Selasa, 16 Desember 2014

Membiasakan Untuk Biasa

Disini aku mencoba untuk menguntai kembali ingatan-ingatan tentangmu, yang kini telah hancur berserakan. Terbuang oleh waktu yang terus menerus memaksa ku untuk menghadapi masa depan. Masa depan yang mungkin tidak begitu menyenangkan. Masa depan yang belum tentu ku dambakan. Karena disana, tak ku dapati lagi sosokmu yang teduh itu.

Laksana lembayung, wajahmu indah untuk ku kenang. Tingkahmu selalu dapat ku ingat. Tak sulit untuk mencintaimu. Bahkan, aku selalu tahu bagaimana cara untuk membuat diriku jatuh pada cintamu (lagi dan lagi). Meski seisi semesta tahu, tak ada sedikitpun cintamu yang dapat kau balaskan untukku. Tenanglah, seberapa besar dan inginku untuk memilikimu, takkan ku buat engkau untuk bisa mencintaiku. Karena aku tak ingin cinta dengan paksaan, aku pun ingin bahagia dengan cinta yang tulus. Meski, cinta yang tulus itu bukan terpusat darimu.

Jika kemarin, disetiap harinya aku mendambakan mu, mungkin tidak untuk hari ini. Maaf, bukan maksud ku untuk mengacuhkan mu. Tapi, ini semua ku lakukan demi hati yang masih bisa aku selamatkan. Iya, aku harus menyelamatkan hatiku sendiri dari semua bayang tentang mu. Tak ingin lagi, aku merasakan sesak yang teramat sangat karena terlalu mendambakan mu. Hati ini layak, bahkan sangat layak untuk merasakan ketenangan.

Jika dahulu, disetiap waktu ku habiskan untuk memikirkan mu, mungkin berbeda dengan hari ini. Maaf, bukan maksud ku untuk tak peduli pada apa-apa tentangmu. Tapi harus bagaimana lagi?
Aku harus membiasakan diri untuk tidak menganggapmu ada. Maaf, jika aku sejahat ini. Mungkin, aku pun di cemooh oleh hatiku sendiri karena jelas-jelas memaksanya untuk melupakan mu. Melupakan seseorang yang menjadi penyambung semangat hidup itu sangat sulit. Getir rasanya. Aku pun tak sanggup, menjalaninya. Tapi aku akan mencoba, harus!

Aku harus membiasakan ini semua. Membiasakan hati yang penuh cinta, menjadi hati yang terisi perasaan biasa saja. Membiasakan pikiran yang selalu penuh dengan bayang mu, menjadi pikiran yang kosong, yang tak terisi sedikitpun bayang tentang mu.
Semua ku lakukan demi aku, demi hidupku sendiri. Karena aku tersadar, tak mungkin selamanya hidup dalam pengharapan. Pengharapan yang selamanya hanya akan menjadi harap, tanpa ada harapan lain yang menjemputnya untuk menjadi nyata.

Jika boleh jujur, sebenarnya aku tak ingin memiliki perasaan yang biasa saja terhadapmu. Aku, masih ingin memiliki perasaan yang luar biasa terhadapmu. Seandainya engkau tahu itu, mungkinkah kau kan datang padaku?
Menghampiri ku, dengan mata yang berbinar-binar itu. Menjemput perempuan yang selama ini tulus mencintaimu dari setiap sisi dan ruang yang ada pada hidupmu. Dari setiap kelebihan mu, tanpa peduli dan ingat kekurangan serta kelemahanmu, apakah engkau akan menghampiri ku?

Jika, suatu saat nanti engkau telah mengetahui semua. Tentang aku, si perempuan dengan harapan, cinta dan sesuatu yang luar biasa ini, dan bermaksud menggapai jemarinya untuk meraih kebahagiaan yang hakiki, maka datanglah padaku. Ketuk lagi pintu itu, pintu yang dahulu ku ijinkan engkau untuk masuk kedalamnya. Semoga saja belum terlambat, karena nanti (mungkin) perasaan ku tak seperti dulu, (mungkin) perasaan ku padamu sudah biasa saja. Tak ada lagi pengharapan yang tinggi terhadap sosokmu. Karena hati ini telah lelah menahan rasa yang terendap lama, pada seseorang yang tak dapat membalas ketulusan cintaku.

-- Semoga aku terbiasa untuk berpaling dari segala tentangmu --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar