Minggu, 08 Februari 2015

Jangan Bawa Pergi Anakku

Penculik!!!
Berani-beraninya ia membawa darah dagingku. Disaat aku masih lemas setelah melahirkannya. 
Tak berprasaankah, engkau?
Begitu saja membawa pergi anakku yang masih merah, memisahkannya denganku.

Lagi pula, untuk apa kau membawa anakku?
Kau itu lelaki, tak paham betul cara merawat dan mendidik anak. Yang kau tahu hanya cara menanam benih di rahim istrimu.
Cepat, kembalikan anak itu ke pangkuanku!
Aku ingin menimangnya, memberikannya air susu, melihatnya tumbuh besar. Menyerupai singa yang gagah.

Kini sudah 4 hari berlalu, aku masih berusaha mencari lelaki bajingan itu. Yang semena-mena memisahkanku dengan buah hatiku. Aku berjalan tak tentu arah, hanya mengikuti hembusan angin yang ku harap mampu menunjukkan dimana engkau berada, nak ...
Tunggu Ibu, jangan sampai engkau pergi terlalu jauh.

Prasangka Ibu terlalu buruk pada lelaki yang membawamu, nak. Ibu tak yakin ia bisa membahagiakanmu. Ibu takut, lelaki itu menyia-nyiakanmu. Akan diberi makan apa engkau nanti? Bukankah ia hanya lelaki pengangguran yang putus sekolah?
Tenanglah nak, memang salah Ibumu yang kurang siaga saat menjagamu. Sekarang, Ibu akan mencari dan membawamu pulang.

Satu persatu tempat ku lewati. Ku berjalan, masuk ke gang-gang kecil. Berharap bisa menemukan anakku. Di tepi jalan raya, ku lihat anak kecil yang dibiarkan sendiri dipelataran rumah, ku coba mendekatinya. Dari jauh aku yakin dan meyakini diriku, "Itu pasti, anakku. Iya, itu anakku. Ini Ibumu, nak."
Sesampainya disana, setelah aku berada begitu dekat. Aku di usir, di cerca. Mereka bilang, itu milik mereka. Ya, memang benar dia bukan anakku, bukan anak yang ku cari. Tak ku lihat tanda berwarna coklat di tangan kanannya.

Nak, Ibu mulai ragu untuk bisa menemukanmu.
Sudah hampir tiga minggu aku mencarinya, masih mencari. Masuk dan keluar gang-gang kecil, mengikuti naluri seorang Ibu yang sepertinya tahu dimana keberadaan anaknya. Meski hingga detik ini, tak jua aku menemukan anak semata wayangku. Sabar nak, Ibu masih mencarimu.

Sampai disuatu tempat. Aku tak hafal nama tempat itu. Tapi yang pasti, sepertinya ini kawasan yang berisi orang-orang kaya, rumah di kawasan itu sungguh luas dan mewah. Aku menyusuri jalan di tempat itu. Hingga akhirnya, aku mendengar suara "meongg ..."
Suara yang tak asing lagi di telingaku.

Ku coba mencari, ku balas suara itu dengan lantang "meooooong"
Kemudian hening, dan tak lama muncul lagi suara itu "meongg, meooong!" Ya, aku yakin. Sangat yakin, anakku pasti ada dibalik tembok tinggi yang berdiri kokoh itu. Ku coba menjauh dari tempatku berdiri tadi, mengambil jarak untuk melompati pagar tembok itu.

Hap!!
Aku berhasil mendarat dengan selamat. Aw, punggungku sakit!
Beruntung aku jatuh di atas semak-semak, terbayang jika aku jatuh tepat menimpa batu besar itu. Pasti rasanya lebih dahsyat dari sakit yang ku rasakan sekarang. Segera ku kumpulkan tenaga, ku buang rasa sakit untuk menjemput anakku.

"Meongg"
Ia memanggilku. Iya nak ... Ini Ibu, Ibu datang untuk membawamu pergi dari lelaki bertubuh sintal yang menculikmu dulu.
"meonggg" dia memanggilku lagi. Kali ini, aku berada dekat dengannya. Ku perhatikan, apakah ada tanda coklat di tangan kanannya. Ah, syukurlah ... ini anakku. Tepat didepan matanya, ku lihat guratan senyum di bibir kecilnya.

Kami saling bertegur sapa, ia menanyakan tentang keadaanku setelah kepergiannya di pagi hari itu. Tanpa berlama-lama, aku ungkapkan permohonan maafku padanya. Sekaligus niatan untuk mengajaknya kembali pulang ke tempat tinggal kami. 
Tapi anakku menolak. Ia tak mau pulang dan kembali bersamaku.

Dari dalam rumah, ku lihat sosok lelaki bertubuh sintal itu lagi. Ia memanggil anakku. Dengan segera, anakku menyuruhku untuk kembali. Menyuruhku pergi, menyuruhku untuk meninggalkan dan merelakannya menetap di rumah lelaki itu. 
"Pussy, Pussy, Pussy, manis ... Dimana kau cantik, ini makanan mu sudah siap"
Ku dengar kicauan lelaki itu, yang teriak-teriak dari dalam rumah, memanggil anakku untuk menyuruhnya makan.

Segera anakku berlari kedalam, lewat kotak persegi panjang di bawah pintu rumah yang tingginya tak jauh dari tinggi badan anakku.
Aku terkejut, aku mendapatkan penolakan dari darah dagingku. Penolakan dari anakku yang berbulu putih, dengan tanda coklat ditangan kanan. Usahaku tak henti disitu. Ku coba mencari celah, tempatku untuk melihat keadaan didalam rumah itu. 
Ku naik, melompati pagar dan diam diatasnya. Nyaris saja aku terjatuh. Tapi posisiku aman, ku dapatkan celah untuk menyaksikan kejadian di dalam rumah.

Dari kaca jendela yang cukup besar itu, ku melihat anakku makan begitu lahap. Di samping mangkuk yang penuh dengan makanan, ada mangkuk lainnya yang berisi susu. Anakku berada di dalam kandang, sepertinya ia nyaman dan senang berada disana. Meski aku tak tahu apa yang ia makan. 
Kau makan apa, nak? Apa yang kau makan itu? Itu bukan tikus, bukan juga ikan, tapi kau terlihat menyukai makanan itu.

Ku lihat pemandangan lain di rumah itu, ada seragam sekolah berwarna putih abu-abu menggantung di dinding. Sepertinya berdebu, jarang disentuh oleh pemiliknya. Mungkin, karena lelaki yang membawamu pergi itu, sudah putus sekolah. Aku penasaran, mengapa ia tak melanjutkan pendidikannya, nak?
Ah, sudahlah. Aku sudah tahu dimana anakku berada. Rasa penasaranku sudah terbayarkan. Tak ada kekhawatiran lagi di dalam benakku.

Sekarang, aku bisa meninggalkanmu, nak. Aku bisa merelakanmu untuk tinggal di rumah lelaki itu karena melihatmu bahagia.
Tapi ingat ya, nak!
Jika suatu saat, lelaki itu mencampakkanmu, kembalilah pada Ibu. Kembalilah ke rumah kita yang dulu, kau masih ingat jalan menuju rumah, bukan?

Jika nanti, kau tak diberi lagi makanan asing yang menurutmu enak itu, kau naik saja ke meja makan di rumah barumu. Ambil dan curi sedikit ikan atau ayam goreng yang mereka siapkan untuk makan siang. Tak apa, nak ...
Sebagian kucing seperti kita, sering melakukan itu untuk memenuhi rasa lapar mereka.

Jaga dirimu baik-baik ya, nak. Ibu pergi.
Maaf Ibu tak bisa membawamu kembali, Ibu tak bisa memaksamu. Ibu telah menyaksikan kau bahagia di rumah itu. Dan, bukankah engkau sendiri yang memutuskan untuk tinggal dan menetap disana?
Nak, jika kau merasakan dingin, sembunyilah di balik selimut lelaki bertubuh sintal itu. Jangan takut, ia takkan marah. Ia sangat menyayangimu, bukan?

Ah iya, Ibu lupa. Kau kan memiliki bulu yang lembut, yang mampu melindungimu dari hawa dingin yang ada. Ibu pergi ya, nak. Jaga dirimu baik-baik. Perhatikan kesehatanmu, rawatlah cakar kecil dikukumu itu. Ibu pergi, nak .. Sampai jumpa dilain waktu, semoga kau betah dirumah lelaki itu. Rumah barumu. Tumbuhlah seperti singa kecil yang gagah!

"Untuk anakku yang diberi nama Pussy, dari kucing yang tinggal di teras Ruko."

4 komentar:

  1. asataga, baca kalimat pertamanya kirain ini anak orang beneran -__-
    lucu ya ini si ibu kucing :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya jev, ini cerita tentang kucing.
      Terima kasih sudah berkunjung :)

      Hapus
  2. Pantesan di rumah gue banyak kucing berantem :D

    BalasHapus
  3. Kenapa fikri?
    Kasih ikan atau ayam goreng aja, biar mereka senang dan tenang.
    Terima kasih sudah berkunjung :)

    BalasHapus