Selasa, 10 Februari 2015

Perempuanku Yang Terikat Janji

Bagimu, hidup adalah perihal kebahagiaan dan membayangkan semua yang indah setinggi mungkin. Tanpa takut terjatuh dan rapuh. Bukan kah, itu yang pernah kau katakan padaku?
Aku berkata, "aku tak mau berkhayal terlalu tinggi, aku terlalu takut untuk jatuh." 
Dengan lantangnya, engkau menjawab "Tak mengapa jika jatuh, setidaknya kita (pernah) bahagia."
Setelah itu, kita pun larut akan tawa yang hadir di secangkir kopi yang sedang kita nikmati.

Mungkin, aku satu-satunya orang yang berani mengenalkanmu pada aroma black coffee. Bagaimana rasanya, cukup nikmat, bukan?
Tentu saja, engkau akan menyukainya. Aku tahu itu, meski tak kau ucapkan. Kau tak pernah menolak jika aku merengek-rengek mengajakmu ke tempat itu, tempat yang menurut kita mampu membuat rasa tenang itu ada. Tempat yang teduh, membuat kita betah berlama-lama duduk disana. Iya, cafe kopi itu. Tempat yang sering kita kunjungi.

Ngomong-ngomong, bagaimana dengan keadaanmu hari ini?
Buruk atau cukup terkendali?
Sebelumnya, izinkan aku untuk mengucapkan selamat pada apa yang sudah kau raih. Terutama untuk hari ini, hari ini pertama kalinya engkau bekerja di perusahaan itu, bukan? Sekali lagi, selamat ya :)

Engkau bahagia, riang seperti anak TK yang mendapatkan sebongkah permen lolipop secara cuma-cuma. Hahaha kau itu lucu, selalu ada saja hal yang membuatku tertawa saat mendengar ceritamu. Seperti pagi ini, kau bercerita tentang perjuanganmu berangkat ke kantor. Baru pertama kali masuk kerja, bajumu sudah kotor karena cipratan air hujan itu?
Oh, baiklah .... Sini-sini, biar ku usir hujan itu sejenak agar tak mengganggu perjalananmu. Yaa seandainya saja aku bisa melakukan hal itu.

Tak lama memang kita saling mengenal, tapi keberadaanmu disetiap aku butuh dan keberadaanku disaat kau butuhkan, itu cukup untuk kita saling mengenal ego masing-masing. 
Saat itu, di suatu senja yang tak terlalu terang. Kita bersua, berbincang ngelantur membahas ini itu yang menurut kita perlu untuk di utarakan. Kau sadar tidak? Saat kita bersama, selalu ada topik pembicaraan yang tak pernah absen dari mulut kita. Jodoh, perihal jodoh yang selalu kita dambakan dan berharap menjadi nyata.

Bicara tentang jodoh. Indah ya, jika mengingat proses bertemu, menemukan sampai pertemuan dengan ksatria yang kini sudah resmi menjadi milikmu. ehehe
Meski aku cukup tahu, tentang bagaimana perjuangan bertahan dan mempertahankan si ksatria itu. Katamu, dia pernah berkali-kali meninggalkan luka didalam hatimu. Tapi untungnya, dia juga yang selalu membawa obat penawar luka bagimu. Jadi, aku tak perlu risau dengan keadaan hatimu. Sungguh, kalian pasangan terunik yang pernah ku kenal.

Mengenalmu, memberikan ku sebuah pelajaran dan bisa jadi arti dari sebuah cinta yang hidup. Meski kau pernah jatuh berkali-kali ke lubang yang sama, tapi kau tak berserah untuk yakin mendapatkan sesuatu yang mampu membuatmu bangkit dari segala yang membuatmu jatuh. Yang membuatmu jatuh dan bangkit untuk kesekian kalinya, si ksatria itu. Ya, hanya ksatria itu!
Dan kini, kau telah membuktikan pada semua. Bahwa apa yang kau yakini, sekarang bisa membuatmu yakin dan meyakinkan mereka. Sebuah janji suci yang mengikat dan terikat diantara kamu (perempuanku) dengan nya, sang ksatria.

Ah, aku iri pada hidupmu. Kau bisa dengan mudahnya menerima kenyataan hingga berbuah manis yang kau dapat. Tak seperti aku, yang masih saja sibuk dan betah untuk tinggal pada sesuatu di masa lalu, pada seseorang di masa lalu. Kau tahu siapa seseorang yang ku maksud, bukan? Jadi sepertinya, aku tak perlu menuliskan nama seseorang itu di surat ini. Ya, kau benar!
Aku masih setia dengan menjadi pemuja rahasia. Pengecut sekali diriku ini. :')

Teh, hari ini aku sengaja menuliskan surat cinta untukmu. Untukmu sahabat sekaligus kakak baruku. Yang sampai saat ini, masih bertukar cerita tentang suka dan duka. Hidup memang tak selalu tentang apa yang kita inginkan untuk bisa menjadi nyata. Tapi setidaknya, kita berusaha untuk bisa menjadikannya sebuah kenyataan di hidup kita.

Maaf ya, Teh. Jika surat ini tak seindah puisi yang (mungkin) pernah kau dapatkan dari ksatria mu itu. Tapi aku heran, mengapa kita baru dekat dan berbagi segala hal saat kita sudah harus berjalan di alur kehidupan masing-masing? Kita dekat setelah hampir lulus kuliah dan menjadi sarjana.
Tak apa, tak mengapa .. Setidaknya, kita telah dekat dan berteman baik hingga kini. 

Meski sekarang kau tak bisa sebebas dulu. Pergi bermain, bertemu, meluangkan waktu untukku dan kita. Tapi aku senang, masih bisa berteman akrab dengan mu. Terima kasih, Teteh Wulansari Ramadhani. Semoga kau selalu bahagia dengan hidupmu yang baru, hidup bersama ksatria mu. Semoga engkau mampu mewujudkan janji pada orang tuamu, terutama pada Mama. Semoga pelengkap bahagiamu segera hadir, menjadi seorang Ibu dari anak yang kau lahirkan. Itu yang membuat perempuan menjadi istimewa, bukan?

Terima kasih telah percaya dan mempercayaiku, berbagi semua keluh kesah, kebahagiaan dan hal-hal gila yang kerap terjadi saat kita bertemu dan berbincang. Terima kasih telah memilihku menjadi saksi hidup saat menyebarkan berita bahagia tentang pernikahanmu hingga pesta pernikahan mewah mu itu. Sampai jumpa dilain waktu, Teh. Berjanjilah dan tepati janjimu untuk selalu hidup dan bahagia pada ksatria yang membuatmu terikat dan mengikat hidupmu.


         ---Sincerely---

Perempuan berumur 22th.

4 komentar:

  1. Membaca suratmu dengan secangkir kopi memang begitu nikmat, tak mampu berhenti :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku pun, menulisnya bertemankan secangkir kopi. Kopi itu maha segala, ya?
      Terima kasih sudah berkunjung :)

      Hapus
  2. Iklan. Kali aja jadi nggak sibuk tinggal di masa lalu lagi.

    dijual: hati baru buat ditinggali, murah, cukup dengan saling setia dan berjanji selamanya.
    cara order: datangi tempat yang menyenangkan dan mulailah berinteraksi dengan keramaian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya ampun, kamu lucu banget. ahahaha
      Sayangnya tak semudah itu, ka' ....
      Terima kasih sudah berkunjung :)

      Hapus