menunggu. Dan sudah pasti, kau takkan tahu artinya berjuang sendirian. Berjuang mempertahankan apa yang menurutmu berarti, tanpa di anggap berarti olehnya, yang kau tunggu.

Berjuang itu sudah biasa bagi insan yang menginginkan kebahagiaan. Tapi berjuang untuk seseorang yang pantas di perjuangkan dan memperjuangkan hati kita, itu lebih indah. Lebih istimewa. Dan tentunya lebih menyenangkan, dari pada berjuang sendiri. Berjuang sendirian, jatuh cinta sendirian, tak lelahkah engkau?

Sudahlah, tak usah kau sesali. Nasi sudah menjadi bubur! Lebih baik, kau belajar membuka hati untuk sesuatu yang baru. Tinggalkan dia, tak usah kau tunggu. Gunakan waktu yang tersisa di hidupmu, untuk mendapatkan kepastian dari seseorang yang baru. Yang akan memastikanmu menjadi berarti dan menemani hidupnya.

"Untuk yang menunggu. Tak lelahkah, engkau?"

Kamis, 05 Februari 2015

Perbincangan Dini Hari

Waktu itu tepat pukul 24.00, handphone ku tak henti-hentinya berdering. Banyak pesan dan telpon masuk silih berganti. Ku balas dan ku jawab semua pesan dan telpon ucapan selamat ulang tahun, dari teman-temanku. Aku senang sekaligus bersyukur, karena memiliki dan dikelilingi orang-orang yang peduli padaku. Tapi kesenangan pada dini hari itu, tak lengkap ku rasa. Karena, aku belum menerima ucapan selamat darimu. Dari kamu, seseorang yang selalu menyita waktuku.

Gara-gara ucapan yang cukup banyak dan bermacam-macam do'a yang ku dapat itu, aku jadi susah untuk terpejam kembali. Aku terjaga. Dengan segala tentangmu yang bertebaran di atmosfer pikiran ku. Aih, kenapa sampai jam segini kamu belum juga memberikan ucapan padaku?
Apakah kamu tertidur pulas, sampai lupa hari ulang tahun perempuan yang selalu ada untukmu?
Atau, kamu memang sengaja melupakan hari kelahiran perempuan ini? Perempuan yang tak sengaja pernah menyakitimu. Maafkan aku!

Ku coba menenangkan diriku sendiri, ku tutup mukaku dengan selimut berharap aku bisa terhindar dari bayanganmu. Percuma, hanya menambah sesak dadaku saja. Ku putuskan untuk keluar dari kamar, sengaja aku membuat kopi hangat di dapur untuk menemani kesendirian ku di ruangan yang terdapat beberapa gambar rupamu yang ku pajang di dinding itu. Lagi-lagi ku melawan sendu dengan secangkir kopi yang ku buat sendiri tanpa kehadiranmu.

Pukul 01.00, cangkirku sudah kering. Tak ada setetes pun yang tersisa. Handphone ku juga sudah redup tak berdering lagi. Mungkin ucapan dan do'a yang ku terima sudah cukup. (Masih) tak jua ku temukan pesan atau telpon darimu. Aku kalut, bagaimana bisa kamu yang selalu ada dan memberikan kejutan di hari ulang tahunku tak ada untuk kali ini. Kecewa, ternyata kamu tak seistimewa itu. Atau jangan-jangan, aku yang tak istimewa lagi bagimu?
Baiklah, cukup aku menunggu sesuatu yang tak mugkin terjadi. Ku putuskan untuk tidur kembali, takkan lagi ku biarkan diriku terjaga malam ini. Tolong, jangan ganggu aku!

***

Saat itu (mungkin) aku sedang tak sadarkan diri. Jiwaku sedang berada di dimensi yang lain, orang-orang biasa menyebutnya dunia mimpi. 
Entah mimpi atau bukan, tiba-tiba saja handphone ku berdering. Dengan keadaan setengah sadar ku menekan tombol dan menjawab telpon itu. Terdengar suara seorang lelaki yang tak asing lagi ditelinga ku. 

"Hallo" Ucapnya mengejutkan ku yang masih mengumpulkan nyawa yang entah dimana.
"Iya?"
"Hai, selamat ulang tahun. Semoga semesta merayakan dan mendo'akan apa-apa yang terbaik dan pantas untukmu."
"Kamu ! ....."

Kami berbincang sangat lama, menghabiskan dini hari yang cukup dingin saat itu. Menghancurkan kebisuan yang ada, menggantinya dengan kata dan tawa yang renyah. Ia bercerita tentang kehidupannya setelah jauh dan menjauh dariku. Ia juga berkata bahwa ia masih belum bisa memaafkanku, sekaligus melepaskanku. Aku akan tetap mengikatmu dalam kebahagiaan, ungkapnya kepadaku. Inilah yang membuatku membiarkan diri untuk jatuh, jatuh dan terjatuh pada cintanya, lagi dan lagi. Semua kesenduan yang sempat ada, itu hanya hal yang biasa bagiku pun baginya.

Perbincangan yang sangat ku rindukan, perbincangan yang ku nantikan setelah hampir satu semester berlalu. Semenjak kamu memilih pergi untuk melanjutkan study di luar kota. Saat itu, kamu berkata masih berada di kota Bandung. Oke, tak mengapa. Yang ku inginkan hanya bisa berbincang lagi denganmu, tak banyak dan tak lebih, hanya itu.

Tapi, apa yang terjadi?
Di ujung telpon ku dengar suaramu, menyuruhku untuk keluar rumah. Gila, untuk apa aku keluar rumah saat dini hari seperti ini? Kamu pikir aku hansip penjaga poskamling, hah?!
Kamu hanya tertawa, menertawakan kicauanku yang menolak perintahmu untuk pergi keluar. Kamu terus memaksa, aku tak berdaya.

Ku ambil sweater di lemariku, entah sweater mana yang ku pakai saat itu. Bergegas aku menuruni tangga sampai lupa menutup pintu kamarku. Aku sedikit berlari menuju teras rumah dengan handphone yang masih ku genggam, tak ku dengar lagi suaramu disana. Saat ku membuka sedikit tirai dari balik jendela, ku temukan sesosok lelaki yang sedang berdiri membelakangi pintu rumahku. Ku buka pintu rumahku, dan apa ini yang ku lihat? Ku temui sosokmu disana, memberiku senyuman dan mengelus rambutku. Tak banyak yang aku lontarkan. Begitu juga dengan mu, tak banyak yang kamu ucapkan kala itu. 

Yang masih ku ingat, kamu tersenyum dan berkata "Selamat ulang tahun perempuanku, semoga kau menua dengan kecantikan yang selalu ku rindukan." sembari memberikan sebuah kotak kecil dan setangkai mawar berwarna merah muda yang sampai sekarang ku simpan di ruangan kamarku ini. Terima kasih, wahai Tuan yang selalu hadir dengan berjuta-juta kejutan untuk hidupku.

Sengaja ku tuliskan sedikit tentang perbincangan kita di teras rumahku pada dini hari itu. Pukul 02.00, waktu yang ingin ku hentikan sejenak dan waktu yang akan selalu ku rindukan hingga saat ini. Mengenai perbincangan dini hari yang teramat singkat itu, aku mengakui bahwa kamu adalah kejutan yang selalu aku nantikan di setiap hari-hariku. Terima kasih atas segala kiriman do'a yang (mungkin) selalu kamu panjatkan pada Tuhan. Maafkan aku, yang hanya bisa mengirimkan selembar surat ini dengan balutan segala do'a didalamnya. Untukmu, hanya do'a untukmu.