Minggu, 18 Oktober 2015

Bertemankan Luka

Terhempas, terluka, menangis ...
Tak ubahnya seekor keledai yang terlampau polos atau bodoh. Semena-mena membiarkan jiwa beserta raganya berkali-kali merasakan kehancuran dan melebur bagai debu yang tertiup kemudian hilang. 

Apalah aku, Siapalah aku?
Hanya manusia yang mengikuti siklus alam. Jatuh hati, menaruh hati hingga kemudian patah hati. Patah hati karena kelakuan sendiri. Mencintai dan terlalu mengagumi seseorang yang tak pasti. Persis seperti romansa lawas yang tak pernah hilang dari dunia ini.

Entah, mengapa harus ada seseorang seperti aku?
Yang rela hidupnya dikoyak-koyak rindu yang tak berujung temu. Diombang-ambing perasaan yang tak menjanjikan kebahagiaan. Apakah ada, orang selain aku yang lelah disiksa oleh rasa?
Jika ada, tolong pertemukan aku dengannya. Setidaknya, tunjukkan!

Setiap pagi, aku menaruh secercah harapan yang (mungkin) bisa berbuah nyata. Hingga pada gelap malam aku rajin menyimpan asa untuk bisa menggapai cinta. Entah cinta atau cita-cita, sepertinya aku terlalu berambisi untuk meraihnya. Tapi tunggu, bukankah orang-orang diluar sana selalu berkata "Kejar cintamu, hingga kau dapat dan meraih kebahagiaan nirwana!"

Kebahagiaan macam apa, kebahagiaan yang seperti apa?
Coba tunjukkan padaku, wahai orang-orang yang mampu meraih cinta!
Yang ada, aku hanya mendapatkan hadiah sebuah kekecewaan. Semakin ku coba berlari dan meraihnya, semakin jauh bahkan terlampau jauh ia meninggalkan aku.
Maaf, selama ini aku hanya merasakan cinta yang diabaikan. Cinta yang diragukan tanpa pernah ada kesempatan untuk meyakinkan. Jangankan untuk meyakinkan, bahkan untuk menunjukkan cinta saja aku tak diijinkan.
Akankah keindahan akan segera menyapa?
Setidaknya, memberikan senyuman hangat pada kuncup bunga dihati ini. Entah kapan bisa berkembang dan menyajikan wewangian yang semerbak. Yang ada, hanya layu dan gugur.

Aku memang bukan seseorang yang pandai merawat cinta. Aku hanya seseorang yang rapuh dan rentan pada apa-apa yang menghadirkan kekecewaan. Perihal terlupakan, terabaikan hingga terlewatkan aku sudah paham betul bagaimana rasanya. Sudah terbiasa.

Tapi, lagi-lagi mereka meracau. "Jika kau merasakan sakit, temukanlah seseorang yang sama merasakan sakit hati sepertimu. Kemudian, jatuh cintalah kalian. Hingga luka itu sedikit demi sedikit memudar!"
Apa?
Gagasan macam apa, itu? 

Bagaimana kau bisa jatuh cinta sedang kau masih merasakan sakit yang teramat sangat karena kegagalan?
Bagaimana kau bisa menyembuhkan luka pada jiwa-jiwa yang setengah mati mempertahankan namun tak dipertahankan? 
Kau yakin itu cinta, bukan sebuah pelarian?

Mungkin kalian menilai, aku hanya seseorang yang lemah, yang mati perlahan karena diperbudak cinta.
Tapi aku manusia yang setidaknya mampu merawat hati yang telah tak berupa. Aku hanya manusia yang sanggup memelihara kesedihan agar tak terlihat oleh khalayak ramai. Dan sekali lagi, aku hanya manusia yang berani menyembuhkan luka dan kesakitanku sendiri. Tanpa orang lain, tanpa sebuah pelarian dihidupku.

Biar luka ini menganga begitu lama. Suatu saat, Sang pemberi kebahagiaan akan menggantinya dengan kesembuhan yang kekal tanpa luka seincipun. Yang ada hanya ketenangan didalamnya.



2 komentar: